Metro Kendari

PPB HMI Minta Larangan Ekspor Batu Bara Hanya Berlaku Untuk Para Emiten Yang Tak Penuhi DMO

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) memberikan respon positif terkait diberlakukannya larangan ekspor batu bara oleh pemerintah.

Ketua Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba PB HMI, Muhamad Ikram Pelesa menilai pelarangan ekspor batu bara yang diterapkan pemerintah merupakah langkah yang tepat dalam rangka menggenjot pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) para emiten batubara, sebab pasokan serta kondisi persediaan batu bara di PLTU dan Independent Power Producer (IPP) PLN dinilai sangatlah rendah.

Sebab, kelalaian para emiten (Badan usaha) batu bara tidak memenuhi kuota DMO merupakan penyebab utama rendahnya persediaan dan pasokan batu bara untuk ketenagalistrikan dalam negeri.

“Kami menilai pelarangan ekspor batubara merupakan langkah tepat yang diambil pemerintah, harapan kami ketegasan ini diberlakukan sebagai sanksi kepada setiap emiten batubara yang tidak memenuhi kuota DMO nya”, ujar dia dalam rilis yang diterima Detiksultra.com, (3/1/2022).

Ikram mengatakan ketidakpatuhan para emiten batubara terhadap pemenuhan kuota DMO dalam negeri telah memberikan dampak yang luar biasa, utamanya dalam hal kerugian negera.

“Selama ini negara mengalami kerugian pada kegiatan pertambangan batubara utamanya pada sektor ketenagalistrikan. Ketika para emiten batubara tidak memenuhi kuota DMO nya maka pemerintah pasti melakukan impor demi memenuhi kebutuhan batubara dalam negeri, nah ketika itu terjadi maka ada biaya yang akan dikeluarkan pemerintah untuk menutupi kebutuhan PLN,” katanya.

Ia bahkan menyayangkan realisasi penyerapan DMO batubara dari pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sampai Oktober 2021 hanya sebesar 41,77 juta ton dari kewajiban alokasi DMO sebesar 66,06 juta ton.

Dengan demikian negara kekurangan pasokan batubara dalam negeri pada sektor ketenagalistrikan sebesar 24,29 juta ton

Diterangkannya, para emiten batu bara dengan jenis kontrak PKP2B sampai pada Oktober 2021 kemarin tidak memenuhi pasokan batu bara dalam negeri.

Dimana kewajiban volume DMO seharusnya 66 juta MT, namun realisasinya hanya sebesar 41,7 juta MT. Pada akhirnya negara mengalami kekurangan pasokan batu bara dalam negeri sebesar 24,29 Juta ton. Sehingga selisih inilah yang mesti ditanggung oleh negara.

Dari kekurang pasokan batubara yang dialami pemerintah, pihaknya lalu mencoba menghitung kerugian negara melalui Harga Batu Bara Acuan (HBA) bulan Desember 2021 sebesar US$ 159,79 per ton.

Untuk menghitung kerugian negara maka harga ekspor batu bara pada update terakhir dikurangi harga listrik umum US$70 per ton menjadi US$89,79.
Jumlah itu kemudian dikalikan dengan volume kekurangan pasokan sesuai kontrak.

“Jika dikonversi dalam kurs rupiah menjadi 14.382 Jumlah ini kemudian dikalikan dengan volume kekurangan pasokan sesuai kontrak sebesar 24.290.000 ton, maka kekurangan DMO yang ditimbulkan senilai 31.3 Triliun, inilah nilai yang dikeluarkan negara untuk menutupi pasukan batubara disektor ketengalistrikan dalam negeri,” urainya pria Kelahiran Konawe itu.

Akibat dari itu, kekurangan DMO batubara disektor ketengalistrikan akan berimbas pada naiknya tarif dasar listrik, akibat biaya produksi PLN yang membengkak karena tidak terpenuhinya target pasokan batubara, sehingga langkah yang sangat efisien yang dilakukan oleh PLN adalah menaikan harga listrik komersil, sehingga pihaknya meminta Pemerintah untuk tetap memberlakukan pelarangan ekspor sebelum para emiten melunasi kekurangan DMO

“Pemerintah harus melihat ini dari hulu kebocoran biaya produksi, harus tegas dalam pelarangan ekspor, mesti melihat apakah emiten tersebut telah memenuhi DMO, karena imbasnya pasti jatuh ke masyarakat, bagaimana mungkin rakyat dibebankan untuk menutupi kerugian akibat kekurangan pasokan batubara yang dilakukan oleh para emiten, ini seolah negara dan kita diperbodohi oleh para produsen batubara itu. Untuk itu kami minta pemerintah untuk tetap memberlakukan pelarangan ekspor sebelum para emiten melunasi kekurangan DMO,” jelas dia.

Termasuk dalam menanggapi perpanjangan izin PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang telah berakhir 31 Desember 2021, Ikram menambahkan pemerintah untuk menolak perpanjangan sebelum membayar denda kekurangan DMO.

Ia menguraikan bahwa berdasarkan data PLN emiten batubara tersebut juga tidak memenuhi pasokan batubara dalam negeri disektor ketenagalistrikan, dimana volume DMO yang seharusnya dipenuhi adalah sebesar 14,45 juta ton tetapi yang baru dipenuhi adalah 8,8 juta ton.

Artinya negara harus menutupi kekurangan pasokan PT. KPC sebesar 5,65 juta ton, jika dikonversikan dengan harga batubara acuan dan Kurs Dolar perhari ini mengakibatkan kerugian sebesar 7,2 Triliun

“Kami juga minta perusahaan tersebut tidak diperpanjang izinnya sebelum membayarkan denda kekurangan volume DMO disektor ketenagalistrikkan sebesar 7,2 Triliun, meminta pemerintah untuk tidak memperpanjang izin PT KPC, sekaligus meminta pertanggungjawaban perusahaan tersebut kepada negara atas dugaan pencemaran lingkungan, Dugaan pelanggaran HAM dan kegiatan reklamasi penutupan lobang tambang yang tidak dilakukan hingga menelan korban jiwa,”  tutupnya.

Reporter: Sunarto
Editor: J. SakiB HMI Minta Larangan Ekspor Batu Bara
Hanya Berlaku Untuk Para Emiten Yang Tak Penuhi DMO

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) memberikan respon positif terkait diberlakukannya larangan ekspor batu bara oleh pemerintah.

Ketua Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba PB HMI, Muhamad Ikram Pelesa menilai pelarangan ekspor batu bara yang diterapkan pemerintah merupakah langkah yang tepat dalam rangka menggenjot pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) para emiten batubara, sebab pasokan serta kondisi persediaan batu bara di PLTU dan Independent Power Producer (IPP) PLN dinilai sangatlah rendah.

Sebab, kelalaian para emiten (Badan usaha) batu bara tidak memenuhi kuota DMO merupakan penyebab utama rendahnya persediaan dan pasokan batu bara untuk ketenagalistrikan dalam negeri.

“Kami menilai pelarangan ekspor batubara merupakan langkah tepat yang diambil pemerintah, harapan kami ketegasan ini diberlakukan sebagai sanksi kepada setiap emiten batubara yang tidak memenuhi kuota DMO nya”, ujar dia dalam rilis yang diterima Detiksultra.com, (3/1/2022).

Ikram mengatakan ketidakpatuhan para emiten batubara terhadap pemenuhan kuota DMO dalam negeri telah memberikan dampak yang luar biasa, utamanya dalam hal kerugian negera.

“Selama ini negara mengalami kerugian pada kegiatan pertambangan batubara utamanya pada sektor ketenagalistrikan. Ketika para emiten batubara tidak memenuhi kuota DMO nya maka pemerintah pasti melakukan impor demi memenuhi kebutuhan batubara dalam negeri, nah ketika itu terjadi maka ada biaya yang akan dikeluarkan pemerintah untuk menutupi kebutuhan PLN,” katanya.

Ia bahkan menyayangkan realisasi penyerapan DMO batubara dari pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sampai Oktober 2021 hanya sebesar 41,77 juta ton dari kewajiban alokasi DMO sebesar 66,06 juta ton.

Dengan demikian negara kekurangan pasokan batubara dalam negeri pada sektor ketenagalistrikan sebesar 24,29 juta ton

Diterangkannya, para emiten batu bara dengan jenis kontrak PKP2B sampai pada Oktober 2021 kemarin tidak memenuhi pasokan batu bara dalam negeri.

Dimana kewajiban volume DMO seharusnya 66 juta MT, namun realisasinya hanya sebesar 41,7 juta MT. Pada akhirnya negara mengalami kekurangan pasokan batu bara dalam negeri sebesar 24,29 Juta ton. Sehingga selisih inilah yang mesti ditanggung oleh negara.

Dari kekurang pasokan batubara yang dialami pemerintah, pihaknya lalu mencoba menghitung kerugian negara melalui Harga Batu Bara Acuan (HBA) bulan Desember 2021 sebesar US$ 159,79 per ton.

Untuk menghitung kerugian negara maka harga ekspor batu bara pada update terakhir dikurangi harga listrik umum US$70 per ton menjadi US$89,79.
Jumlah itu kemudian dikalikan dengan volume kekurangan pasokan sesuai kontrak.

“Jika dikonversi dalam kurs rupiah menjadi 14.382 Jumlah ini kemudian dikalikan dengan volume kekurangan pasokan sesuai kontrak sebesar 24.290.000 ton, maka kekurangan DMO yang ditimbulkan senilai 31.3 Triliun, inilah nilai yang dikeluarkan negara untuk menutupi pasukan batubara disektor ketengalistrikan dalam negeri,” urainya pria Kelahiran Konawe itu.

Akibat dari itu, kekurangan DMO batubara disektor ketengalistrikan akan berimbas pada naiknya tarif dasar listrik, akibat biaya produksi PLN yang membengkak karena tidak terpenuhinya target pasokan batubara, sehingga langkah yang sangat efisien yang dilakukan oleh PLN adalah menaikan harga listrik komersil, sehingga pihaknya meminta Pemerintah untuk tetap memberlakukan pelarangan ekspor sebelum para emiten melunasi kekurangan DMO

“Pemerintah harus melihat ini dari hulu kebocoran biaya produksi, harus tegas dalam pelarangan ekspor, mesti melihat apakah emiten tersebut telah memenuhi DMO, karena imbasnya pasti jatuh ke masyarakat, bagaimana mungkin rakyat dibebankan untuk menutupi kerugian akibat kekurangan pasokan batubara yang dilakukan oleh para emiten, ini seolah negara dan kita diperbodohi oleh para produsen batubara itu. Untuk itu kami minta pemerintah untuk tetap memberlakukan pelarangan ekspor sebelum para emiten melunasi kekurangan DMO,” jelas dia.

Termasuk dalam menanggapi perpanjangan izin PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang telah berakhir 31 Desember 2021, Ikram menambahkan pemerintah untuk menolak perpanjangan sebelum membayar denda kekurangan DMO.

Ia menguraikan bahwa berdasarkan data PLN emiten batubara tersebut juga tidak memenuhi pasokan batubara dalam negeri disektor ketenagalistrikan, dimana volume DMO yang seharusnya dipenuhi adalah sebesar 14,45 juta ton tetapi yang baru dipenuhi adalah 8,8 juta ton.

Artinya negara harus menutupi kekurangan pasokan PT. KPC sebesar 5,65 juta ton, jika dikonversikan dengan harga batubara acuan dan Kurs Dolar perhari ini mengakibatkan kerugian sebesar 7,2 Triliun

“Kami juga minta perusahaan tersebut tidak diperpanjang izinnya sebelum membayarkan denda kekurangan volume DMO disektor ketenagalistrikkan sebesar 7,2 Triliun, meminta pemerintah untuk tidak memperpanjang izin PT KPC, sekaligus meminta pertanggungjawaban perusahaan tersebut kepada negara atas dugaan pencemaran lingkungan, Dugaan pelanggaran HAM dan kegiatan reklamasi penutupan lobang tambang yang tidak dilakukan hingga menelan korban jiwa,”  tutupnya. (Bds*)

Reporter: Sunarto
Editor: J. Saki

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button