Reaksi Pakar Hukum Tata Negara soal TKA Cina di Sultra yang Menolak Dites Urine
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Refly Harun, Pakar Hukum Tata Negara ternama mengomentari terkait Tenaga Kerja Asing (TKA) Cina di Sulawesi Tenggara (Sultra), yang menolak dites urine.
Awal terkuaknya isu TKA menolak dites urine ketika Anggota DPRD Sultra, Aksan Jaya Putra (AJP) menerima keluhan dari pihak Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sultra.
Pekerja asing asal Tiongkok dimaksud yakni yang bekerja di perusahaan smelter pemurnian biji nikel PT Virtu Dragon Nickel Industry (VDNI) yang bertempat di Morosi, Kabupaten Konawe, Sultra.
Refly Harun mengatakan, siapa pun yang berdiri di atas tanah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus patuh dan taat terhadap peraturan yang dibuat negara ini, tanpa terkecuali pekerja asing.
Di samping itu, pemerintah dan aparat penegak hukum juga perlu lebih tegas lagi dalam menjalankan aturan, apalagi ini menyangkut soal kedaulatan Bangsa Indonesia.
“Kita sebagai warga negara berharap bahwa di mana pun kita (pemerintah) mampu menegakkan keadilan, dan kedaulatan, termasuk kedaulatan di sektor ekonomi bidang ketenagakerjaan,” ujar dia ketika hadir dalam diskusi bulanan yang digelar KAHMI Sultra, Senin (27/2/2023).
Baca Juga :Â BNNP Keluhkan Pekerja Asing di PT VDNI Enggan Dites Urine, DPRD Sultra: Wajib Hukumnya
Pakar Hukum Tata Negara asal Jakarta ini pun menerangkan jangan karena mereka pemilik modal, lantas merasa seenak semaunya di negari orang.
“Jangan sampai kita didikte oleh bangsa asing,” ucapnya.
Selain itu, Refly Harun menyebut negara ini memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) yang begitu melimpah ruah, mulai dari nikel, batu bara, emas, aspal dan lain sebagainya.
Pantasnya dengan SDA yang dimiliki, lanjut dia, berdasarkan konstitusi kekayaan alam tersebut harusnya digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.
Bukan untuk kemudian dimanfaatkan oleh bangsa asing. Jika dihitung, keuntungan bangsa ini sebagai pemilik kekayaan alam tidak sebanding dengan keuntungan pemilik modal dari asing.
“Kalau kita hitung keuntungan kita, barangkali tidak besar-besar amat, mayoritas keuntungan justru di tangan mereka (asing). Padahal kita yang punya barang justru mereka yang menerima manfaatnya. Ini yang kemudian kita takutkan ketika SDA terkuras habis maka disitu nanti kita menyesal,” tukasnya. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Biyan