Diduga Langgar Kode Etik, Hakim PN Raha dan PT Sultra Dilapor ke Komisi Yudisial
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Raha dan Pengadilan Tinggi (PT) Sulawesi Tenggara (Sultra), diduga melanggar kode etik pedoman perilaku hakim dan pelanggaran ultra petita partitum dalam perkara pidana kasus pembunuhan.
Atas dugaan tersebut, Kuasa Hukum terdakwa, Laode M. Rusliadi Suhi dan Muhammad Syam Wijaya melaporkan ke Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia (RI).
Keduanya melaporkan hakim PN Raha dan PT Sultra dengan dugaan terjadinya pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, yang memeriksa, mengadili perkara, serta mengeluarkan penetapan.
Adapun register perkaranya yakni Nomor: 237/Pid.B/2019/PN Raha tanggal 27 Februari 2020, Jo Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra), melalui Putusan Banding Nomor: 25/PID/2020/PT-KDI, tertanggal 8 April 2020.
Adapun dengan susunan majelis hakim PN Raha mereka berinisial AAH, ZA dan ACA. Sedangkan dari PT Sultra berinisial HW, AF dan MJH.
“Bahwa penerapan pasal yang dituangkan dalam putusan adalah salah, kedua bahwa alat bukti tidak cukup kuat untuk membuktikan terdakwa selaku pembunuh, ketiga masa penahanan yang ditetapkan belum diperpanjang sejak 31 Mei 2020 pada PT, berdasarkan putusan banding, keempat bahwa sedang dilakukan upaya hukum kasasi atas perkara tersebut,” kata Laode M. Rusliadi Suhi, Senin (17/6/2020).
Putusan yang diambil oleh hakim PN Raha dan PT Sultra dinilai bertolak belakang dengan dengan surat keputusan bersama (SKB) dan peraturan bersama Mahkamah Agung (MA) KY RI.
BACA JUGA:
- Bersama KPU dan Bawaslu, Polda Sultra Gelar Rakor Kesiapan Pengamanan Tahap Pemungutan Suara Pilkada Serentak 2024
- Dukung Ketahanan Pangan, Polda Sultra Launching Gugus Tugas
- Bawaslu Temukan Pelanggaran Kampanye Terbatas Paslon Wali Kota Kendari Siska-Sudirman
Dimana kedua lembaga ini berkesimpulan selalu mengedepankan berprilaku adil, jujur, arif dan bijaksana, mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menunjung tinggi harga diri, berdisplin tinggi, rendah hati dan bersikap profesional.
“Dalam hal inilah kami melihat dan berkesimpulan adanya ketidakadilan dalam putusan tersebut, tidak adanya perilaku arif dan bijaksana dalam bukti-bukti yang telah diajukan oleh terdakwa atau pembanding atau pelapor,” tegasnya.
Ditambahkannya, hakim PN dan PT Sultra tidak arif dan bijaksana, integritas serta tidak jujur dalam memutus perkara, karenanya diduga telah melanggar kode etik hakim.
“Kami mohon kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia untuk dapat memeriksa laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hukum ini sesuai dengan kewenangan yang dimiliki,” tutupnya.
Reporter: Sunarto
Editor: Via