Hukum

Kejati Sultra Kembali Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Tambang di Blok Mandiodo

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Penyidik tindak pidana korupsi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali tetapkan tersangka kasus dugaan korupsi tambang di WIUP PT Antam, Blok Mandiodo, Konawe Utara (Konut).

Tersangka yang ditetapkan penyidik Kejati Sultra adalah Direktur PT Tristaco Makmur Mandiri, RC.

Menurut Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sultra, Ade Hermawan, yang bersangkutan mestinya sudah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIA Kendari.

“Tadi jadwal pemeriksaan Direktur PT Tristaco, tapi yang bersangkutan tidak hadir memenuhi panggilan penyidik. Meski begitu, dia tetap ditetapkan sebagai tersangka karena sudah memenuhi alat bukti,” ucap dia saat ditemui di Kantor Kejati Sultra, Rabu (16/8/2023).

Pekan depan, pihaknya akan memanggil kembali Direktur PT Tristaco Makmur Mandiri. Apabila masih tidak hadir, Kejati Sultra bakal mengambil langkah-langkah hingga penjemputan paksa.

Terkait penetapan tersangka, Ade Hermawan melanjutkan, PT Tristaco memiliki peran dengan menyediakan dokumen terbang (Dokter) untuk digunakan PT Lawu Agung Mining (LAM), seolah-olah ore nikel tersebut berasal dari PT Tristaco Makmur Mandiri.

Hal ini sama yang dilakukan oleh PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) yang sudah lebih dulu direkturnya ditetapkan tersangka Kejati Sultra.

“Perannya sama, menyediakan dokumen terbang,” tuturnya.

Dia menambahkan, pihaknya masih akan mengembangkan siapa-siapa saja perusahaan tambang yang turut menjadi penyedia dokumen terbang.

“Yang kita kejar ini klaster penyedia dokumen terbang,” pungkasnya.

Sebagai informasi, pada awal tahun 2021 Kerja Sama Operasional (KSO) di WIUP PT Antam terbentuk. PT Antam berkerjasama serta memberikan kepercayaan kepada PT Lawu sebagai kontraktor mining dan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Sultra berperan selaku Ketua KSO.

PT Lawu dan Perumda Sultra diberikan tanggung jawab menggarap 22 hektar lahan milik PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara (Konut). Perjanjiannya, seluruh hasil penambangan ore nikel PT Lawu harus dijual ke PT Antam dengan harga yang telah disepakati bersama.

Namun semenjak 2021 hingga seterusnya berproduksi, PT Lawu hanya menjual sebagian kecil ke PT Antam dan sisahnya dijual ke pabrik smelter. Bahkan, dari 22 hektare, PT Lawu melalui subkontraktor yang ditugaskan menambang, berani menerobos kawasan hutan lindung sekitar 157 hektare.

Dari hasil penambangan tersebut, PT Lawu mengakalinya dengan menggunakan dokumen terbang perusahaan tambang lainnya yang berada di sekitar WIUP PT Antam untuk menjual ore nikel. Sehingga seolah-olah ore nikel tersebut berasal dari WIUP perusahaan dimaksud (penyedia dokumen terbang). (bds)

 

Reporter: Sunarto
Editor: Biyan

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button