HukumMetro Kendari

Praktisi Hukum Sabut Penyidik Tak Punya Wewengan Menghitung Kerugian Negara

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) pada pertengahan Juni 2021 lalu, telah menetapkan empat tersangka dugaan kasus tindak pidana korupsi (Tipikor).

Keempat orang itu adalah, mantan Kabid Minerba ESDM Sultra YSM, mantan Plt Kadis ESDM Sultra BHR, Direktur PT Tosida Indonesia LSO dan General Manager PT Tosida Indonesia, UMR.

Para tersangka ini disangkakan atas dugaan penyalagunaan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dan rencana kegiatan dan anggaran belanja (RKAB) yang mengakibatkan adanya kerugian negara.

Pasca penetapan, dari empat tersangaka, hanya dua orang yang mengajukan praperadilan yakni YSM dan LSO dengan diktum yang sama.

Meski dengan diktum yang sama, namun dalam putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Kendari dalam memutuskan perkara praperadilan pidana dengan hasil yang berbeda.

Audit Kerugian Negara Kewenangan Dinas Kehutanan bukan Kewenangan Penyidik

Kejati Sultra dalam menetapkan empat tersangka, beranjak adanya indikasi kerugian negara yang dibuat oleh perusahaan tambang PT Tosida Indonesia yang beroperasi di Kabupaten Kolaka.

Berdasarkan audit sementara yang dilakukan oleh penyidik Kejati Sultra, PT Tosida Indonesia merugikan negara dengan nilai Rp190 miliar.

Kerugian ini disebabkan PT Tosida Indonesia tidak pernah menunaikan kewajibannnya membayar pendapatan negara bukan pajak (PNBP) izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH).

Dari tafsiran tersebut, auditor resmi pemerintah yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum mengeluarkan secara resmi hasil audit kerugian negara yang dibuat oleh PT Tosida Indonesia.

Dalam pandagan praktisi hukum Sultra, Supriyadi bahwa dalam proses pendindakan kasus dugaan korupsi yang mengindikasikan adanya kerugian negara, penyidik tidak berhak untuk melakukan audit.

Sebab, menurut dia, untuk menetapkan kerugian negara, kewenganan itu ada pada BPK. Seperti dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang (UU) nomor 15 Tahun 2006.

Dimana dalam UU ini, telah diatur bahwa BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum.

“Penyidik tidak berwenagan melakukan  perhitungan, penyidik bukan ahli ekonomi yang bisa hitung-hitungan. Yang berhak melakukan perhitungan kerugian negara itu BPK,” ujar dia, Minggu (1/8/2021).

Malah justru, yang berhak melakukan audit atau hitungan-hitungan kerugian harusnya Dinas Kehutanan. Sebab yang dirugikan adalah Dinas Kehutanan dengan IPPKH PNBP.

“Dinas Kehutanan yang harusnya melakukan audit disini yang punya hitungan-hitungan berapa keruginannya,” katanya.

Lebih lanjut ia menerangkan, terkait penertiban hukum dalam sektor kehutanan pada perkara PNBP dan IPPKH wewenang KLHK.

“IPPKH lah yang kemudian melahirkan PNBP di sektor kehutanan,” ucap dia.

Penyalagunaan RKAB Tidak Dapat di Pidana Melainkan Sanksi Adminstrasi

Supriyadi yang saat ini tercatat sebagai dosen hukum disalah satu universitas di Sultra, juga menilai adanya keracuan Kejati Sultra dalam menetapkan dua mantan pejabat ESDM Sultra terkait kasus korupsi dengan dalil kerugian negara.

Jika kedua pejabat ESDM Sultra yang dijadikan tersangka diakaitkan dengan penyalagunaan RKAB, Supriyadi bilang harusnya bukan masuk Tipikor melainkan sanksi administratif.

Sebab lanjut dia, dalam hukum sangat jelas ada yang namanya lex spesialis. Jadi mengacu pada UU pertambangan. Lagi pula IPPKH tidak berkaitan langsung dengan RKAB.

Sehingga ketika ada kesalahan administratif yang dilakukan oleh pejabat, maka harus diselesaikan secara admistrasitif, bukan pidana.

“Kalau ada kesalahan, kan hukuman administrasinya RKAB dapat dicabut,” ungkapnya.

Dimana, dalam proses pengajuan RKAB oleh perusahaan, lanjut dia apabila sudah memenuhi syarat administrasi berdasarkan UU pertambangan, maka tidak ada alasan lain pejabat ESDM untuk tidak memproses.

“Tugas ESDM bukan untuk menguji cacatnya sebuah dokumen, yang penting sudah memenuhi syarat sesuai UU pertambangan,” katanya.

Justru sebaliknya, jika RKAB yang diajukan telah memenuhi syarat lantas tidak tindaklanjuti, pejabat ESDM Sultra dapat dikenakan UU Pelayanan Keterbukaan Publik.

“Ini menyangkut pelayanan tidak bisa kita hambat haknya orang, sementara ada aturan yang mengantur,” imbuh Ketua APBMI Sultra.

Ia menambahkan disetujuinya mapun tidak disetujuinya RKAB tahunan dari pihak ESDM, tidak akan mengurangi dan menghilangkan tunggakan PNBP PT Tosida Indonesia.

Reporter: Sunarto
Editor: Via

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button