Mendambakan Profesionalitas dan Loyalitas Penyelenggara Pemilu di Tingkat Desa/Kelurahan dan Kecamatan (PPS dan PPK)
Oleh : Ismail More
Sejak proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia merupakan salah satu Negara Republik dengan menganut sistem pemerintahan demokrasi, artinya estafet kepemimpinan nasional diselenggarakan melalui Pemilihan Umum. Perjalanan waktu mengukir sejarah panjang bagi demokrasi di Indonesia, beberapa penggalan peristiwa menandai wajah demokrasi dan pemilu di negeri ini, era orde lama, era orde baru dan era reformasi.
Demokrasi menjadi salah satu sistem politik yang paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia, yang secara sederhana demokrasi diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Ujung tombak penyelenggaraan pemilu berada dipundak para penyelenggara baik KPU maupun BAWASLU mulai dari pusat, kabupaten, kecamatan sampai di tingkat desa. Para penyelenggara dari tingkat kecamatan sampai ke tingkat desa merupakan ujung tombak terhadap kesuksesan penyelenggaraan Pemilihan Umum.
Karena dipihak merekalah yang berhubungan langsung dengan proses penyaluran asas berdemokrasi. Mulai dari tahap pencatatan pemilih sampai penyaluran aspirasi ke TPS dan dilanjutkan ke penghitungan suara, rekapitulasi sampai pelaporan hasil pemilihan umum. Proses tersebut membutuhkan profesionalitas dan loyalitas para penyelenggara.
Oleh sebab itu, sangat penting bagi penyelanggara Pemilu di tingkat desa/kelurahan dan kecamatan untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang kepemiluan. Dengan pemahaman perundang-undangan yang baik bagi penyelengara ditingkat bawah, berbagai pelanggaran (Kode etik dan administrasi) dapat diminimalisir.
Pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu merupakan pelanggaran terhadap etika penyelenggaraan pemilihan yang berpedoman pada sumpah/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara.
Bentuk pelanggaran kode etik yang sering dilakukan oleh penyelenggara tingkat desa/kelurahan dan kecamatan adalah keberpihakan terhadap salah satu pasangan calon dan bahkan, sering menjadi tim sukses terselubung dari salah satu pasangan calon yang mereka dukung, sehingga jika ada pemilih yang belum terdaftar dan terindikasi atau diduga tidak akan mengikuti pilihan oknum penyelenggara, maka mereka tidak akan difasilitasi untuk menjadi pemilih.
Di sisi lain, masih banyak penyelenggara tingkat desa/kelurahan dan kecamatan yang terpengaruh oleh tekanan dari oknum pemerintah desa dan kecamatan untuk berpihak pada salah satu pasangan calon atau partai sehingga netralitas penyelenggara sering diabaikan.
Pelanggaran administrasi pemilihan, yaitu pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan.
Hal yang sering terjadi pada pelanggaran ini adalah terdapatnya pemilih ganda dan pemilih yang tidak mendapatkan undangan pemilihan C6, padahal semestinya penyelenggara pemilu harus dapat memberikan porsi yang cukup bagi pemilih untuk memberikan pilihan politiknya berdasarkan hati nuraninya.
Penyelenggara pemilu tidak boleh hanya sekedar melaksanakan tahapan pemilu saja tetapi harus melakukan pendidikan politik bagi pemilih/masyarakat agar mampu menjadi pemilih yang cerdas selain itu publik juga harus diberi pemahaman dan sadar bahwa, dia bisa mengubah semua persoalan hanya jika menggunakan pilihan politiknya secara bijak.
Bahwa, hanya dengan jalur politik (Pemilu) masyarakat dapat menggunakan kekuasaannya untuk menyelesaikan masalah sosial dan ekonomi yang selama ini amat membebani sistem demokrasi yang telah disepakati dan di jalankan. Sehingga proses demokrasi ini tidak hanya menjadi seremonial belaka dalam lima tahunan tetapi dapat memfasilitasi pemilih terdidik secara politik.
Oleh karena itu, rekrutmen penyelenggara pemilu ditingkat desa/kelurahan dan kecamatan harus lebih selektif agar dapat menghasilkan penyelenggara yang berkualitas dan berintegritas, karena pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintah yang demokratis bedasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945 , sesuai pasal 1 ayat (2) yang berbunyi, “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”.
Dalam konteks inilah, konsep integritas pemilu menjadi penting karena nafas yang menjiwai Pemilu adalah politik dan BAWASLU harus hadir menjadi solusi terhadap berbagai tuntutan untuk melakukan pengawasan dan penindakan atas berbagai pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh siapapun, termasuk kepada penyelenggara Pemilu, karena mereka tidak luput dari potensi melakukan pelanggaran, tentunya peran konstruktif dan aktif dari semua pihak sangat diperlukan demi terwujudnya penyelenggara pemilu yang berkualitas dan pemilu beritegritas.
*