Penulis : Kia
Email : [email protected]
Aktivitas : Pegiat Media – Pecinta Literasi
Orang sering bilang “itukan cuma bahasa iklan”. Artinya iklan tidak boleh dipercaya 100 persen. Jika demikian keberadaan papan reklame yang tersebar dipenjuru kota Kendari mirip-mirip hoax juga. Betulkah demikian?
Kendari ini ibukota provinsi. Sebagai ibukota ia harus mepresentasekan kekuatan ekonomi di Sultra. Kendari ditutut dapat memfasilitasi berbagai praktek ekonomi warganya secara kolektif maupun individiual. Baik yang berperan sebagai kapitalisme modern hingga sebagai pedagang tradisional. Mulai dari pasar, toko, hingga mall mewah, dari gerobak hingga distro, dari bisnis online hingga transaksi dengan investasi milyaran rupiah.
Sadar atau tidak keberadaan iklan-iklan di ruang kota mencerminkan identitas kita sebenarnya, terlepas dari persoalan estetis. Minimal melalui iklan dalam kota, bisa dipahami sabun apa yang digunakan warga Kota Kendari, televisi merk apa yang ditonton, mode apa yang digemari, tokoh siapa yang dianggap inspiratif, hingga ideologi macam apa yang berlaku dikalangan masyarakat. Iklan-iklan dalam kota dapat menjelaskan apakah warganya hidup layak atau hidup dalam ilusi rekaan kapitalisme global.
Maraknya intervensi iklan reklame di ruang publik hingga ke ruang privat, membuat definisi keduanya menjadi kabur. Ruang publik sejatinya adalah ruang alternatif bagi warga untuk menyiasati kesetaraan dari kelas-kelas dominan. Penyediaan ruang publik dapat mengkondisikan warga untuk berpikir dan bertindak seragam dengan alasan kenyamanan bersama.
Untuk itu, Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 1 Tahun 2012 tentang Tata Ruang Kota Kendari tahun 2010-2030, telah menyusun kebijakan dan penetapan kawasan strategi ruang. Perda ini berfungsi sebagai acuan dalam pemanfataan ruang dan pengembangan wilayah untuk mewujudkan keseimbangan pembagunan.
Sayangnya Perda ini tidak mengatur keberadaan iklan reklame dalam zonasi yang berkeadilan. mungkin perlu kita membayangkan keberadaan zona “khayalan” sebagai kontribusi pada demokrasi ruang, kualitas arsitektur kota, konsumerisme di Kota Kendari.
Zona Penyajaran Warga dan Pendatang. Dalamruang ini, kita dapat menikmati sajian iklan-iklan produk muktahir, mulai dari televisi, mobil hingga jasa perbankan dan merk Internasional. Disini tempat bergabungnya kapitalis lokal dengan kapitalis daerah lain dari Makassar, Kalimantan, Jakarta dan lain-lain.
Medium periklanan yang digunakan terang benderang dengan cahaya berbentuk LED, neonbox berukuran besar, Videotron, billboardpinggir jalan. Dalamkawasan ini orang-orang menjadi flaneur (karakter hedonisme urban-kontemporer). Kondisi ini seakan-akan ingin menciptakan “ketentraman dan keteraturan”, layaknya cerita dalam novel 1984 karya George Orwell.
Ini kawasan elit sebagai pusat perkantoran dan bisnis yang merupakan ruang khusus kaum kelas menengah dengan perselingkuhan dengan pejabat publik.
Kalau begitu, di kawasan seperti ini kebutuhan iklan tidak perlu terlalu banyak. cukup di beberapa ruang publik seperti halte-bus umum atau menempel di bus Trans-Lulo. Tak perlu ada iklan sabun cuci dan kopi, karena kawasan ini merupakan arus pusat kapital. Seperti dikawasan Perkantoran Pemerintah Kota Kendari di Kecamatan Mandonga dan Kadia, hingga pusat perkantoran swasta Senopaty-Land kawasan Teluk Kendari
Keberadaan iklan dalam kawasan ini, seakan-akan “memanggil” kepada siapa ia ingin berbicara, yakni para pekerja kantoran, orang sibuk maupun yang “sok sibuk”. Tak perlu ada iklan yang berbicara dengan tukang ojek, sopir, PKL, karena tidak mungkin jasa asuransi internasional berbicara dengan mereka. Meraka hanya mau berbicara pada mesin-mesin kapitalis.
Zona Real Estate dan Ilusi Kelas Menengah Baru. Ini kawasan OKB (orang kaya baru) yang hobinya membeli dan borong. Ditandai dengan keberadaan iklan-iklan produk rumah tangga mewah sebagai simbol status gaya hidup. Meski demikian terdapat juga iklan partai politik yang menyelinap.
Misalnya pemukiman Citra-land, Kemaraya Regency Kendari, KompleksPalem Mas-Water Park. Dalam kawasan ini terdapat pemisahan jelas antara ruang privat dan dan ruang iklan. Berada dalam zona ini, kita seakan-akan diajak menuju dunia baru yakni hunian baru, “real-estate”. Kalau aturan berdasarkan pemerintah hunian layak huni sebagai hak setiap warga negara, dikawasan ini berubah konteks menjadi hunian sebagai investasi menguntungkan.
Zona Dari-Oleh-Untuk Kelas Menengah Lama. Ini kawasan elit dizamannya, Jarang lewat makanan gerobakan karena dipenuhi cafe, resto dan butik mewah. Di kawasan ini terdapat rumah-rumah dengan halaman yang luas dipenuhi pohon rindang sepanjang jalan. Mereka adalah campuran kaum pendatang yang “berhasil” dan bekas pejabat sejak tahun 1970-an. Seperti sepanjang jalan poros BTN DPR Baruga, kawasan jalan Syekh Yusuf II Mandonga, kawasan Malik Raya Korumba.
Zona Full-Blown Post modernism. Istilah inidari Fredic Jameson yang menggambarkan kondisi dunia pasca perang-nuklir dalam cerita fiksi ilmiah (Publik dan Reklame Ruang Kota, terbitan : ruangrupa). AdalahKawasan yang mirip hutan tropis Kalimantan tapi terbuat dari beton. Semraut, riuh-rendah, dan kacau balau. Biasanya lokasinya dekat pasar tradisional, pelabuhan, tempat pelelangan ikan atau pabrik tahu-tempe.
Seperti pemberitaan detiksultra.com yang menyebutkan, hingga semester satu tahun 2019, jumlah penduduk Kota Kendari yang tersebar di sepuluh kecamatan dan 64 kelurahan sebanyak 340.796 jiwa, terdiri dari 172.536 laki-laki dan 168.260 perempuan. Sedangkan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 94.663 terdiri dari 78.710 laki-laki dan 15.953 perempuan.
Ini kawasan padat pemukiman, pendapatan-penghasilan berbeda-beda. Maka semua jenis iklan ada disini mulai dari iklan kopi, rokok, kredit-finance, obat kuat hingga iklan sedot WC Discon 75%.
Hanya dikawasan ini kita dapat menyaksikan seorang pengendara sepeda motor membawa kulkas di jok belakang sendirian tanpa ada yang membantu. Kulkas (yang mempresentasekan kapitalisme global) diikat sedemikan rupa agar berdiri tegak di jok belakang sepeda motor. Zona ini sangat cocok seperti kawasan Kota lama (Kecamatan Kendari dan Kendari Barat), Kawasan Gunung Jati. Hingga Kampung salo dan Kendari Caddi.
Dengan keberadaan zona khayalan ini, diharapkan dapat meng-kondisikan setiap individu yang setara. Seimbang antara ruang pablik dan ruang kapitalis. Inilah yang dimaksud ruang yang demokratis. Yang mana semua warga kota hidup berdampingan dan belajar demokrasi yang sesungguhnya, tempat berbagai kepentingan dan kapital (ekonomi, sosial, kultural) bertemu, berinteraksi, kemudian membangun habitat baru sesuai dalam konteks sosio-politik dan sosio-kultural.
Salam lestari.