Warga Torobulu: Kami Bukan Tolak Investasi, Tapi Jangan Menambang di Pemukiman
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Gelihat penambangan nikel di Sulawesi Tenggara (Sultra) rupanya masih banyak menyisahkan masalah di tengah masyarakat. Hal ini terjadi, disebabkan karena tidak matangnya rekayasa sosial yang dilakukan perusahaan sebelum melaksanakan aktifitas penambangan.
Salah satu kasus, masyarakat Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), yang ramai-ramai menolak aktifitas PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) perusahaan tambang generasi ketiga yang menambang di wilayah Desa Torobulu itu.
Ponalakan itu berangkat dari ketidaksepakatan masyarakat, karena PT WIN menggali ore nikel di dekat pemukiman warga. Tentu penolakan tersebut bukan tanpa alasan, mereka menolak karena takut akan dampak lingkungan ekstrim yang nantinya diperhadapkan dikemudian hari.
Awak media ini pun turun ke lokasi aktifitas penambangan PT WIN untuk melihat sejauh mana perusahaan ini melakukan penambangan di dekat pemukiman warga. Benar saja, tak kurang 10 meter dari tepi jalan umum, terlihat jelas bukaan lahan PT WIN. Bahkan, lubang bekas galian perusahaan dengan kedalaman dalamnya 10 sampai 20 meter, hanya berjarak kurang lebih 10 meter dari pekarangan rumah warga.
Menurut informasi yang dihimpun, warga yang membolehkan pekarangannya di tambang karena telah bersepakat dengan pihak perusahaan baik pembebasan lahan yang telah diselesaikan maupun uang dampak yang diterima. Mereka yang menolak, adalah warga yang cenderung berfikir mengenai dampak lingkungan kedepannya.
Haslilin, warga Dusun I Desa Torobulu saat ditemui, Kamis (5/10/2023) mengaku, bahwa dirinya tidak menolak hadirnya investasi di daerahnya itu. Hanya yang dipersoalkannya, pihak perusahaan begitu getol memaksakan untuk menambang di area pemukiman.
“Kami bukan tolak investasi atau melarang pihak penambang untuk menambang, tapi jangan menambang di area pemukiman warga karena dampaknya sangat besar,” kata dia.
Misal disebutkannya, salah satu dampak yang ditimbulkan adanya penambangan di dekat fasilitas pendidikan. Sedikit banyak akan mengganggu proses pembelajaran siswa-siswi di SD Torobulu itu dengan geteran alat berat yang tengah beraktifitas. Selain itu, dampak debu juga begitu dirasakan masyarakat, bahkan debu itu sampai masuk ke dalam rumah.
Belum lagi jika beribicara jangka panjang, ada ancaman longsor dan banjir ketika memasuki musim penghujan.
Sepengetahuan awam dia, penambangan berjarak 500 meter dari kawasan pemukiman. Ia mengambil contoh, ketika PT Billy Indonesia menambang sebelum PT WIN, tidak ada penambangan di area pemukiman.
Alasan warga baru bersuara, karena perusahaan melakukan penambangan di lokasi simpang tiga Desa Torobulu, yang terdapat tiga tower jaringan.
“Kenapa kami tidak ribut waktu penambangan di dekat lapangan sepak bola dan SD Torobulu karena jujur kita tidak melarang. Karena masyarakat di situ setuju, tapi kalau yang diolah di simpang tiga hancur Desa Torobulu, dan kami pertahanakan itu supaya jangan ditambang sudah cukup di beberapa titik area pemukiman,” jelasnya.
Sementara itu, Rolis, masih warga Desa Torobulu mengaku, sejak kehadiran PT WIN, sumber air tempat masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-harinya dirusaki akibat akfititas penambangan. Tercatat ada dua titik air PAM yang dibangun perusahaan sebelumnya, tidak lagi berfungsi secara maksimal.
Padahal, jauh sebelum kedatangan PT WIN, kebutuhan air masyarakat Desa Torobulu terjamin dan airnya pun jernih dan bersih.
“Dua sumber air PAM yang dibuat PT Billy dirusak. Kalau dulu semua masyarakat yang ambil air dari PAM itu teraliri semua, tapi sekarang macet bahkan tidak mengalir lagi. Bahkan masyarakat harus beli air di tower dengan kualitas air tidak memadai. Kalau alasan musim kemarau, kenapa dulu biar musim kemarau panjang, tidak ada juga masyarakat kekurangan air,” tuturnya.
Terkait masalah kebutuhan air bersih, kata dia, sudah lama dipersoalkan, bahkan keluhan tersebut telah disampaikan kepada pemerintah desa dan perusahaan. Tetapi jawaban yang didapatkan sebatas janji-janji, dan sampai saat ini belum juga direalisasikan perusahaan untuk memperbaiki dan membuat air PAM baru.
“Dari dulu kita suarakan itu, tapi kita hanya dijanji saja, buktinya air PAM masih begitu juga modelnya. Makanya kami ini sudah tidak percaya lagi sama perusahaan dan pemerintah disini,” keluh warga yang kesehariannya bekerja sebagai nelayan tersebut.
Ia menilai keberadaan perusahaan tambang lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Meskipun tidak dapat dipungkiri kehadiran PT WIN sedikit banyak menyerap masyarakat menjadi karyawan. Namun hal ini juga tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Wulan