Diduga Langgar Etik, Ka. Pengadilan Negeri Kendari dilaporkan Ke Mahkamah Agung & Komisi Yudisial
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Diduga melakukan pelanggaran etik prilaku hakim dalam urusan perdata, tiga hakim Pengadilan Negeri Kendari, yakni Ka. Pengadilan Negari Kendari (RS), dan dua hakim lainnya (KT) dan (AW) bersama panitera pengganti DZ telah dilaporkan ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Pelaporan diajukan oleh RM yang didampingi oleh kuasa hukumnya, Helmex Alex Sebastian Tampubolon yang telah diterima pihak MA dan KY pada 21 Januari 2020 lalu.
Hal tersebut telah dikonfirmasi oleh kuasa hukum RM yang membenarkan pelaporan tersebut.
“benar kita sudah laporkan kepengawasan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, untuk ditindaklajuti, yang mana ketiga hakim, bersama satu panitera telah diduga melakukan penyimpangan dalam memutuskan perkara,” terangnya, Rabu (5/2/2020).
Dalam Kasus Perdata No: 13/Pdt.G/2019/PN.Kdi, bermula ketika tiga orang hakim yang dipimpin RS menyidangkan kasus perdata terkait Rapat Umum Pemilik Saham (RUPS) PT Duta Tambang Gunung Perkasa (DTGS).
Menurut Helmax, sejak awal gugatan ini, dinilai telah cacat hukum dan tidak dapat diterima untuk disidangkan alias niet on vankelijke verklaard (NO), sebab, penggugat yakni Thomas, Citra Hartarto adalah Komisaris, bukan sebagai direktur PT Petro Indah Indonesia (PII) sehingga tidak memiliki kedudukan hukum sebagai penggugat.
“Dimana PT PII sendiri merupakan pemegang saham untuk PT DTGS sebagai badan hukum bersama Rinrin secara individu,” bebernya.
Adapun persidangan perdata yang ditangani ketiga hakim tersebut menurutnya ada empat point yang dianggap menyalahi kode etik dan prilaku hakim pada persidangan.
“Pertama, RM sebagai tergugat berdomisili di Jakarta Selatan, yang mana saham yang dibelinya berlokasi di Kendari, sementara penggugat berdomisili di Jakarta Utara. Dengan demikian gugatan perkara ini (a quo) seharusnya didaftarkan sesuai dengan domisili tergugat yaitu di Jakarta Selatan bukan di Kendari,” paparnya.
Dari hal tersebut, seharusnya gugatan atas kliennya dinyatakan tidak dapat diterima oleh PN Kendari dengan status N.O dengan kewenangan judex factie.
“Kedua yaitu penggugat hanya memohonkan tiga hal ke PN Kendari, akan tetapi ketiga hakim yang menangani malah memutuskan empat hal, yang dimana itu bukan wewenang hakim. Dengan demikian asas ultra petita, yang mana hakim menjatuhkan putusan perkara atas perkara yang tidak dituntut atau dimohonkan,” ungkapnya.
“Majelis Hakim PN Kendari malah menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut, itu adalah ultra petita, melebihi dari yang diminta.” Ujarnya.
BACA JUGA :
Dan lebih aneh lagi menurutnya, terkait jadwal persidangan pada tanggal 6 November 2019 telah dilaksanakan sidang permusyawaratan hakim, sedangkan pada tanggal 28 November hingga 9 Desember 2019 masih ada agenda persidangan,” lanjutan.
Jelaslah bahwa hal-hal tersebut sangat tidak wajar, yang mana seharusnya sidang permusyawaratan hakim dilakukan apabila seluruh acara atau agenda persidangan sudah selesai terlebih dahulu.
Atas permasalahan ini, pihaknya berharap melalui MA dan KY, ketiga hakim dan seorang panitera persidangan tersebut dapat diperiksa.
“tinggal menunggu perkembangan laporan yang sudah kami masukkan, harapannya agar dapat ditindak tegas,” jelasnya.
Adapun Hakim terlapor, KT ketika dikonfirmasi tentang aduan ini mengungkapkan, pihaknya mempersilahkan pelapor dan kuasa hukumnya mengajukan laporan tersebut, pihaknya siap menghadapi pemeriksaan dari MA dan KY.
“Intinya kami sudah menjalankan persidangan sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang ada, jadi silahkan dilaporkan. kami siap menyerahkan laporan tersebut jika diproses oleh MA dan KY,” pungkasnya.
Reporter: Gery
Editor: Qs