Sahabuddin Inginkan Pekerja di Kota Kendari Tidak Ada Lagi yang Termarginalkan
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Tak sedikit, pekerja atau buruh di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) masih mendapakatkan perlakuan tidak adil atau kelompok yang termarginalkan dari sistem yang ada. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari, Sahabuddin ketika di wawancara awak media Detiksultra.com, Senin (1/5/2023) kemarin.
Sahabuddin berbicara soal itu, bukan tanpa alasan. Menurutnya, berdasarkan data dan aspirasi yang masuk di DPRD Kota Kendari belakangan ini, banyak pekerja yang mengeluh terkait rasa keadilan yang mereka tak dapatkan dari perusahaan tempat mereka bekerja. Yang dimaksudkan Sahabuddin yakni, mulai dari upah yang tak layak dan tidak sesuai standar upah yang ditetapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari, upah atau pesangon yang tidak terbayarkan serta masalah pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak.
“Beberapa hari terakhir, banyak laporan yang kami dapatkan dari para pekerja dengan persoalan yang hampir sama, mulai PHK sepihak yang dilakukan oleh pengusaha kepada buruh, upah tidak sesuai dan ada juga pekerja yang tidak dibayarkan pesangonnya dan masih banyak laporan di DPRD Kendari,” ujarnya.
Atas kasus yang melibatkan hak pekerja dan kewajiban perusahaan kepada pekerja yang dinilai sangat tidak manusiawi, butuh peran dan ketegasan dari pemerintah melalui Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Kendari dalam menengahi masalah tersebut.
Disnaker tidak hanya menjalankan fungsi keadministrasian, tetapi perlu terus melakukan upaya edukasi kepada perusahaan mengenai hak-hak perusahaan terhadap karyawannya, dengan secara simultan mensosialisasikan kewajiban perusahaan serta kewajiban karyawan pada perusahaan, sesuai yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.
Tidak sampai disitu saja, Sahabuddin kembali menerangkan Disnaker Kota Kendari perlu intens melakukan pengawasan dan monitoring. Tujuannya, agar ketika ada masalah, baik yang mereka terima dari pekerja maupun hasil investigasi dapat diselesaikan secara adil.
Adil dalam artian tidak memberatkan perusahaan dan tidak merugikan pekerja. Harusnya, pinta Sahabuddin, Pemkot Kendari harus lebih berpihak kepada pekerja. Pasalnya, jika dirunut sistem saat ini, yang selalu menjadi korban adalah pekerja.
“Kita ingin Pemkot hadir dan mengakomodir semua kepentingan pekerja. Jangan mereka yang selalu menjadi korban. Pemkot harus memandang, pekerja adalah bagian terpenting dalam sistim perputaran ekonomi kita,” katanya.
Selain itu, Sahabuddin membeberkan, di Kota Kendari khususnya masih banyak pelaku usaha yang belum menerapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK), upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum regional (UMR).
Alasan pelaku usaha, paling berkutat pada persoalan ketidakmampuan secara finansial untuk menerapkan gaji dengan standar UMK, UMP atau UMR. Sahabuddin menegaskan, Pemkot Kendari perlu jeli memandang masalah ini. Jangan karena pernyataan itu, lantas Pemkot Kendari memberikan kelonggaran.
Untuk menyamakan persepsi perusahaan, Pemkot Kendari perlu melakukan uji petik atau menelusuri kebenaran dari laporan perusahaan. Sebab, apa yang dilaporkan soal modal dan keuntungan perusahaan kadang tidak sesuai.
Hal ini tentu, selain menjadi alasan untuk tidak menerapkan upah standar, namun juga dijadikan alasan tidak mendaftarkan karyawannya untuk mendapatkan fasilitas kesehatan dan itu sangat minim sekali. Termasuk, ada beberapa perusahaan yang tidak memberlakukan jam kerja sesuai UU.
“Makanya kita berharap Pemkot Kendari hadir untuk melakukan uji petik dan mengevaluasi para pelaku usaha yang ada di Kota Kendari. Hal ini tidak lain dalam rankga mengurai permasalahan-permasalahan soal yang dialami pekerja,” jelas Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Kendari.
Sahabuddin selaku wakil rakyat di parlemen Kota Kendari berkomitmen akan terus menjalankan fungsinya bersama 34 anggota lainnya sebagai legislator yang mengawasi daripada kinerja Pemkot Kendari.
Untuk itu, di Hari Buruh Internasional atau May Day yang jatuh setiap 1 Mei, menjadi momen untuk mengevaluasi kinerja pengawasan, termasuk kinerja Disnaker Kota Kendari. Apakah sudah dilakukan secara maksimal monitoringnya ke perusahaan atau sebaliknya.
Karena jika itu sudah dilakukan secara maksimal, pasti telihat indikatornya. Utamanya tidak akan ada lagi laporan dari pekerja yang menyoal terkait masalah upah, pembayaran pesangon, jam kerja dan lain-lain.
“Dengan banyaknya kasus, tentu kita sudah dapat menyimpulkan bahwa kinerja Pemkot belum maksimal,” terangnya.
Dengan demikian, politisi Dewan Pengurus Daerah (DPD) II Partai Golkar Kota Kendari itu berharap, kedepannya tidak ada lagi kasus serupa dan kian mempererat hubungan baik antara pekerja dan pengusaha serta terjalinnya kolaborasi perusahaan dan Pemkot Kendari memenuhi kepentingan pekerja.
Terpenting lagi, pekerja bukan lagi sebagai objek penderita, namun dijadikan selaku mitra oleh perusahaan dalam mengembangkan usaha yang dilakoni.
“Triparti ini harus berjalan dengan baik, supaya tak ada lagi yang merasa dirugikan. Kita harapakan kehadiran pemerintah belaku objektif dan ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama bahwa kehadiran pekerja tidak dipandang sebelah mata oleh pemerintah dan perusahaan,” tukasnya (Adv).