Opini

Hidup Rukun Bersama Kapitalisme

Dengarkan

Tulisan ini dibuat dalam kondisi kita sudah terbiasa dan dibiasakan memenuhi kebutuhan hidup dengan cara transaksi jual-beli. Sekilas aktivitas seperti ini normal dan alamiah. Karena sifat dasarnya adalah keuntungan, maka banyak yang anggap bahwa pasar adalah sebuah kesempatan dan peluang. Begitu radikalnya cara kita untuk cari keuntungan, sehingga tak ada lagi batasan jelas, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh untuk diperjual-belikan.

Kita benci dengan kata kapitalisme, namun tak sadar kita sendiri hidup dari dari kapitalisme.

Ada tubuh yang disewakan tiap malam di kawasan by-pass, ada berita koran, orang jual ginjalnya demi makan, saat mudik, uang bisa diperdagangkan di pelabuhan Nusantara (pakai istilah tukar-uang), bahkan liang-lahat sekalipun bisa dikavling dengan sistem panjar.

[artikel number=3 tag=”opini,tambang”]

Realitas hari ini, menunjukkan hampir seluruh tanah dan sumber daya alam kita juga sudah terkavling oleh dominasi kekuatan dibelakang punggung oligarki.

Reorganinasi tata ruang hanya jadi samaran untuk para pelaku industrial. Pilihannya, warga terusir dan tanahnya sendiri atau bertahan, meskipun dianggap melawan kepentingan negara. Seperti aksi warga Wawoni beberapa waktu lalu yang menolak kehadiran perusahaan tambang PT Gema Kreasi Perdana (GKP).

Padahal begitu kayanya sumber daya alam kita, Dalam biografi “Bung Karno – Penjambung Lidah Rakjat” oleh Cindy Adams, Presiden Sukarno pernah berkata “Negeri kita adalah tanah yang subur, sehingga kalau orang menanamkan sebuah tongkat kedalam tanah. Maka tongkat itu akan tumbuh dan menjadi sebatang pohon”. Namun siapa yang masih baca buku seperti itu sekarang?

Menurut Schumpeter (1944/1976:82-83), sebagai ekonomi khusus, kapitalisme tidak pernah statis tapi sangat dinamis. Artinya uang dalam kapitalisme tidak akan pernah diam. Selalu berputar, berjalan, mencari uang lainnya.

Mengapa demikian? Karena faktanya bahwa ekonomi-sosial selalu berubah, begitu pula pengaruh politik dan perubahan industrial. Namun itu bukanlah yang utama. Dorongan lebih utama yang membentuk mesin kapitalis terus bergerak adalah kemampuannya membuat kita terus mengkonsumsi barang-barang baru. Jadi kata kuncinya adalah konsumsi terus menerus.

Meskipun kapitalisme tidak disukai namun harus dipahami. Kita tidak bisa tidak, untuk membicarakan kapitalisme. Fernand Braudel, sejarawan Prancis sekaligus pemimpin aliran Annales melukiskan “Manakala kapitalisme diusir keluar dari pintu, ia akan masuk kembali lewat jendela”.

Saat ini, andalan pemerintah pusat adalah pembangunan mega-proyek infrastruktur, pembangunan Jembatan Bahteramas, Kawasan Industri Morosi-Konawe, bahkan Sulawesi Tenggara masuk dalam Rencana Pengembangan dan Pengelolaan Perkeretaapian Kalimantan dan Sulawesi.

Berbeda dengan yang lain, Infrastruktur memiliki fungsi khusus melayani sirkulasi komoditas hingga sampai ke konsumen.

Tonton saja video 20 menit-an produksi Anne Leonard dkk. Dari story of stuff project. Kita bisa belajar sistem produksi kapitalis dan pola konsumsinya di  https://www.youtube.com/watch?v=9GorqroigqM. Atau kalau mau lengkap lihat saja informasinya di http://storyofstuff.org.

Jadi harus diakui, Kapitalisme membuat Sulawesi Tenggara secara tidak langsung masuk dalam jaringan produk Internasional. Makanya ada Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai reorganisasi ruang bagi perluasan Investasi dan pasar di Asia melalui pembangunan infrastruktur.

Contohnya cellphone. Kita sudah tidak bisa tahu “made in Japan”,” made ini China”, atau jangan-jangan “made in Konawe” karena bahan dasar cellphone adalah nikel. Dan produksi nikel ada di Morosi-Konawe. Tonton film 4 menit-an yang dibuat Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) berjudul Made The World: https://www.youtube.com/watch?v=KMkju8s8ztE. Anda akan heran dan tercengang!.

Kabar baiknya, karena kapitalisme sifatnya irasional, maka diyakini akan hancur dengan sendirinya.

Pernyataan ini lahir dari pemikiran terbesar tokoh materialis historis Karl Marx. Kita harus waspada dengan sesuatu yang menyebut dirinya Marxisme. Konon, katanya Karl Marx tidak pernah mengakui dirinya sebagai seorang Marxisme.

Bersama Engels, dia menerbitkan Comunist Manifesto, tahun 1848. Kalimat pertama dalam manifesto itu berbunyi : “Hantu sedang membayangi Eropa-hantu Komunisme”. Manifesto ini menakutkan kaum borjuis-kapitalis, sebab kaum proletar mulai melancarkan revolusi.

Diakhir manifesto ini berbunyi :

“Warga komunis itu merasa hina jika menyembunyikan pandangan dan tujuan mereka. Mereka dengan terbuka menyatakan bahwa tujuan mereka hanya dapat dicapai dengan menghancurkan seluruh kondisi sosial yang ada. Biarkan penguasa gemetar melihat revolusi Komunis. Kaum proletar tidak akan kehilangan apa-apa kecuali rantai mereka. Mereka punya dunia yang dapat dimenangkan. Buruh di seluruh negeri, bersatulah!”

Meski demikian, dampak Manifestasi-Komunis yang melahirkan revolusi perlu dikaji-ulang. Mengapa?

Dampak pemikiran Marx, selalu memandang bahwa revolusi terhadap kapitalisme hanya bisa dilakukan dengan komunisme. Padahal kapitalisme itu sendiri adalah sebuah revolusi. Kapitalisme lahir dari rahim penolakan kepada sistem feodalisme. Sistem monarki-absolut menempatkan para raja dan bangsawan, kerjanya cuma duduk angkat-angkat kaki di istana, namun diberi makan oleh para petani. Raja dan pemuka agama tak perlu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya, karena semuanya ditanggung oleh rakyat jelata melalui pajak-upeti. Hanya kaum pedagang (kapital) yang mampu menyaingi kekuatan ini.

Dengan demikian, dalam pandangan ilmu pengetahuan masih terbuka kesempatan untuk mendefinisikan revolusi kapitalisme itu sendiri.

Selain itu, sistem kita menganut sistem politik demokrasi perwakilan, yang mana kepentingan kita diwakili oleh wakil-wakil rakyat yang kita pilih dalam pemilu yang bebas dan adil.

Dengan kata lain, revolusi Marxisme menjadi kurang masuk-akal, karena lebih memungkinkan terjadinya perdebatan logis-argumentatif dalam ruang parlementer kita.

Pada akhirnya masa depan kita ditentukan oleh keberhasilan dalam politik berkata-kata.

Penulis             : Kia

Email               : [email protected]

Aktivitas         : Pegiat Media – Pecinta Literasi

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button