KOLAKA UTARA, DETIKSULTRA.COM – Setelah melakukan pemantauan pada saat KPU Kolaka Utara (Kolut) melakukan simulasi pemungutan suara di Desa Tolala, Kacamatan Tolala, Kabupaten Kolut pada Kamis (4/4/2019), Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kolut melihat ada beberapa hal urgen yang harus diperhatikan oleh Kelompok Penyelenggra Pemungutan Suara (KPPS) dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS).
“Perlunya sterilisasi TPS dari orang-orang yang tidak berkepentingan selain petugas KPPS, Pengawas TPS dan para saksi peserta pemilu, untuk menghindari intervensi dan gangguan saat petugas di TPS sedang menjalankan tugasnya,” ucap Ketua KIPP Kolut, Suparman, Jumat (5/4/2019).
Suparman menilai, berdasarkan pantauan saat simulasi, durasi waktu wajib pilih dalam menyalurkan suara terbagi dalam kelompok usia milenial dan kelompok lanjut usia. Usia milenial rata-rata menghabiskan waktu tiga sampai enam menit di dalam bilik suara. Sementara lansia dan penyandang disabilitas, bisa menghabiskan waktu lima sampai sebelas menit di bilik suara. Untuk itu, dirinya berharap agar petunjuk teknis tentang tata cara pemungutan suara yang diatur PKPU 3/2019, bisa dimodifikasi atau disesuaikan dengan kondisi di TPS.
[artikel number=3 tag=”kpu,simulasi,” ]
“Ini agar teknis pelaksanaan pemungutan suara tidak kaku dan bisa mengefektifkan petugas KPPS dalam menjalankan tugasnya di TPS,” ujarnya.
Mengingat penyelenggaraan pemilu tahun ini ada lima surat suara yang harus dicoblos, Suparman mengingatkan KPPS untuk melakukan pengecekan atau pemeriksaan dini terhadap data kependudukan pemilih ketika KPPS mengirimkan C-6 kepada wajib pilih.
Sebab sebelum melakukan pencoblosan, wajib pilih terlebih dahulu akan diperiksa data kependudukannya, sehingga menurut dia, ini juga akan memperlambat wajib pilih dalam menyalurkan suara di TPS. Apalagi jika ada wajib pilih yang tidak membawa atau lupa membawa data kependudukannya.
“Harusnya petugas KPPS sudah memeriksa data kependudukan pada saat mengirim undangan atau surat panggilan pada wajib pilih,” urainya.
Selain itu, jarak bilik suara harus diatur sedemikian rupa agar wajib pilih yang akan mencoblos tidak saling berkomunikasi, menganggu dan melihat, supaya azas Luber benar-benar terlaksana.
“Setelah kami memantau saat simulasi berlangsung, jarak antar bilik suara terlalu rapat, diperkirakan hanya kurang lebih 15-20 cm,” sebutnya.
Ditambahkannya, pada saat proses pencoblosan, wajib pilih yang hadir di TPS tidak boleh mengganggu wajib pilih lainnya dalam menyalurkan suaranya seperti memfoto, bercakap-cakap, dan ibu-ibu diharapkan tidak membawa balita dan anaknya ke dalam TPS.
“Hal ini harus diperhatikan petugas pengamanan dan PTPS dalam menjaga lokasi TPS tetap steril,” pungkasnya.
Reporter: Sunarto
Editor: Rani