KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sulawesi Tenggara (Sultra), Stasiun Klimatologi Konawe Selatan (Konsel) mendeteksi 30 titik panas di Sultra pada puncak musim kemarau. Berdasarkan catatannya, wilayah di Sultra telah memasuki musim kemarau yang sebelumnya diperkirakan berlangsung pada Agustus hingga September 2024.
Kepala BMKG Sultra, Stasiun Klimatologi Konsel, Aris Yunatas mengatakan hampir seluruh wilayah di Sultra telah memasuki musim puncak kemarau.
“Untuk itu, dampak bencana hidrometeorologi kering harus kita antisipasi bersama seperti kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, pola tanam, kebutuhan air bersih dan lainnya,” katanya kemarin di Kendari.
Lebih lanjut, Aris mengatakan pada musim kemarau ini semakin banyak titik panas yang terdeteksi. Ada 30 titik panas yang terdeteksi dengan beberapa kategori.
Berdasarkan pantauan terdapat lima wilayah di Sultra dengan tingkat kepercayaan sedang atau medium sebanyak 29 titik dan tinggi sebanyak 1 titik, sedangkan rendah atau low tidak terdeteksi.
“Titik ini terpantau di Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) di Kecamatan Tinondo, Kolaka Utara (Kolut) di Kecamatan Porehu, Bombana di Kecamatan Rarowatu, Buton, dan Konawe di Kecamatan Bondoala dan Routa,” terangnya.
Ia mengatakan, yang perlu diwaspadai yakni di atas 40 persen kepercayaannya, dan ini pernah terjadi beberapa hari lalu di Bombana khususnya Rawa Aopa.
“Atas persentase tersebut, kami sudah konfirmasi ke BPBD Bombana untuk verifikasi di lapangan, untuk melihat data informasi satelit yang melihat suhu di permukaan,” terangnya.
Berdasarkan data tersebut belum diketahui pasti objek apa yang menyebabkan titik panas tersebut dan perlu adanya verifikasi di lapangan. Menurutnya, titik panas ini bisa di sebabkan karena api, atau daerah yang kawasannya banyak atap seng, itu bisa meningkatkan suhu di suatu wilayah.
Olehnya itu, untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, BMKG bersama Pemprov Sultra khususnya yang berkaitan dengan bidang Karhutla telah menetapkan daerah-daerah mana yang mempunyai histori kebakaran hutan dan lahan.
“Kami imbau masyarakat untuk mewaspadai bencana hidrometeorologi kering khususnya yang tinggal dekat dengan wilayah yang mempunyai histori kebakaran lahan karena musim kemarau diprediksi masih berjalan hingga Oktober 2024,” pungkasnya. (bds)
Reporter: Muh Ridwan Kadir
Editor: Wulan