Metro Kendari

Pakar Kebudayaan UHO Sebut Pembangunan Patung Halu Oleo Wakili Semua Tokoh di Sultra

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Pakar Kebudayaan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Prof La Niampe mengatakan pembangunan patung Halu Oleo mewakili semua tokoh di Sultra.

Pasalnya, Halu Oleo merupakan orang yang sama dari penyebutan nama La Kilaponto, Murhum dan La Tolaki. Hal ini tertuang dalam terbitan buku yang berjudul Merawat Keberagaman Budaya di Sulawesi Tenggara.

Prof La Niampe memberikan respons positif terhadap rencana pembangunan Patung Haluoleo oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra.

“Haluoleo ini merupakan lambang pemersatu, sehingga langkah Pemprov Sultra dinilai cukup tepat, apalagi nama Haluoleo sangat populer untuk kawasan daratan,” katanya beberapa waktu lalu.

Menurutnya, nama Haluoleo atau Lakilaponto atau Murhum merupakan sama saja, hanya berbeda versi penyebutan.

Artinya nama Lakilaponto dikenal di tanah Muna, di Buton sebutannya Murhum sebagai gelar kesultanannya, Tolaki dikenal sebagai Haluoleo atau Tamalaki.

Menurutnya, terkait dengan pembangunan patung Haluoleo, di manapun dibangun di Sultra ini, semua memiliki hak, terlebih di Konawe maupun di Kendari, tinggal menyesuaikan dengan nama kepopulerannya.

“Harapannya melalui pembangunan patung tersebut nantinya, masyarakat lebih mencintai untuk mempelajari kebudayaan dan mengenal sejarah kebudayaan, termasuk kepada anak cucu,” ungkapnya.

“Apalagi Lakilaponto atau Murhum atau Haluoleo adalah pemimpin dan tokoh pemersatu kerajaan-kerajaan tradisional di Sulawesi Tenggara,” tambahnya.

Sebagai informasi, berdasarkan penelitian salah satu dosen di Kendari pada tahun 2023 terkait Haluoleo, Wealanda dikawini Elulanggai yaitu Sugi Manuru (raja Muna), dari perkawinan itu lahirlah Haluoleo.

Haluoleo lahir di Unaaha (Konawe) dari ibunya bernama Wealanda (Raja Konawe) dan ayahnya bernama Elulanggai (Sugi Manuru) yaitu Raja Muna.

Murhum, selain memiliki nama Lakilaponto dan Haluoleo, dikenal pula beberapa nama dan gelar. Namun, nama-nama dan gelar ini kurang populer di kalangan masyarakat Sulawesi Tenggara saat ini. (bds)

 

Reporter: Muh Ridwan Kadir
Editor: Biyan

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button