HukumKolaka

Lurah Anaiwoi : Penyerobotan Lahan Warga Adalah Pelanggaran Hukum

Dengarkan

KOLAKA, DETIKSULTRA.COM – Sejumlah masyarakat Kelurahan Anaiwoi, Kecamatan Tanggetada, Kabupaten Kolaka, menjadi korban penyerobotan lahan yang diduga dilakukan oleh mafia tanah berkedok tanah ulayat.

Saat dikonfirmasi, Lurah Anaiwoi Dermawan SH, mengatakan warga yang diserobot lahannya oleh sekelompok orang memiliki status hukum kepemilikan atas lahan yang sah.

Berdasarkan hasil verifikasi di lapangan, pemilik lahan memiliki alas hak berupa sertifikat kepemilikan lahan, sehingga, aktivitas penyerobotan lahan tersebut, adalah bukti pelanggaran hukum.

“Sebenarnya itu bukan lahan konflik, karena disitu ada legalitas kepemilikan alas hak berupa sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah pada tahun 1992 hingga 1999,” ungkapnya, Senin (17/2/2020).

“Kalau ini disebut kawasan tanah ulayat, tidak mungkin Badan Pertanahan Nasional (BPN) menerbitkan sertifikat, sebab sebelum penerbitan sertifikat pasti ada proses pembuktian kepemilikan tanah (SKT) yang menjadi dasar penerbitan sertifikat,” sambungnya.

Selain menjadikan alasan sebagai tanah ulayat, para terduga penyerobotan lahan ini juga menjadikan SK Bupati sebagai dasar pembenaran akan penyerobotan lahan, yakni SK nomor 188.45/007/2016 tentang pembentukan tim penanganan konflik di Kecamatan Tanggetada, khususnya Kelurahan Anaiwoi, Desa Papalia, Rahanggada, dan Desa Palewai.

Menanggapi hal itu, masih menurut pihak kelurahan Anaiwoi, dalam SK yang ditanda tangani oleh Bupati Kolaka, Ahmad Safei itu jelas menyebutkan terkait penanganan konflik, tanpa perintah penggusuran ataupun kalimat yang menyinggung soal kedudukannya sebagai tanah adat.

BACA JUGA :

Bahkan masih dalam SK yang sama, memerintahkan tim internal dari pemerintahan untuk melakukan inventarisasi dan verifikasi keabsahan lahan warga yang berkonflik.

“Tim yang dibentuk itu diketuai oleh Sekda dan anggotanya semua internal Pemkab Kolaka, tidak ada orang dari luar pemerintahan. Dalam SK itu tidak ada nama Taslim, Lena, Supriadi, Arnol Sundusing, Budiman dan Darmin,” jelasnya.

“Intinya dalam SK itu tidak ada perintah menggusur atau menyinggung soal tanah adat. Disitu hanya diperintahkan untuk melakukan pendataan terhadap lahan warga yang memiliki legalitas atau tidak,” tukasnya.

Reporter: Sunarto
Editor: Qs

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button