Pemakzulan Pauno Rumbia VII (Mantan Raja Moronene Rumbia): Antara Pro dan Kontra

Hiruk-pikuk yang terjadi akibat pemaksulan Raja Moronene Rumbia VII, PYM Mokole Alfian Pimpie pada 1 Juni 2025 kini telah menulai beragam atensi dan kontroversi. Salah satunya yakni, melalui pemberitaan media pada Musyawarah Besar Perangkat Kerajaan Moronene yang digelar di Rumah Adat Raha MPu’u, Kel.Taubonto pada 10 Juni 2025 lalu yang menyebutkan bahwa pemakzulan Pauno Rumbia ke-VII tidak sah karena diwadahi oleh Lembaga Adat Moronene yang tidak diakui legalitasnya dan bahwa musyawarah adat yang melahirkan kesepakatan pemakzulan adalah bersifat sepihak karena tidak menghadirkan pihak Pauno Rumbia -VII.
Menanggapi hal tersebut, Inisiator sekaligus Ketua Panitia Musyawarah Adat Moronene, Muh.Mardhan pun angkat bicara: “Sebelum pernyataan Sikap 16 Rumpun Keluarga Mokole yang merekomendasikan dengan Tegas Pemakzulan tersebut, pihaknya telah kami undang 2x berturut-turut, namun menolak untuk hadir, bahkan pada undangan yang pertama malah terindikasi melakukan upaya blokade dan perintangan terhadap kegiatan muswarah tersebut. sekarang pihaknya mengadakan forum tanpa mengundang keterwakilan dari kami (perwakilan 16 rumpun), dan setelah itu mereka teriak-teriak bahwa kami sepihak..”
Bahkan setelah ia menyoroti wajah-wajah peserta yang hadir pada acara Musdat Perangkat Kerajaan ia menyimpulkan bahwa Mantan Raja (Pauno Rumbia ke-VII) saat ini sudah berada di titik paling kritis, sehingga ia bahkan meminta dukungan dari segelintir orang yang kebanyakan diantaranya bahkan tidak punya kapasitas secara garis keturunan (Mokole) Keuwia.
Sementara itu, mendapat tudingan bahwa lembaganya tidak diakui dan tidak memiliki legalitas Yunus, N.L Ketua LAM (Lembaga Adat Moronene) membantah tudingan tersebut dengan menyodorkan ke awak media bukti-bukti berupa Akta Notaris Agus Jaya, SH No 7 Tgl 10 Februari 2.000, Akta Perubahan 2009, dan Surat Keterangan Terdaftar Pengadilan Negeri Bau-bau pada 20 Maret 2000. Lembaga ini telah berkontribusi dalam perjuangan pemekaran kabupaten, advokasi masyarakat, memberikan rekomendasi-rekomendasi dan telah eksis selama lebih dari 25 Tahun.
“Justru kami itu jelas rekam jejaknya, bukan seperti lembaga di sebelah yang dipakai untuk melegitimasi klaim tanah. Apalagi Ketua LAKMnya saya dengar adalah Bapak Mertuanya sendiri.. “
Yunus N.L juga menambahkan bahwa Lembaga Adat Moronene yang keanggotaanya terdiri dari perwakilan rumpun-rumpun, tidak mutlak legalitasnya bergantung pada penunjukan Raja Moronene,namun lebih sebagai sebuah organisasi masyarakat adat yg terdiri dari keterwakilan Keluarga Mokole Keuwia,Pemangku adat,pemerhati budaya,dsb.
“…Justru idealnya LAM itu adalah mitra bagi Raja Moronene dalam menjalankan tugas,wewenag, serta tanggungjawabnya terhadap seorang pengayom masyarakat adat dan pelestari budaya…”
Lebih lanjut, menyoroti pemberitaan media terkait penyataan bahwa seorang Raja tidak dapat diganti terkecuali atas tiga alasan: 1) wafat, 2)melakukan tindakan amoral, dan 3) mengundurkan diri, akibat ketidakmampuan secara fisik, Muh. Mardhan pun angkat bicara :
“Saya justru mau bertanya balik, apakah dugaan menipu, memanipulasi surat-surat, untuk mengklaim hak-hak tanah orang lain/keluarga rumpun Moronene lainnya bukan sebuah perbuatan AMORAL? saya khawatir orang-orang yang berpendapat seperti ini bukannya tidak paham tentang perbuatan-perbuatan yang masuk kategori Amoral(bukan karena otak mereka kecil), hanya kepentingan tertentu sehingga bersikap Pro pada pelaku sehingga tidak lagi obyektif dalam menilai perbuatannya..”
Bahkan menurut Muh.Mardhan, saat ini laporan Polisi terkait dugaan penipuan/penggelapan yang bersangkutan sedang dalam proses. Ia bahkan menyampaikan ke awak media, bahwa pelapornya ini berasal sesorang dari suku lain (pembeli tanah), jadi sdh pasti pelapor tdk mungkin berani melapor kalau ini tdk benar.
Lalu bagaimana tanggapan anda dengan komentar Ketua RKM ?
“Saya pikir komentar Ketua RKM itu hanya merupakan sebuah opin pribadi. Silahkan saja beliau berpendapat, sebab negara ini menjamin kebebasan berpendapat dan tentu bagi kami pendapat beliau secara pribadi bukanlah sebuah Fatwa dan tidak memiliki nilai kebenaran hukum adat, apalagi beliau bukan seorang pakar hukum budaya baik budaya secara umum terlebih dalam hal budaya Moronene Keuwia. Secara lembaga, RKM tidak memiliki Kapasitas untuk mengurusi masalah Mokole secara spesifik. Secara latar belakang adat, beliau adalah Mokole Moronene Poleang, tentu pandangan dan opininya terkait persoalan internal Moronene Keuwia lagi-lagi tidak punya pengaruh apapun dalam hal kebsahan dari suatu keputusan yang kami ambil sebagai rumpun keluarga Mokole Moronene Keuwia…”.
Selain itu, menanggapi pernyataan sikap yang dibuat oleh Kerajaan Moronene Poleang, Muh.Mardhan dengan tegas menolak intervensi apapun dari Kerajaan/Mokole Poleang, sebab menurutnya Mokole Moronene Poleang tidak punya kapasitas untuk mengurusi persoalan Kerajaan Moronene Keuwia. “.. beliau seharusnya menyadari bahwa pernyataan sikapnya tersebut tidak pada tempatnya, sehingga tidak perlu dilakukan karena tidak punya pengaruh apapun dalam pertimbangan kami..”. Keluarga Mokole Rumbia tidak pernah sedikitpun ikut campur urusan Kerajaan Moronene Poleang,jadi sebaiknya bersikap arif dengan tidak pula mencampuri urusan Kerajaan Moronene Keuwia.
Oleh karena itu, Kerajaan Poleang tidak dapat melegitimasi apapun tentang sah tidaknya Pemakzulan Raja Rumbia ke-VII, sebab bahkan Kesultanan Buton yang secara historis punya legitimasi untuk melantik Raja di Rumbia dan Poleang bahkan setuju dengan pencopotan Pauno Rumbia karena dianggap sudah melakukan pelanggaran berat. “Atau jangan-jangan, kehadiran dan statement Mokole Poleang dalam hal ini mengindikasikan bahwa pihaknya merasa lebih berwenang daripada Kesultanan Buton? Entahlah..”
Kami berharap Masyarakat Moronene Keuwia(Rumbia-Rarowatu dan pemekarannya kembali paham bahwa Mantan Raja Moronene ke-VII yg telah kami makzulkan pada 1 Juni 2025 adalah figur yang sudah tidak layak mengemban status Raja, dikarenakan berbagai perbuatannya telah nyata menjadi indikasi dari kualitas mental dan moralitas yang jauh dari seorang pengayom dan panutan Masyarakat.(Penutup)
Ditulis oleh Muh. Mardhan (Ketua Panitia Musyawarah Adat Moronene)