Bantah Jadi Korban Pelecehan, Lima Santri di Muna Barat Lapor ke Polisi

MUNA BARAT, DETIKSULTRA.COM – Perkembangan mencengangkan muncul dalam polemik dugaan pelecehan di Pondok Pesantren Darul Mukhlasin As Saniy, Desa Kasakamu, Kecamatan Kusambi, Kabupaten Muna Barat.
Lima santri perempuan akhirnya angkat suara dan mendatangi Polres Muna, Rabu (28/5/2025). Mereka membantah keras isu yang menyeret nama pimpinan pondok mereka, Muhammad Jamaludin.
Satu di antara mereka, RS (15), secara resmi membuat aduan ke Polres Muna terkait dugaan pencemaran nama baik. Sementara empat santri lainnya hadir sebagai saksi. Mereka menyatakan bahwa tuduhan pelecehan terhadap mereka adalah fitnah yang sengaja dihembuskan oleh pihak tak bertanggung jawab.
“Saya selaku santri putri yang merasa dicemarkan nama baiknya oleh seseorang, datang melapor ke Polres Muna,” ujar RS usai membuat aduan.
Menurut RS, isu tersebut mulai beredar sejak Februari 2025. Awalnya, mereka mengira hanya isu liar yang akan mereda dengan sendirinya. Namun, seiring waktu, gosip itu justru membesar dan memuncak pada kunjungan klarifikasi dari Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Muna Barat ke pesantren mereka pada 8 Mei lalu.
Baca Juga : Dituding Lecehkan Santrinya, Pimpinan Ponpes Darul Mukhlasin Muna Barat Polisikan Dua Warga
“Terus terang Pak, kami kaget dengan tuduhan ini. Kami tidak terima. Kami pun mengadukan permasalahan ini kepada orang tua kami, karena kami dituduh menjadi korban pelecehan tersebut,” kata RS.
Yang lebih mengejutkan, salah satu santri bahkan mengaku mendapat tekanan dan bujukan pindah pondok dari seorang ustaz di Magelang melalui pesan whatsapp.
“Ustadz itu memaksa salah seorang dari kami untuk mengaku sebagai korban. Dia membujuk salah satu dari kami agar pindah pondok. ‘Jangan mondok di situ lagi. Nanti saya carikan pondok yang lebih baik untuk kamu,’ begitu katanya dalam whatsapp,” beber RS.
Para santri mengaku sangat terganggu oleh tindakan tersebut. Mereka menegaskan bahwa tuduhan pelecehan itu tidak pernah terjadi. Sebaliknya, mereka merasa justru menjadi korban fitnah yang mencemarkan nama baik pribadi, para guru, dan lembaga pendidikan tempat mereka belajar.
“Harapan kami agar pihak kepolisian bisa menanggapi dengan serius aduan kami ini, sehingga permasalahan cepat terungkap kebenarannya. Terus terang, kami merasa sangat dirugikan,” tegas RS.
Pengaduan ini membuka babak baru dalam kasus yang sebelumnya menimpa Muhammad Jamaludin. Suara langsung dari para santri berpotensi membalik opini publik dan membuka kemungkinan adanya skenario sistematis untuk merusak reputasi pondok pesantren serta pengasuhnya. (cds)
Reporter: La Ode Darlan
Editor: Wulan