Politik

Revisi PKPU Dianggap Menyimpang dan Hanya Cari Sensasi

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sedang merancang revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Terkhusus pada revisi pasal 4 tentang syarat pencalonan kepala daerah, yang dimana sebelumnya tidak dijelaskan perbuatan tercela secara khusus. Tetapi dalam rancangan revisi pasal 4 ini, didalamnya dipertegas bahwa perbuatan tercela itu adalah judi, mabuk, penggunaan narkoba, pengedar narkoba dan berzina.

Meskipun masih dalam penggodokan, wacana tersebut sudah menuai kritikan. Salah satunya datang dari Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sulawesi Tenggara (Sultra), Hidayatulah.

Menurut dia, KPU memang salah satu lembaga yang didelegasikan untuk menyusun atau membuat peraturan pelaksanaan tentang Pemilu dan Pilkada, sebab mereka adalah ahli dibidang ini.

Kemudian dikatakannya revisi PKPU untuk menghindari improvisasi dan stigma KPU mencari sensasi walau menabrak UU. Maka KPU perlu membuka ruang publikasi, diseminasi, maupun konsultasi publik dalam menyusun sebuah peraturan teknis.

“Kurangnya Konsultasi publik, publikasi dan diseminasi mengakibatkan ketentuan yang dibuat KPU dalam peraturan pelaksanaan Pemilu atau Pilkada berpotensi menyimpangi, memperluas, atau mempersempit materi Undang-Undang,” ujar dia, Kamis (3/10/2019).

Lebih lanjut mantan Ketua KPU Sultra ini mengatakan, kenapa Peraturan teknis dibawah UU itu tidak boleh di improvisasi atau keluar dari norma UU?.

Kata dia hal ini agar mencegah pihak yang diberi delegasi menyusun peraturan teknis dibawah UU dapat menyelenggarakan kelembagaannya secara terkendali.

Kendati demikian dengan adanya delegasi kewenangan kepada KPU untuk membuat regulasi teknis pelaksanaan UU Pemilu atau Pilkada seperti PKPU, sejatinya tidak boleh melampaui kewenangan diatas UU atau tidak diatur dalam UU.

“Agar terhindar dari improvisasi hukum yang tidak tepat dalam menyelanggarakan pemilu dan melanggar hak konstitusional warga negara,” katanya.

Selanjutnya, Hidayatulah juga menuturkan kenapa sebenarnya peraturan teknis dibawah UU itu tidak boleh melanggar UU diatasnya, karena untuk memudahkan apabila ada perubahan, karena seringkali kebijakan teknis termaksud PKPU perlu diubah sehingga akan lebih cepat mengubah peraturan pelaksanaan daripada mengubah UU nya.

Tapi kalau peraturan dibawahnya tidak diatur dalam UU ada improvisasi, tak pasti secara hukum, tdk ada cantoh lain di UU, maka akan menyita waktu baik publik, legislatif, pemerintah, pihak yudikatif, maupun KPU itu sendiri.

Akibatnya, mereka akan dibuat kerepotan dan mencari-cari dalil pembenaran.

“Cara kerja KPU bisa dianggap menyimpang dan sensasi yang tak berujung. Tak melahirkan kepastian hukum,” tukasnya.

Reporter: Sunarto
Editor: Dahlan

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button