Pendidikan

Aswan Zanynu: Framing Tentang Corona Berdampak Kepanikan dan Kebodohan Reaksioner

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Dalam beberapa pekan terakhir, media makin tak sabar memburu sumber yang bisa menyampaikan informasi tentang virus corona yang menyebar cepat ke penjuru dunia. Tak ketinggalan media massa lokal di Sulawesi Tenggara.

“Media massa punya tanggung jawab kepada publik untuk memberikan edukasi tentang corona, bukan terjebak pada kepanikan seperti saat ini,” ungkap Aswan Zanynu, pengajar Jurnalistik di Jurusan Komunikasi UHO Kendari.

Muhammad Aswan Zanynu adalah pengajar dan peneliti yang menyelesaikan studi S1 dan S2 program Komunikasi Massa di Universitas Hasanuddin Makassar (tahun 1997 dan tahun 2002) dan menyelesaikan studi S3 pada Program Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (2019).

Sosok ini dikenal juga sebagai konsultan media massa dan trainer jurnalisme, film, serta penyiaran yang menaruh minat pada isu sejarah dan politik, sosial dan gender, serta lingkungan.

Karena kesibukkan dalam aktivitasnya, Detiksultra.com hanya bisa mewawancarainya lewat sambungan telepon.

Berikut tanya-jawabnya :

Bagaimana peran media massa (lokal) dalam membentuk opini publik tentang virus corona?
Harus dipikirkan, format, sudut pandang, angel pemberitaan di meja redaksi yang tidak hanya fokus pada peristiwa tetapi juga pada mitigasi soal pemberitaan tentang virus corona.

Maksud anda dengan mitigasi bagaimana?
Selama ini cara berpikir media massa hanya fokus pada suatu peristiwa tanpa pernah berpikir panjang tentang upaya mitigasi pencegahan dan bagaimana agar hal itu tidak terjadi.

Akibatnya menimbulkan “kebodohan” menurut saya tentang tindakan atau peristiwa dalam menyikapi persoalan virua corona.

Saya berikan contoh bagaimana masyarakat melakukan “borong” bahkan menimbun masker karena kepanikan akan virus corona. Padahal kita semua tahu penyebaran virus corona bukan melalui udara, namun melalui kontak langsung dengan si penderita. Inilah kebodohan yang saya maksud.

Dan media ikut serta dalam mengejar peristiwa seperti ini?
Media massa secara tidak sadar turut meng ‘amplified’ (membesar-besarkan) kondisi ini tanpa pernah sekalipun mengejar aspek mitigasi berupa pengetahuan layaknya peran media yang berfungsi adukasi kepada publik.

Tetapi media massa punya alasan bahwa yang diberitakan demi kepentingan dan kenyaman publik akan ancaman corona?
Iya…sudah bukan rahasia lagi kalau media massa (lokal) lebih fokus pada kecepatan tayang tanpa pertimbangan kelengkapan, akurasi.

Ada contoh dimana media massa memberitakan tentang pasien yang diduga mengidap corona di RS Bahteramas, namun hasilnya negatif. Inilah salah satu contoh kepanikan luar biasa yang juga berdampak pada publik.

Atau jangan sampai kepanikan itu mulai terjadi pada level pemegang otoritas?
Sudah bukan rahasia lagi kalau negara pernah ditegur oleh lembaga kesehatan dunia (WHO) tentang penyataan bahwa Indonesia “zero corona”.

Dan teguran itu betul secara realitas hari ini. Disitulah kepanikan dimulai yakni dari pemerintah (daerah), media massa, dan kepada publik.

Berarti pemberitaan hari ini hanya membentuk framing yang buruk?
Kecepatan tanpa kelengkapan data menjadi sumber kepanikan yang melahirkan tindakan “bodoh” seperti masker dan hand sanitizer yang langka.

Lantas bagaimana dengan selera publik, mungkin berita seperti ini yang diinginkan publik di daerah?
Itu hal normatif saat publik tertarik dengan hal hal yang syur, prostitusi, darah, dan berita “yellow” lainnya, tapi media punya peran dan tanggung jawab sosial kepada publik.

Ibarat anak kecil yang ingin jajan permen dan kembang gula, media berperan sebagai lembaga edukasi yang menjelaskan bahwa permen dan kembang gula bisa menyebabkan sakit gigi.

Apakah ini realistis atau hanya sekedar teori?
Ingat ya…mengapa jurnalis dan media massa punya akses akan informasi ke presiden, gubernur serta pejabat lainnya, akses ini tidak saya dapatkan meskipun sebagai dosen, direktur atau lembaga profesi lainnya, karena media massa dan jurnalis adalah representatif dari kepentingan publik sesuai dengan UU Pers, UU Penyiaran, hingga Pedoman Pemberitaan Media Siber.

Jadi jangan salahkan amanah ini!

Lantas catatan penting yang dapat dilakukan media massa (lokal) khususnya dalam hal ini?
Dampak dari media informasi menimbulkan kepanikan yang bersifat reaksioner. Media harus mengutamakan kelengkapan data dan informasi sebagai upaya untuk mitigasi.

Pemerintah (daerah) juga harus bisa keluar dari kepanikan. Tidak semua pihak berlomba lomba tampil dimedia massa untuk memberi pernyataan tentang corona, terlebih lagi jika menyangkut kondisi pasien tertentu.

Harus ada semacam ‘satu suara’ dalam menyikapi masalah ini dan informasi yang disampaikan ke media massa harus melalui ‘satu suara’ juga agar tidak berkembang menjadi kepanikan terus menerus.

Reporter: Qs
Editor: Haikal

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button