KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Pasangan suami istri (Pasutri) di Raha, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang diduga dianiaya pensiunan tentara justru ditetapkan tersangka oleh Polres Muna atas dugaan tindak pidana pengeroyokan.
Pasutri Suharsono dan Siti Rosida Kondo melaporkan pensiunan tentara bernama Lamuda dengan dugaan tindak pidana penganiayaan ke Polres Muna. Sementara Lamuda juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Ketua LBH HAMI Sultra Andri Dermawan menilai ada kejanggalan dalam proses penanganan kasus dugaan penganiayaan, tapi justru korban ikut ditetapkan tersangka.
Menurut dia, awal mula bergulirnya kasus yang membuat pasutri terjerat masalah hukum ini, berawal ketika keduanya sedang menjual es buah di depan Masjid Agung Al-Munajad Raha, pada 24 Juli 2023.
Saat itu, korban Suharsono hendak mengambil sesuatu di rumahnya dengan mengendarai motornya yang berada di bahu jalan. Tiba-tiba datang sebuah mobil pick up yang dikemudi oleh Lamuda menghantam motor korban dari arah belakang, sehingga membuat motor dan korban jatuh ke selokan.
Tak sampai di situ, Lamuda kemudian mendatangi korban dan menghantam korban menggunakan batu tanpa alasan yang jelas. Akibatnya korban mengalami luka bocor di bagian kepala.
Istri korban yang melihat kejadian itu mencoba melerai aksi Lamuda, namun naasnya dia juga menjadi korban penganiayaan. Tak lama kemudian, salah satu saksi atas nama Ramadan datang untuk meredakan situasi, tetapi justru kena pukul di bagian bibir.
“Setelah itu, orang-orang berdatangan termasuk kedua anaknya yang sebelumnya mendapat kabar jika kedua orang tuanya dianiaya,” ungkap dia saat ditemui di Kantor LBH HAMI Sultra, Selasa (1/8/2023).
Dari kejadian itu, pasutri dan satu saksi lainnya melaporkan Lamuda ke Polres Muna atas dugaan tindak pidana penganiayaan. Usia laporan mereka diterima, ketiganya lalu dibawa penyidik ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Muna untuk dilakukan visum.
Setelah mereka melakukan visum, tiba-tiba Lamuda datang ke RSUD Muna dengan tujuan yang sama. Namun anehnya tidak didampingi oleh penyidik.
Lebih lanjut, Andri menjelaskan, setelah pemeriksaan dan visum selesai dilakukan, pasutri ini diperintahkan tidak boleh pulang karena akan dilaksanakan gelar perkara penentuan naik ke tahap penyidikan.
Tapi ternyata gelar perkara tidak jadi dilakukan, dan rencananya dilaksanakan esok hari 25 Juli 2023, sampai pasutri ini bermalam di Polres Muna. Keesokan harinya, pasutri tersebut diminta untuk menandatangani berita acara penahanan.
“Nanti disitu, baru mereka (pasutri) ketahui kalau mereka menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pengeroyokan yang dilaporkan Lamuda. Di saat bersamaan juga Lamuda ditetapkan tersangka penganiayaan,” terangnya.
Dari runutan kronologis kejadian tersebut, LBH HAMI Sultra merasa ada kejanggalan dalam penetapan tersangka terhadap pasutri ini. Pasalnya, saat kejadian tidak ada satu pun saksi yang melihat ada pengeroyokan kepada Lamuda.
Selanjutnya, pasutri ini tidak pernah diperiksa sebagai saksi dan tidak tahu jika mereka dilaporkan Lamuda. Yang ada, setahu keduanya diperiksa polisi sebagai saksi atas laporan dugaan penganiayaan yang mereka layangkan ke Polres Muna.
“Sekarang baru ada panggilan pemeriksaan saksi setelah adanya penetapan tersangka. Nah pertanyaannya, saksi yang mereka periksa untuk memenuhi alat bukti untuk menyatakan ada pengeroyokan, yang mana? Lagipula kalau memang ada pengeroyokan pasti Lamuda mengalami luka-luka, tapi ini kan tidak,” jelasnya.
Anehnya lagi, anak dari pasutri ini diminta kepolisian wajib lapor. Sementara, ketika dipertanyakan statusnya, pihak kepolisian tidak menerangkan secara rinci.
Sehingga LBH HAMI menengarai ada oknum polisi yang bermain untuk membuat seolah-olah laporan ini ada dua, sehingga terjadi pertukaran kasus yang akan berujung pada jalur damai.
Andri mengatakan, dengan adanya kejanggalan serta ketidakprofesionalan penyidik menangani perkara ini, ditambah ada pelanggaran inprosedural, maka dari itu pihaknya akan melaporkan penyidik Polres Muna ke Propam Polda Sultra.
Selain itu, LBH HAMI Sultra meminta untuk dilaksanakan gelar perkara khusus, karena ia menilai penetapan tersangka atas kasus dugaan tindak pidana pengeroyokan janggal.
“Mereka sebagai korban, tidak melawan, berdarah-darah, jadi tersangka. Sementara dia (Lamuda) tidak ada luka dan tentunya selain kita melaporkan ke Propam, kami akan menyurati Kapolda Sultra terkait masalah ini,” tegasnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Muna, AKP Asrun yang dihubungi awak media ini, menjelaskan bahwa dalam penetapan tersangka baik pasutri dengan kasus dugaan pengeroyokan maupun Lamuda dengan kasus dugaan penganiayaan sudah seusai prosedur.
AKP Asrun menjelaskan, sebelum ada penetapan tersangka penyidik lebih dulu memeriksa dua laporan berbeda. Setelah itu dilakukan gelar perkara kemudian pihaknya menetapkan tersangka.
“Keduanya saling lapor, setalah kita gelarkan dua alat bukti sama hasil visum kita tetapkan tersangka dua-duanya,” katanya.
Dia memastikan, penyelidikan hingga naik ke tahap penyidikan dengan menetapkan tersangka dari dua laporan berbeda telah melalui proses berdasarkan perundang-undangan. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Biyan