Hukum

Pengamat Hukum Pertanyakan Perkara Korupsi Jembatan Cirauci II Butur Tak Libatkan Pejabat

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Perkara korupsi Jembatan Cirauci II, Kabupaten Buton Utara (Butur), yang bersumber dari DIPA Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) 2021, dengan nilai anggaran Rp2,1 miliar telah sampai pada tahap vonis.

Dua terdakwa, Direktur CV Anoa Bela, Terang Ukoras Sambiring dan peminjam bendera alias pemilik proyek Jembatan Cirauci II Butur, Rahmat, telah dihukum masing-masing tiga tahun pidana badan, dikurangi masa penahanan, dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan penjara. Putusan vonis bersalah tersebut diketuk Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kota Kendari, pada Selasa (23/07/2024) lalu.

Meski perkara ini telah selesai dengan putusan majelis hakim, namun meninggalkan pertanyaan besar dari beberapa pihak. Salah satunya datang dari pengamat hukum, Dr. La Ode Bariun. Bukan menyoroti soal vonis masa hukumaan terdakwa, tetapi hal yang berkaitan dengan tidak satupun dari penyelenggara atau pejabat negara yang terlibat dalam kasus ini.

Ia mengatakan, jika diliat dari kaca mata hukum tindak pidana korupsi, setiap kasus korupsi, apalagi telah dinyatakan sudah ada kerugian negara didalamnya, maka pihak yang terlibat ada dua, yakni unsur pejabat negara selaku penyedia, dan pihak kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut.

“Yang namanya tindak pidana korupsi tidak bisa hanya satu pihak saja, banyak pihak yang pasti terlibat, ada penyedia rekanan. Kalau hanya rekanan, itu ada keanehan, jadi secara teknis ada PPK, pengawas, perencanannya dan seterusnya,” ujarnya kepada awak media ini, Selasa (30/07/2024).

Apalagi menurutnya, tersiar soal surat dakwaan yang menyeret nama Mantan Kadis SDA dan Bina Marga, Burhanuddin, disebut turut serta, sebagaimana di surat dakwaan dua terdakwa nomor PDS-05/RP-9/P.313/Ft.1/02/2024 dan PDS-4/RP-9/P.3.13/Ft.1/02/2024, tertanggal 24 Maret 2024.

Sehingga kata dia, justru bola liarnya ada di aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, yang menangani perkara ini, sampai dilimpahkan ke PN Tipikor Kota Kendari.

“Kalau dari fakta-fakta sidang sudah ada dugaan, berarti tinggal jaksa saja yang membuktikannya dalam persidangan. Jika jaksa tidak dapat membuktikan itu, sangat ironi kalau hanya wiraswasta yang terlibat,” ungkapnya.

Kembali ditegaskannya, penyedia dan rekanan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan di setiap perkara korupsi. Banyak kasus yang kemudian menyeret pejabat publik, karena kelalaiannya dan kurangnya pengawasan.

Sebab, Direktur Pasca Sarjana Hukum Universitas Sulawesi Tenggara (Sultra) ini menilai, walaupun dalam pelaksanaannya, pejabat negara melakukan teguran kepada rekanannya, perihal pengerjaan jembatan yang belum memenuhi target volume, mestinya itu menjadi celah untuk menyeret pejabat terkait.

“Apalagi sudah ada kerugian negara, tidak ada artinya peringatan kalau sudah sampai tiga kali, tetapi tetap juga tidak ada penyelesaian, sama saja cuci tangan. Karena pengawasannya tidak jalan, berarti penyedianya juga pasti terlibat,” tukasnya. (bds)

 

Reporter: Sunarto
Editor: Wulan

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button