KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Diterapkannya sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2019/2020 ini menuai pro dan kontrak. Sebab, banyak siswa yang tidak lulus di sekolah pilihannya, mejadikan masyarakat, khususnya orang tua siswa juga ikut kecewa terhadap model penerimaan tersebut.
Dari polemik sistem penerimaan siswa baru ini, menarik perhatian sejumlah tokoh dan pemerhati dunia pendidikan, salah satunya Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Sultra, Abdullah Alhadza.
Menurutnya, sistem zonasi ini sebenarnya bertujuan meluruskan niat masyarakat untuk memasukkan anaknya di sekolah yang dekat dari tempat tinggalnya, dan agar tidak ada lagi sekolah yang difavoritkan.
[artikel number=3 tag=”pendidikan,zonasi”]
Pasalnya, tambah dia, adanya sekolah yang difavoritkan tersebut menjadi peluang terjadinya sogok-menyogok antara pihak sekolah dengan orang tua murid, agar anaknya bisa bersekolah di sekolah favorit itu. Sehingga, dengan adanya sistem zonasi ini diharapkan tidak adanya penumpukan siswa di sekolah yang dianggap favorit oleh masyarakat.
Hanya saja, kata dia, pihak yang merancang sistem zonasi antar kecamatan ini kurang memahami kondisi lingkungan masyarakat, sebab tidak sedikit tempat tinggalnya dekat dari salah satu sekolah, tetapi karena hanya karena berbeda kecamatan, sehingga ia tidak diterima di sekolah tersebut.
“Aturan zonasi ini kan saya rasa masih bersifat hitam putih, jadi kendala-kendala yang terjadi di lapangan bisa diselesaikan di tingkat Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal ini Dinas Pendidikan setempat. Tentu, setiap kebijakan dan aturan akan ada koreksi-koreksinya yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan yang terjadi, namun yang harus dijaga jangan sampai ada pertengkaran, tetapi dapat dibicarakan secara baik-baik,” katanya saat dihubungi via telepon, Selasa (25/6/2019).
Reporter : Fitrah Nugraha
Editor: Rani