Pentingnya Menjaga Kemanan Olahan Produk Pangan
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Pangan olahan adalah makanan atau minuman yang dihasilkan dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa penggunaan bahan tambahan dalam proses pengolahannya.
Mengenai hal itu, mahasiswa KKN PPM Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Haluoleo (UHO) tahun 2019, memberi edukasi pentingnya diversifikasi olahan produk pangan dan penerapan keamanan saat pengolahan bahan pangan, utamanya proses produksi dilingkup usaha kecil menengah kepada masyarakat yang tergabung dalam kelompok Ikatan Pengrajin Produk Pangan Lokal (IP3L) Kaopi.
Materi analisis kondisi industri pengolahan kasoami dilihat dari kacamata konsep Good Manufacturing Processing (GMP), Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) dan HACCP, serta upaya penjaminan keamanan pangan untuk memperbaiki kondisi industri kasoami saat ini.
Disampaikan oleh beberapa pemateri yang merupakan mahasiswa KKN PPM Jurusan ITP pada Fakultas Pertanian UHO Supri Wibosono, memaparkan pentingnya penerapan konsep Good Manufacturing Processing (GMP), Setio Budi Utomo memaparkan konsep Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP), dan Rio Bravo Malau mengenai pentinganya Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Selain materi tersebut, Cedrik Elcid Wurara memaparkan diversifikasi produk olahan kaopi pada kegiatan KKN PPM dan Andi Muhamad Rao Pangerang memaparkan pentingnya kelompok IP3L dibentuk.
Dalam pembangunan industri pangan, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Hal ini dilakukan agar produk yang dihasilkan terjamin keamanan pangannya ketika dikonsumsi. Mulai dari GMP, SSOP dan HACCP.
“GMP merupakan aspek kelayakan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap rantai makanan untuk memulai suatu usaha atau industri pangan,” ujar Supri.
Untuk penerapannya, jelas Supri tidak memandang entah perusahaan kecil atau besar, karena merupakan suatu cara atau tekhnik produksi makanan sehingga diperoleh persyaratan mutu dan keamanannya.
“Ruang lingkup GMP terdiri dari delapan aspek mulai dari adanya lingkungan dan lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, bahan baku meliputi bahan utama bahan pendukung lainnya dan bahan tambahan pangan, Higine dan sanitasi karyawan, pengandalin proses, pengendalian hama serta pencatatan dan dokumentasi yang harus diterapkan ketika ingin membangun suatu industri yang berbasis prinsip GMP,” tuturnya.
Supri menjelaskan, penerapan GMP penting dalam industri karena dapat membantu proses produksi lebih higienis dan terjamin keamanannya.
“Berdasarkan survei yang kami lakukan, sebagian besar pengrajin kasoami, tidak menerapkan GMP dalam proses produksi. Hal ini tentu dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan,” terangnya.
Lanjut Supri, setidaknya ada satu sampai lima poin penerapannya dalam industri, itu sudah cukup baik. Karena bisa dibilang penerapan GMP itu tidak mudah, apalagi untuk skala rumah tangga, namun bisa dilakukan secara bertahap untuk memenuhi keseluruhan persyaratannya.
Sementara dalam SSOP lanjut Budi merupakan tatacara atau prosedur yang dilakukan secara higienis baik itu dari personal, lingkungan dan peralatan saat diterapkan pada proses pembuatan produk.
“Ada delapan kunci yang perlu diterapkan dalam pengolahan pangan agar memenuhi SSOP diantaranya keamanan air, kebersihan peralatan, kebersihan personal, kebersihan lingkungan, kebersihan toilet, area cuci piring yang steril, penanganan hama seperti kecoak, tikus dan hama lain dan pengawasan kesehatan personal,” ungkapnya.
Setiap paling lambat enam bulan, tutur Budi pekerja wajib mengecek kesehatannya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya bahaya kontaminasi pada produk yang akan dihasilkan pada proses produksi.
Selain itu, lanjut Budi rumah produksi dan area pengolahan tidak boleh satu tempat karena dapat menyebabkan kontaminasi silang .
“Jika salah satu syarat tidak dipenuhi maka akan menyebabkan mutu produk menurun. Karena pada proses pengolahan sanitasi diri dan lingkungan itu sangat wajib untuk diterapkan agar tidak mempengaruhi proses keamanan hasil produksi,” ujarnya.
Berdasarkan hasil survei yang mereka lakukan di lapangan terang Budi, masih banyak masyarakat yang belum menerapkan delapan prinsip SSOP tersebut.
“Ada juga yang menerapkan tapi tidak semua poin. Hanya pada peralatan dan area produksi saja. Mereka bahkan baru mendengar apa itu SSOP,” ungkapnya.
Sementara itu, HACCP lanjut Rio merupakan suatu sistem yang digunakan untuk menganalisis potensi-potensi bahaya spesifik yang dapat ditimbulkan pada saat pengolahan bahan pangan mulai dari tahap awal sampai produk jadi.
“HACCP perlu diterapkan dalam pengolahan produk pangan, agar meminimalisir kejadian keracunan pada makanan serta untuk menghindari penyakit yang ditimbulkan oleh makanan tersebut,” terangnya.
Proses penerapannya jelas Rio harus dimulai dari kedatangan bahan baku agar mengetahui bahaya yang kemungkinan bisa terjadi mulai kimia, fisik dan biologinya. Hal untuk mengetahui titik kritisnya. Jika ditemukan, maka produsen sudah bisa melakukan pengendaliannya.
“Misalnya pada produk kasoami, yang menggunakan ubi kayu sebagai bahan dasarnya. Biasa ubinya itu bercampur, ada yang pahit dan manis. Sementara pada ubi pahit mengandung kadar HCN (sianida) yang bersifat racun jika di konsusmsi. Disinilah kita dapat menemukan titik kritis secara kimianya. Sehingga produsen bisa mengatasi kejadian keracunan pada makanan sebelum melakukan pengolahan,” jelasnya.
Kata Rio, kasus keracunan pada makanan olahan lokal kasoami memang belum pernah ditemukan. Tapi kejadian itu bisa saja terjadi, olehnya sebelum terjadi harus dikendalikan menggunakan proses HACCP ini.
“Dengan adanya sosialisasi mengenai materi keamanan pangan ini, mereka sangat bersyukur dan Alhamdulillah mendapat respon baik dari pemerintah kota dan pihak Pemkot mau membantu para pelaku usaha kasoami dalam mengembangkan usahanya agar menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi,” ungkapnya.
Terang Rio, mereka sangat senang dengan edukasi yang kami sampaikan. Mereka itu sebenarnya ingin dibantu untuk mengembangkan produksinya, karena proses pengolahannya masih dilakukan secara tradisional. Sehingga kami sebagai mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan memberikan edukasi dalam pengolahan produk sesuai dengan ilmu yang pernah kami pelajari mengenai pentingnya keamanan pangan dalam proses produksi.
“Diversifikasi pangan merupakan penganekaragaman hasil produk dalam pengolahan makanan agar tidak terfokus pada satu pilihan saja, seperti pada pangan lokal ubi kayu,” kata Cedrik dalam pemaparannya.
Pentingnya penganekaragaman ini lanjut Cedrik dapat meningkatkan minat masyarakat dalam konsumsi pangan lokal sehingga dapat membantu menunjang ketahanan pangan.
“Apalagi Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor terigu terbesar, tentu hal ini dapat mengancam ketahanan pangan,” ujarnya.
Mengenai hal itu, ungkap Cedrik pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber pangan menjadi salah satu alternatif.
“Masyarakat kita kan sudah begitu akrab dengan ubi kayu. Bahkan, ada masyarakat tertentu yang memanfaatkan ubi sebagai makanan lokal yaitu Kasoami,” tuturnya.
Cara pengolahannya, tutur Cedrik ubi kayu di kupas kemudian diparut setelah itu diperas sehingga ampas hasil perasan menghasilkan Kaopi yang merupakan bahan pembuatan kasoami. Kaopi dalam bentuk produk yang telah dikeringkan dapat dijadikan sebagai tepung yang dapat diolah menjadi produk olahan lain.
“Selama proses KKN berjalan sudah banyak produk yang kami kembangkan dari pembuatan tepung kaopi diantaranya cake, muffin, pizza, tuli-tuli cookies dan kasuami instan,” tuturnya.
Program kerja andalan KKN PPM ini adalah, mahasiswa memfasilitasi upaya pembentukan kelompok masyarakat pembuat kasoami agar produk yang dihasilkan lebih terjamin kemanan dan kualitasnya.
“Inisiatif pembentukan kelompok IP3L Kaopi merupakan program kerja unggulan dalam kontrubusi yang kami lakukan kepada masyarakat,” ungkap Rio.
Dibentuknya kelompok ini, lanjut Rio untuk mempersatukan pengrajin kasoami yang ada di Kota Kendari, agar menjadi wadah untuk mengembangkan usaha mereka lebih luas dengan berbagai jenis pemasaran of line dan on line sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan para pengrajin kaopi dan kasoami di kota Kendari.
Lanjut Rio, kami juga melakukan koordinasi dengan Dinas Pangan Kota Kendari mengenai inisiasi pembentukan kelompok IP3L dan pengajuan berbagai program untuk pembinaan kelompok ini melalui program kerja Dinas Pangan Kota Kendari.
“Pihak pemerintah daerah sangat mengapresiasi, hal ini dibuktikan dengan telah dilakukan pengukuhan sebanyak 22 orang pengrajin yang nantinya akan menjadi program pembinaan bagi kegiatan KKN selanjutnya bagi jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan UHO,” jelasnya.
KKN PPM Fakultas Pertanian diikuti sebanyak 20 Mahasiswa jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan dibawah bimbingan Prof. Dr. Hj. Sri Wahyuni, M.Si, Dr. Ir. Asnani, M.Si, RH Fitri Faradilla, STP.M.Sc, Ph.D dan Dr. Sarinah, SP, M.Si
Reporter : M6
Editor: Dahlan