KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Rencana pembatalan persetujuan pinjaman dana Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) senilai Rp1,2 triliun, menuai kontroversi.
Hal ini langsung memunculkan tanggapan dari berbagai kalangan, tak terkecuali mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra), Arsan Arsyad.
Menurut pandangan Arsan, pernyataan DPRD Provinsi Sultra soal adanya 31 anggota dewan lintas fraksi yang kompak akan mencabut usulan pinjaman Rp1,2 Triliun, bakal memunculkan polemik baru ditengah publik, sehingga bisa mengarah pada persepsi seperti apa sebenarnya kredibilitas dewan sendiri.
Padahal seharusnya keputusan yang dilahirkan eksekutif bersama legislatif punya kekuatan hukum perda.
DPRD Sultra telah memutuskan dan menetapkan R-APBD tahun anggaran 2020 yang didalamnya termaksud pinjaman tersebut. Jika sudah menjadi perda, sejatinya tidak dapat diotak-atik lagi karena sudah jadi keputusan paripurna.
“Sekiranya menghormati apa yang menjadi keputusan antara eksekutif dan legislatif karena sudah menjadi perda untuk pedoman pelaksanaan pembangunan 2020-2021,” kata Arsan Arsyad.
Tambahnya, kewajiban eksekutif eksis menjalankan RAPBD sedangkan legislatif melakukan pengawasan terhadap produk RAPBD yang dimaksud, karena APBD telah ditetapkan untuk kepentingan masyarakat Sulawesi Tenggara dan merupakan hajat hidup orang banyak.
“Pandangan saya sangat keliru dengan wacana yang berkembang ini, dampaknya akan menimbulkan penafsiran negatif terhadap DPRD dimana keputusan institusinya justru menganulirnya sendiri sehingga bukan menjadi suatu nilai pembelajaran yang baik untuk berbangsa dan bernegara yang di pertontonkan kepada publik,” tambahnya.
Terlebih lagi katanya, peruntukan pinjaman eksekutif tersebut yang telah mendapatkan persetujuan DPRD adalah menunaikan visi dan misi pada saat mencalonkan diri menjadi gubernur yakni membuat infrastruktur jalan pariwisata, Rumah Sakit Jantung dan perpustakaan bertaraf Inteenasional.
Reporter: Dahlan
Editor: Qs