Metro Kendari

Soal Penambangan Nikel PT WIN di Area Pemukiman Warga, Ridwan Bae: Harus Dicabut Izinnya

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Ridwan Bae, ikut menyoroti aktifitas penambangan nikel PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) di area pemukiman di Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Ridwan Bae turut menyayangkan PT WIN yang memaksakan diri menambang di wilayah pemukiman masyarakat. Menurutnya, mestinya perusahaan tidak hanya melihat dari sisi ekonomi saja. Melainkan perlu juga mempertimbangkan dampak lingkungan.

Dimana, masyarakat setempat yang akan menjadi korban akibat dampak lingkungan yang nantinya ditimbulkan dengan adanya aktifitas penambangan tersebut.

Menurut Ridwan Bae, Presiden Joko Widodo pernah menyinggung terkait konflik penambangan dengan masyarakat. Bila lebih banyak menimbulkan keresahan, mending izin perusahaan dicabut.

“Saya kira ada videonya Pak Joko Widodo itu, jelas-jelas bahwa kalau sudah didiami tahunan yang ada disitu oleh masyarakat, maka yang harus dipertimbangkan untuk dicabut adalah izinnya daripada menimbulkan masalah di tengah masyarakat sendiri,” ungkapnya kepada awak media saat ditemui di Kendari, Minggu (1/10/2023).

Lebih lanjut, legislator Daerah Pemilihan (Dapil) Sultra ini menyatakan bahwa yang perlu digarisbawahi yakni pernyataan presiden adalah representatif daripada pelaksanaan UU itu sendiri.

Apalagi, didalam perundang-undangan sudah sangat jelas yang mana setiap aktifitas penambangan, khususnya di area pemukiman warga telah diatur jaraknya. Tujuannya, meminimalisir dampak daripada penambangan itu sendiri.

“Saya fikir kita berpegang saja pada bicara seorang presiden, karena bicara seorang presiden sama dengan UU dan itu harus ditindaklanjuti sebenarnya,” katanya.

Ia berharap, aparat penegak hukum (APH) khususnya Kepolisian Daerah (Polda) Sultra dapat menindaklanjuti persoalan yang terjadi ditengah masyarakat Desa Torobulu.

“Iya harus dicabut itu, selama tidak sepakat dengan masyarakat dan saya kira polisi sudah tahu pelanggaran-pelanggaran itu,” katanya.

Direktur Eksekutif Walhi Sultra, Andi Rahman sebelumnya menjelaskan penambangan di area pemukiman warga, ada banyak yang akan ditimbulkan terkait dampak lingkungannya.

Ia menyebutkan, dampak negatif yang nantinya ditimbulkan misal debu akibat pengerukkan tanah. Kemudian ancaman terjadinya banjir dan longsor ketika memasuki musim hujan.

Akibat dampak ini tentu menurut dia dapat membahayakan nyawa masyarakat yang berada di daerah-daerah penambangan tersebut, khususnya masyarakat Desa Torobulu. Dengan kondisi ini, tentu banyak menyalahi aturan perundang-undangan.

Misal sebut dia, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan, bahwa jarak minimal tepi galian lubang tambang dengan pemukiman warga adalah 500 meter.

Aturan lainnya, terdapat pada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur hak-hak masyarakat terhadap lingkungan hidup ataupun terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Salah satunya Pasal 65 yang mengatur hak setiap orang atas lingkungan hidup.

“Kalau dia punya Amdal, tinggal kita cek apakah Amdalnya itu memperbolehkan menambang dekat pemukiman atau seperti apa. Tapi sepengetahuan saya di Amdal itu sudah diatur jarak sebagaimana diatur di dalam UU,” ucapnya.

Terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Konsel, Suyetno mengatakan, pihaknya tidak membenarkan adanya aktifitas penambangan PT WIN di area pemukiman warga.

“Secara pribadi dan institusi ya tidak dibenarkan, masuk diperkampungan menambang, ada rumah warga dan akan mengganggu aktifitas masyarakat. Makanya PT WIN ini indikasi pelanggaran kuat, karena kegiatan menambangnya meresahkan masyarakat,” tuturnya.

Ia pun mewanti-wanti, apabila terbukti PT WIN melanggar ketentuan perundang-undangan dan membuat masyarakat tidak nyaman akibat aktifitas mereka, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan merekomondasikan ke Gakkum KLHK agar dilakukan penindakan secara administrasi maupun pidana.

Sebagaimana mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup di Pasal 100 ayat (1) dengan bunyi, setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.

Sementara, Kepala Teknik Tambang (KTT) PT WIN, Iman yang dihubungi awak media ini mengatakan bahwa pihaknya memiliki dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal).

“Ada Amdal kami,” singkatnya.

Namun, ketika ditanya lebih lanjut apakah didalam dokumen Amdal membolehkan penambangan dengan jarak yang tidak lebih dari 100 meter dari pemukiman warga, KTT PT WIN itu tak menjawab.

Sebelumnya, beredar sebuah video yang mempertontokan sejumlah emak-emak menghadang alat berat yang sedang melakukan aktifitas penambangan di lokasi IUP PT WIN. Emak-emak itu datang dan meminta aktifitas dihentikan, karena menyangkut dampak yang akan ditimbulkan. (bds)

Reporter: Sunarto
Editor: Wulan

Baca Juga

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button