Sultra Raya

TKA Cina Kerja di Tambang Pasir, Bariun: Ini Pelecehan Buat SDM Dalam Negeri

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Praktisi Hukum Sulawesi Tenggara (Sultra), La Ode Muhamad Bariun menyikapi tenaga kerja asing (TKA) asal Cina di tambang pasir atau tambang galian C di Kelurahan Nambo, Kecamatan Nambo, Kota Kendari.

Pekerja TKA asal Cina sebanyak lima orang itu sebelumnya diungkap oleh Kasi Intelijen dan Keimigrasian Kantor Kelas I TPI Kota Kendari, Mongin. Kelima TKA itu memenuhi syarat.

Berbicara soal TKA bekerja di Indonesia, Bariun mengatakan harus dimulai dari hulunya dulu. Tentunya TKA akan lebih dulu melapor ke Imigrasi ihwal kedatangan mereka apa sebagai tenaga asing atau hal lainnya.

Apabila tujuannya datang untuk bekerja, pasti pihak TKA akan dimintai keterangan perusahaan mana yang membutuhkan tenaga mereka. Juga termaksud keahlian TKA.

Dari sekian pertanyaan tersebut Imigrasi   yang akan menyimpulkan. Setelah itu, tentunya pihak Imigrasi akan melakukan pengecekan di lapangan atau di lokasi TKA bekerja.

“Pihak perusahaan akan didatangi oleh Imigrasi untuk menanyakan terkait apakah benar mereka meminta TKA untuk bekerja sesuai keahlian yang ditunjukan TKA. Jika cocok berarti tidak ada masalah, tinggal pengawasannya,” ungkap dia saat ditemui, Kamis (27/1/2022).

Hanya yang menjadi pertanyaan besar, skala tambang pasir harus menggunakan tenaga asing. Sehingga ia menilai ini adalah bentuk pelecehan bagi masyarakat di Indonesia.

“Ini pelecehan buat sumberdaya manusia (SDM) dalam negeri. Nanti dikira dari kita tidak punya kemampuan hanya karena persoalan tambang pasir. Kan malu kita kepada negara lain. Artinya begitu zero (nol) keahlian kita. Bagi kami di perguruan tinggi juga merasa dilecehkan, kita sudah menciptakan tenaga ahli, giliran hanya tambang pasir, harus orang asing yang kerja kan aneh,” urainya.

Menurut Undang-udang (UU) nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan penggunaan tenaga asing di Indonesia hanya dibutuhkan ahli teknologi.

Misalnya satu ahli asing yang digunakan menggandeng satu sampai tiga orang tenaga kerja lokal untuk belajar. Itu berlangsung selama 1-2 tahun dan setelahnya tenaga asing akan dikembalikan ke negara asalnya.

Ketika demikian, artinya teknologi sudah beralih ke tangan tenaga lokal. Itu aturan di dalam negeri sangat jelas. Tentunya soal pemenuhan tenaga ahli itu kecuali perusahaan berskala besar, seperti di PT VDNI.

“Lah ini tambang pasir, sekalipun mereka kerja sebagai pengawas itu tidak dibolehkan, masa tenaga asing yang mau mengawas, kan mengurangi jatah kerja dari masyarakat lokal,” bebernya.

Dosen Pascasarjana Hukum Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra) ini, menegaskan bahwa ada ketidak tegasan Imigrasi dan pemerintah dalam mengawasi persoalan ini.

Bisa jadi, yang bersangkutan (TKA) tidak melapor ke dinas terkait di Kota Kendari bahwa mereka bekerja di tambang pasir.

“Nah kelemahan sosoi kontrolnya pemerintah dan Imigrasi terhadap sektor usaha khususnya di tambang pasir sangat lemah,” tandansya.

 

Reporter: Sunarto
Editor: Via

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button