Metro Kendari

HMI Endus Dugaan Illegal Mining PT Tiran di Konut, Polri Diminta Tindaki

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kasus demi kasus ihwal illegal mining di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) seakan tak ada habisnya.

Terkini yang tengah menjadi sorotan publik yakni aktivitas PT Tiran Mineral yang beroperasi di Kabupaten Konawe Utara (Konut), diduga kuat telah melakukan penambangan ilegal.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua PB HMI Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba, Muhamad Ikram Pelesa, kepada wartawan, Sabtu (16/10/2021).

Ia mengatakan, soal dugaan illegal mining perusahaan milik mantan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman itu sebelumnya sudah pernah diekspose beberapa pekan lalu oleh PB HMI.

Dalam daftar inventaris masalah (DIM) yang masuk dalam tabulasi data persoalan pertambangan sektor minerba, ditemukan sejumlah masalah PT Tiran Mineral.

Sebutnya, mulai dari penguasaan lokasi, dugaan praktek illegal mining sampai pada dugaan penyerobotan lahan perusahaan tambang lainnya.

Teranyar lanjut Ikram Palesa, mengeruk ore nikel dengan modus pembangunan pabrik pemurnian nikel di Desa Waturambaha, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konut.

Pasalnya, izin PT Tiran Mineral ditekankan bahwa dalam UU pertambangan, pembangunan sarana prasarana dan instalasi pertambangan (SPIP) dalam hal ini pendirian smelter, tidak boleh dibangun di atas lahan yang memiliki potensi atau cadangan.

Lalu, mengapa lahan dengan cadangan nikel besar (eks IUP PT Celebes) dijadikan untuk pembangunan smelter PT Tiran Mineral?

“Nah, fakta di lapangan berbeda, di areal rencana pembangunan smelter PT Tiran Mineral lebih fokus menggarap nikel, intensitas penjualannya pun melampaui perusahaan lainnya. Pertanyaannya perusahaan ini pakai dokumen penjualan siapa, Polri harus usut ini,” kata dia.

Hingga saat ini, publik belum mengetahui progres pembangunan smelter PT Tiran Mineral, karena perusahaan tersebut tidak pernah mempublis rencana kerja pembangunan smelter.

Sehingga kondisi ini menjadi khwatiran publik ada kemungkinan wacana pembangunan smelter yang digaungkan selama ini nantinya akan bernasib sama dengan PT MBG dan beberapa perusahaan lainnya, yang hanya secara seremonial melakukan peletakan batu pertama lalu ditinggalkan.

Oleh karena itu, kata Ikram, pemerintah selaku verifikator independen mesti tegas menjalankan amanah perundang-undangan dengan menjamin keseriusan investasi, melakukan evaluasi pembangunan smelter nikel PT Tiran setiap ‎enam bulan tetap berjalan, terhitung dari terbitnya izin pembangunan smelternya.

Kembali ditegaskannya, jika dalam enam bulan ini PT Tiran Mineral tidak menunjukkan progres pembangunan smelternya maka mesti diberlakukan denda bagi pembangunan smelter yang tidak sesuai ketentuan, yaitu 90 persen dari rencana kerja.

Setelah enam bulan berikutnya, jika tetap masih tak ada perkembangan maka izin pembangunan smelternya mesti dicabut. Itulah juga yang mesti diterapkan kepada PT MBG dan perusahaan lainnya. Sehingga tak ada lagi modus izin smelter tapi diam-diam nambang ore di lokasi IUP-nya.

“Jadi, hanya fokus pada pembangunan smelternya saja, tapi kalau sudah dengan menambang maka pemerintah harus menegasi ini, izin pembangunan smelternya mesti dicabut,” tegasnya.

Pada persoalan lainnya, diketahui bahwa PT Tiran Mineral diduga melakukan penyerobotan pahan di wilayah Izin Usaha Pertambangan ( IUP ) PT CDS. Hal itu dikuatkan dengan pernyataan Humas PT CDS di sejumlah media.

Dihubungi terpisah, Humas PT Tiran Grup, La Pili menegaskan tudingan tersebut tidak lah benar.

Sebab, PT Tiran Mineral merupakan pemegang IUP untuk penjualan yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal RI atas nama Kementrian ESDM, pada awal April 2021 lalu, yang berlokasi di Desa Waturambaha, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konut.

Oleh karenanya, yang harus dipahami bahwa pemerintah pusat sudah menyetujui dan menetetapkan lahan tersebut sebagai lokasi kawasan industri.

Karena lokasi tersebut merupakan kawasan industri, maka izin yang dikeluarkan adalah IUP untuk penjualan lomoditas kandungan mineral logam, jadi bukan IUP sebagaimana pada umumnya.

Dalam peraturan dimaksud, lanjutnya, PT Tiran Mineral sebagai pemegang IUP untuk penjualan di kawasan tersebut secara jelas malah diperintahkan melaksanakan pengangkutan dan penjualan mineral, yang tergali dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

“Jadi tidak ada masalah dan tidak perlu dipersoalkan atas aktifitas pengangkutan dan penjualan kandungan mineral yang dilakukan oleh PT Tiran Mineral di lokasi Waturambaha, Kecamatan Lasolo Kepulauan,” kata La Pili.

Selanjutnya, terkait aktifitas PT Tiran Mineral di Desa Molore, Kecamatan Langgikima pada lahan yang diklaim PT CDS sebagai lahan konsesinya, lahan tersebut merupakan bagian dari lokasi kawasan industri, dan PT Tiran Mineral telah memiliki dokumen izin lokasi jawasan dan sertifikatnya.

“Yang kita lakukan saat ini di lokasi tersebut adalah bagian dari perataan lokasi. Sehingga kalau di lokasi Desa Molore tersebut juga direncanakan sebagai salah satu titik berdirinya smelter, maka itu juga tidak menyalahi aturan. Beberapa waktu lalu kami juga sudah melaksanakan pertemuan dengan perwakilan masyarakat maupun pemudanya,” ungkapnnya.

Oleh karena itu, lanjut La Pili, pihaknya berharap kepada semua pihak untuk bersama-sama memberikan pencerahan sekaligus dukungannya kepada PT Tiran Mineral.

“Insya Allah, PT Tiran Mineral sebagai salah satu anak perusahaan dari Tiran Group berkomitmen dan bersunggu-sungguh untuk bangun smellter di Konawe Utara, demi kemanfaatan lebih buat daerah dan masyarakat kita di daerah ini,” ujarnya. (bds*)

Reporter: Sunarto
Editor: J. Saki

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button