Dolar Menguat, ARF: Goncangan Ekonomi Tidak Mengarah Fenomena Krisis 1998
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Nilai tukar rupiah terhadap dolar pada Jumat (7/9/2018) belum bergerak turun secara signifikan dengan masih di posisi Rp14.817 per 1 dolar. Dalam situasi ini, dikhawatirkan berdampak terhadap kenaikan harga secara menyeluruh. Pemerintah harus mengambil langkah nyata untuk menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Pengamat Ekonomi Nasional, Abdul Rahman Farisi menyatakan, cara strategis yang bisa ditempuh pemerintah salah satunya adalah dengan meningkatkan ekspor.
Pemerintah harus melakukan upaya yang dapat mendorong peningkatan ekspor, baik melalui kebijakan maupun meratifikasi regulasi yang membatasi impor. Ekspor yang cepat yang bisa dilakukan pemerintah ialah ekspor sumber daya alam, komoditas perikanan, dan pertanian.
Termasuk di dalamnya penguatan sektor industri, seperti kelapa sawit, dan komoditas andalan yang berorientasi ekspor.
Bacaleg DPR RI Dapil Sultra ini juga menyebutkan, dengan kuantitas eskpor yang meningkat maka penawaran dolar menjadi meningkat, sehingga akan mendorong rupiah kembali menguat.
“Cara strategis tingkatkan ekspor, upaya jangka pendek ini efektif menahan pelemahan rupiah,” kata Abdul Rahman Farisi yang ditemui Detiksultra.com di kediamannya, Jumat (7/9/2019).
ARF, sapaan akrab Abdul Rahman Farisi menambahkan, kenaikan dolar yang terjadi, kecil kemungkinan mengarah atau mengalami fenomena krisis moneter tahun 1998.
Hal menguntungkan dari kondisi sekarang adalah beberapa hal, seperti pondasi kekuatan devisa saat ini hampir empat kali lebih kuat dari 20 tahun lalu.
Cadangan devisa negara saat ini mencapai 118 miliar US dolar, lebih kuat dibanding tahun 1998 yang hanya 23,61 miliar US dolar. Hal sama juga terjadi pada net capital inflow atau investasi yang masuk ke Indonesia. Tahun 1998, NCI hanya sekitar 2,47 juta US dolar dan tahun 2018 mencapai 4,015 juta US dolar.
Sedangkan dari angka pertumbuhan ekonomi, tahun 1998 turun sampai minus 13,3 persen dan tahun 2018 berada di posisi 5,27 persen.
Reporter: Dahlan
Editor: Ann