Opini

Situs Sejarah: Benteng dan Meriam Tentara NIPPON di Kelurahan Mata

Dengarkan

KENDARI – Sulawesi Tenggara (Sultra) pernah jadi wilayah dudukan penjajah dimasa penjajahan perang sebelum Indonesia Merdeka tahun 1945. Jepang yang superior di wilayah Asia meninggalkan jejak penjajahan di Indonesia Khususnya di tanah Kendari  Sulawesi Tenggara.

Jepang menguasai beberapa titik lokasi lengkap bekas pemerintahan kolonial Belanda di Kendari ( Laiwoei ) terlebih lagi sistem pertahanan dibuat dengan sarana mesin persenjataan yang lebih lengkap, dimana Jepang tergabung dalam blok sentral dalam perang dunia II (Jerman, Italia, dan Jepang) sehingga meriam buatan Nazi Jerman terdapat di daerah kendari sekarang.

Jepang masuk dan berkuasa di Indonesia (1942-1945) mendapat simpati masyarakat karena jepang datang dengan dokma 3A-nya. Khususnya di daerah kendari Sulawesi Tenggara tidak banyak di temukan peninggalan perang dunia namun ada satu peninggalan yang bisa di lihat sampai sekarang.

Menurut Dr. Basrin Melamba, M.A (Dosen Sejarah Universitas Halu Oleo) Pasukan jepang mendarat di kota kendari tepat 24 Januari 1942, tiga lokasi yang menjadi jalur masuk pasukan matahari terbit itu, yakni di Desa Tondowatu ( Konawe), Abeli dan Kota lama kendari.

Kota Lama merupakan Salah satu wilayah dengan kesiagaan senjata militer lengkap berada di area perbukitan  Kendari, tepatnya di Kelurahan Mata, persenjataan milik Nippon saat ini masih bisa disaksikan, meski kondisi situs sejarah itu, kini tak sehebat dulu.

Wilayah Kelurahan Mata di Kota Kendari, dikenal menyimpan sejumlah situs sejarah sisa Perang Dunia II yang dulunya dikuasai oleh bala tentara Nippon, Jepang.

Salah satu situs sejarah fenomenal yang masih bertahan hingga kini, adalah keberadaan bungker lengkap dengan meriam peninggalan Jepang saat Perang Dunia (PD) ke II.

Lokasinya tepat di kaki bukit menghadap laut di Kelurahan Mata, Kota Kendari, yang hanya berjarak puluhan meter dari jalan poros utama.
Untuk tiba langsung di area meriam itu, harus lebih dulu menanjaki 22 anak tangga beton dengan lebar sekitar 60 atau 70 cm. Titik lokasinya sangat dekat dengan pemukiman penduduk.

Bungker buatan jepang ini berdiri di atas lahan 100 meter persegi, dengan luas bungker sekitar 27 meter persegi, di bangun dengan kontruksi beton, berukuran panjang 5,7 meter, lebar 5,5 meter dan tinggi 2 meter yang berfungsi sebagai pelindung.

Pasca Jepang menyerah kepada tentara sekutu tahun 1945, hampir seluruh perlengkapan perang Nippon di daerah ini, ditinggalkan begitu saja, termasuk meriam baja di bungker bekas pertahanan tentara Jepang.

Seiring waktu, kondisi bungker beton berukuran 3×4 meter dan tinggi 2 meter nyaris tak terurus, dan terbengkalai. Bahkan meriam bajanya berkarat, dan beberapa onderdil penting meriam tersebut, hilang entah kemana.
Tak dapat di pungkiri kondisi bungker bertahun-tahun terbengkalai yang tidak mendapat pemugaran.

Selain itu, tiga lubang gowa yang dulunya sebagai “jalan tikus” tentara Nippon di perbukitan yang menghubungkan Kelurahan Kampung Butung, Mangga Dua, Kessilampe, Kendari Caddi, dan Kampung Salo, sudah runtuh tertimbun tanah.

Ironisnya lagi, pada dinding bungker peninggalan Jepang tersebut marak coretan cat sebagai sasaran aksi vandalisme oknum tak bertanggung jawab.

Coretan juga tak luput pada pangkal mesin meriam baja. Sekalipun meriam di bungker peninggalan Jepang di kelurahan Mata itu sudah tidak berfungsi, namun bentuknya masih terbilang utuh.

Untuk memugar bungker peninggalan jepang ini memang membutuhkan anggaran yang cukup besar dan harus ada partisipasi dari pemerintah, dinas terkait dan masyarakat karena ini merupakan warisan sejarah yang harus di lestarikan, dan warga masyarakat di harap dapat menjaga situs bersejarah ini agar kelak masih dapat di nikmati oleh anak cucu kita dimasa depan.

Dilihat dari posisi dudukannya, meriam ini dahulu dapat digerakkan berputar 180 derajat ke arah kanan dan kiri, dan dapat mendongak ke atas hingga posisi 60 derajat. Di pangkal meriam terdapat tulisan THE – BHLM STEEL COMPANY GUN MARK X MODE 8 N 1584L. E P I E P A P H E I. U S D 1910.

Meriam ini, menjadi basis pertahanan utama tentara Jepang melawan tentara sekutu antara tahun 1940 s.d 1945.

Meriam berlaras sepanjang 3,5 meter dengan lop berdiameter kl 8 cm itu, mampu menjatuhkan pesawat musuh yang melintas diatas perairan laut banda.

Keberadaan bungker Jepang yang dilengkapi meriam itu, dinyatakan sebagai wilayah aman perlindungan bagi armada laut tentara Jepang dalam masa Perang Dunia II, termasuk ibu kota provinsi Sulawesi Tenggara ini, dijadikan lokasi pangkalan udara strategis untuk manuver ke wilayah Pasifik melalui Morotai, Maluku Utara.

Diharapkan pemerintah dan masyarakat dapat menjaga peninggalan sejarah tersebut, dan dapat di jadikan cagar budaya di nasional provinsi Sulawesi tenggara dan dapat di nikmati oleh masyarakat segitar sebagai objek wisata sejarah.

 

Penulis : JUMADIN S.Pd,
Guru Mapel Sejarah SMA Negeri 1 Wawonii Tengah

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button