Hasil Musyawarah Adat Moronene Dapat Legitimasi dari Sultan Buton, Raja Moronene Rumbia ke-VII Resmi Turun Tahta

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Rumpun keluarga besar Mokole Moronene Rumbia bersama Ketua Panitia Musdat Muh. Mardhan, melakukan silaturahmi dan melaporkan hasil Musdat ke kediaman Sultan Buton pada (4/6/2025). Selaku Ketua Panitia Musdat, Muh. Mardhan, mengatakan, kedatangan kami ke Kediaman Kesultanan Buton disambut hangat secara adat oleh Sultan dan Para Pembesar Kesultanan Buton.
“Tujuan kami jelas untuk menyampaikan dan meneruskan hasil keputusan dari musyawarah adat (Musdat) Rumpun Keluarga Besar Kerajaan Moronene Keuwia pada tanggal 1 Juni Tentang pembekuan/pemakzulan status Pauno Rumbia ke-VII”, ungkap Muh. Madhan.
Setelah menyampaikan maksud tujuan kami dan kronologis yang telah terjadi di Kerajaan Moronene Rumbia. Pihak Kesultanan akhirnya menyetujui Surat Keputusan Lembaga Adat Moronene ttg Pemakzulan Raja Moronene Rumbia ke-VII dan menyampaikan kepada Kekuarga Mokole Moronene Rumbia untuk segera mempersiapkan penobatan Raja selanjutnya (Raja Moronene Rumbia ke-IIX).
“Mencabut/membekukan status jabatan Pauno Rumbia ke-VII/Raja Moronene Rumbia atas nama Alfian Pimpie dan membatalkan seluru produk hukum sosial yang pernah di buat oleh Pauno Rumbia ke-VII yang bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku di negara kesatuan republik indonesia”, ujar Paduka Y.M. Sultan Buton, La Ode Muhammad Kariu.
Lanjutnya, menyerahkan sepenuhnya wewenang kepada keluarga besar Kerajaan/Mokole Moronene Keuwia, Rumpun Bonto, serta Limbo agar dalam satu waktu yang sesingkat-singkatnya melalui wadah (LAM) ini menyelengarakan hal-hal yang di perlukan guna pergantian Mokole Alfian Pimpie.
Baca Juga : Lestarikan Bahasa Moronene, Kantor Bahasa Sultra Gelar Pelatihan Guru Master
Sebelumnya, Rumpun Keluarga Besar Moronene Keuwia resmi mencabut kepemipinan Raja Alfian Pimpie sebagai Pauno Rumbia ke-VII, setelah dua kali mangkir dari musyawarah besar adat yang diadakan di rumah Adat Rahampu’u, Taubonto, Kecamatan Rarowatu, Minggu (1/6/2025).
Keputusan ini mutlak diambil secara musyawarah oleh rumpun keluarga besar Moronene Keuwia atas tudingan pelanggara adat dan dugaan keterlibatan atas jual beli tanah di wilayah adat Moronene.
Selaku inisiator musyawara adat, Muh Mardhan mengatakan “Kami selaku keluarga besar Moronene Keuwia merasa sangat dirugikan, ini soal moral dan mertabat kerajaan, dengan adanya tindakan yang tidak bermoral dan tidak menghargai adat istiadat kerajaan Moronene Keuwia kami masyarakat tidak tinggal diam hak-hak kami diinjak atas nama gelar,” ujarnya.
“Kami sudah melakukan dua kali pemanggilan terhadap Alfian Pimpie yakni pada tanggal (22/5/2025) dan tanggal (1/6/2025) tapi tidak pernah hadir”, imbuh Muh. Mardhan.
Muh. Mardhan, Alfian Pimpie menjadi aktor utama dalam sejumlah kasus yang sangat serius seperti, dari penerbitan surat tanah tanpa adanya dasar adat.
Baca Juga : Moronene, Tolaki, Muna, dan Buton, Empat Etnik Lokal Suku Terbesar Sulawesi Tenggara
“Kami mempunyai bukti kuat dan kami juga memiliki rekaman suara dari Alfian Pimpie yang membuktikan dirinya terlibat dalam transaksi jual beli lahan di SP9, Rarowatu Utara”, ungkapnya.
Masalah ini semakin kuat karna adanya laporan polisi atas dugaan penipuan jual beli tanah yang menyeret nama Alfian Pimpie.
“Dengan dugaan kuat dan laporan polisi serta dua kali mengkir dalam pertemuan musyawarah adat Moronene Keuwia maka masyarakat semakin yakin bahwa dia sudah tidal layak menyandang status sebagai Raja Pauno Rumbia ke-VII”, ujar Muh. Mardhan.
Sementara itu, Yunus selaku Ketua Musyawarah Adat, mengatakan, gelar Pauno bukan sekedar hiasan atau simbol melainkan itu adalah amanah, jika di salah gunakan maka rakyat berhak mencabutnya.
Dalam keputusan tegas, musyawarah juga menyerukan pencabutan Surat Keputusan pengangkatan Alfian Pimpie sebagai Raja Rumbia ke-VII oleh Kesultanan Buton.
Rumpun keluarga bahkan menyatakan penolakan penuh terhadap segala maklumat dan klaim Alfian yang mengatasnamakan Kerajaan Moronene Rumbia.
“Langkah ini bukan sekedar simbolik, akan tetapi penegasan kuasa adat, bahwa kedaulatan tak lagi berpihak pada gelar semata, melainkan pada keberpihakan terhadap rakyat adat dan nilai-nilai luhur”, ungkap yunus.
Musyawarah tersebut juga memutuskan pembentukan Dewan Adat Kerajaan Moronene Keuwia, lembaga transisi yang akan memimpin penataan ulang sistem adat, termasuk pemetaan wilayah ulayat dan proses pemilihan raja pengganti.
Kondisi ini menandai era baru dalam dinamika politik adat Bombana. Dimana rakyat adat mengambil kembali kendali atas warisan mereka, setelah merasa dikhianati oleh sosok yang mereka angkat sendiri.
“Kerajaan harus kembali jadi penjaga nilai, bukan instrumen kuasa pribadi. Ini bukan pemberontakan, tapi penyelamatan,” tutupnya. (kjs)
Reporter: Dandy