Opini

Mencari ikon dan simbol kota budaya (Refleksi Hari Ulang Tahun ke 59 Kolaka)

Dengarkan

Oleh :Ridwan Demmatadju*

Kabupaten Kolaka kini berusia 59 Tahun.Sebuah perjalanan yang belum seberapa pencapaiannya jika dibandingkan dengan sejumlah kabupaten/kota di Indonesia yang sudah berusia di atas 50-an.Perkembangan kabupaten yang saat ini dipimpin oleh H.Ahmad Safei,SH,MH Bupati Kolaka untuk periode keduanya ini telah menunjukkan pencapaian yang cukup signifikan dalam angka statistik.Secara makro perkembangan di semua sektor mengalami kemajuan dibandingkan beberapa tahun silam.Semua Bupati Kolaka yang pernah memimpin di Kolaka memiliki keunggulan dan cerita tersendiri yang tidak perlu dipersoalkan kendati ada yang belum ditunaikan sampai masa jabatannya berakhir sempurna.

Tanpa cacat ! Yah, tanpa cacat karena tak sedikit pejabat tinggi di negara kita, biasanya tak tahan dengan godaan materi yang berlimpah sehingga harus mendekam di balik terali besi.Begitulah ironi kehidupan manusia.Di Kabuaten Kolaka, dua Bupati terdahulu harus berurusan dengan hukum, termasuk Gubernur Nur Alam kini masih menjalani masa tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta karena vonis bersalah dalam tata kelola pertambangan di Sulawesi Tenggara.Banyak yang mengaggap hal biasa bagi kalangan politisi, resiko terburuk sekalipun dijalani atas nama kepentingan masyarakat dan kemajuan daerah.

Usia 59 Tahun, menjadi penting bagi daerah Kabupaten Kolaka yang begitu kaya dengan potensi sumber daya alam, mulai dari atas gunung sampai di tengah laut, potensi tersebut telah digali dan dimanfaatkan untuk kepentingan biaya pembangunan daerah ini.Dari tahun ke tahun perubahan serta pertumbuhan semua aspek terlihat nampak secara fisik. Sarana dan prasasrana pelayanan publik dibangun tersebar di semua wilayah kecamatan oleh Pemerintah Kabupaten Kolaka, tentunya biaya pembangunan itu bersumber dari pendapatan pajak dan pendapatan lainnya.Dari ketersediaan sarana dan prasarana tersebut memang tak cukup untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat secara menyeluruh.Karena tidak sedikit dari masyarakat Kabupaten Kolaka yang menyadari perannya sebagai warga masyarakat.Pada frame ini, memang tak akan pernah tuntas diselesaikan jika kita hanya berharap dari Pemerintah saja.Sebagai contoh saja, hari ini Pemerintah Kabupaten Kolaka gencar melakukan rehabilitasi dan revitalisasi di sektor pariwisata dan budaya, sehingga sejumlah destinasi wisata dibenahi dengan harapan bisa mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD).

[artikel number=3 tag=”budaya,kolaka,” ]

Upaya ini patut dihargai, namun dalam pengamatan penulis, nampaknya masih diperlukan tata kelola yang baik pasca dibenahi.Karena tak sedikit sarana dan fasilitas publik baik yang berada dalam kawasan destinasi wisata dirusak oleh tangan-tangan jahil.Itu satu soal.Kita belum bicara soal manfaat secara ekonomi dan konten yang akan dijual ke manca negara.Untuk masalah ini, sebenarnya Kolaka tidak kalah menariknya dengan Wakatobi yang unggul dengan panorama bawah laut sebagai segitiga terumbu karang terbaik di dunia.Kolaka memilki destinasi yang sudah mendunia selain tamborasi sebagai sungai terpendek di dunia.Sayangnya, cara “menjual” Tamborasi yang belum sepadan dengan cara Pak Hugua menjual Wakatobi di pasar wisata internasional.Saya sedikit mengetahui bagaimana Wakatobi di jual ke turis mancanegara, dan saya juga berkeyakinan orang-orang Kolaka yang bergerak di sektor ini sesungguhnya mengetahui resepnya.Tapi sampai hari saya belum melihat ada kemajuan di sektor ini.Tentunya, banyak alasan klasik yang akan mencuat dari mereka yang diberikan tanggungjawabnya jika dibahas soal ini, dan tak ada ujung pangkalnya? Lalu sebaiknya bagaimana? Pertanyaan ini tak bisa terjawab serta merta dan akan merubah segalanya dari apa yang ingin dicapai.Butuh proses panjang untuk mengedukasi dan melibatkan semua elemen masyarakat di wilayah destinasi wisata,termasuk pihak terkait.Sebagai warga Kolaka, saya belum pernah melihat hasil evaluasi dan monitoring secara menyeluruh atas pencapaian semua sektor pembangunan di sektor pariwisata dan budaya.Meskipun dipahami, proses itu ada dengan model tertutup alias tidak untuk dipublikasi.Atau boleh jadi ada kegiatan ini namun tidak terpublikasi di media?

Kolaka terlanjur memakai tagline kota budaya, kota religius dan perjuangan.Tentunya, sebagai kota budaya sudah seharusnya tercermin di semua aspek kehidupan masyarakatnya.Satu hal yang terasa diabaikan oleh Pemerintah Kabupaten Kolaka dari waktu-ke waktu nampaknya tidak memahami bagaimana menarik garis singgung antara pembangunan di semua sektor dengan aspek kebudayaan sebagai bingkai besar sektor pariwisata.Hal ini dapat kita lihat dari buku rancangan awal RPJMD Kabupaten Kolaka 2019-2024.Dari rancangan awal ini akan terlihat tata kelola aspek kebudayaan yang ingin dicapai oleh Pemerintah Kabupaten Kolaka.Nampak sederhana cara pandang soal seni dan kebudayaan yang tertulis dalam dokumen strategis pembangunan yang dibahas berbulan-bulan di Dewan Perwakilan Rakyat Kolaka,kemudian hasilnya seperti itu.Akan banyak pertanyaan-pertanyaan kritis jika mau dilanjutkan.Penulis hanya bisa menulis sampai pada titik ini dan menunggu adanya perubahan cara pandang dan memulai menata pembangunan di sektor seni dan kebudayaan di daerah yang kaya potensi sumber daya alam dan manusia.Sebab jika tidak dimulai dari sekarang maka dipastikan daerah ini akan berada di garis paling belakang pada persoalan seni dan kebudayaan.

Kolaka, 1 Maret 2019
*Penulis adalah network kebudayaan tinggal di Watuliandu.

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button