Rakor dan Evaluasi TPPS Sultra Tahun 2024, Tekankan 9 Upaya Atasi Stunting
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar Rapat Koordinasi dan Evaluasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2024. Rakor tersebut sebagai wujud komitmen Pemprov Sultra dalam upaya penanggulangan dan pencegahan stunting di kabupaten kota di Bumi Anoa.
Sekda Sultra selaku Ketua TPPS diwakili Staf Ahli Pemda Sultra, Laode Syaifuddin memimpin rapat didampingi Kepala BKKBN Sultra yang juga diwakili Sekretaris BKKBN Sultra, Muslimin.
Laode Syaifuddin mengajak dan mengingatkan jajaran TPPS Sultra agar lebih menguatkan koordinasi, komunikasi dan sinergi.
Katanya, maksud dan tujuan dilaksanakannya rakor ini adalah pertama, mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan seluruh kegiatan percepatan penurunan Stunting di Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Kedua, adanya strategi dan kebijakan pelaksanaan program kerja di seluruh tingkat pelaksanaan percepatan penurunan stunting dalam mencapai target yang telah ditetapkan,” terangnya kemarin.
Selanjutnya, untuk mengoptimalkan fungsi dan peran ketua-ketua bidang agar tercapai efisiensi dan efektivitas organisasi. Terakhir yakni adanya persetujuan atau kesepakatan bersama serta komitmen yang kuat dalam penanganan stunting di Sultra, sehingga target dan sasaran kegiatan dapat sebagaimana yang diharapakan.
Selain itu, dalam rapat ini dibahas berbagai kendala dan hambatan dalam percepatan penurunan stunting, sehingga ada sembilan upaya dalam mengatasi itu. Pertama, perlunya peningkatan inovasi di bidang teknis di setiap Instansi. Kedua, lokasi dana stunting realisasinya masih belum sesuai dengan siklus dalam penanganan Interpensi Penanganan.
“Perlunya peningkatan koordinasi TPPS provinsi ke TPPS Kabupaten yang belum maksimal. Selanjutnya berbedanya lokasi dan sasaran program dari OPD yang mengalokasikan dana stunting,” katanya.
Selanjutnya, perlunya monitoring dan evaluasi program oleh ketua TPPS, Kadis OPD terkait (evaluasi berjenjang). Perlunya wali data dalam hal pengelolaan data terkait stunting pada OPD Terkait. Perlu peningkatan evaluasi dan inovasi tindak lanjut dalam laporan e-PPGBM, IKG secara berjenjang. Upaya lainnya yakni rencana tindak lanjut audit kasus stunting terlambat dari jadwal siklus, karena terlambatnya proses pendataan, surveline dan skrening .
“Terakhir, perlu ditingkatkan program inovasi alokasi dana desa dalam pananganan dan pencegahan stunting,” ungkapnya.
Menurut Syaifuddin, sesuai informasi instansi teknis terkait berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI), Sultra pada 2022 tercatat, angka prevalensi stunting adalah 27,7 persen dan di tahun 2023 menjadi 30 persen, naik 2,3 persen.
“Data tahun 2023 menjadi 30 persen naik 2,3 persen ini menjadi perhatian, data dari Dinas Kesehatan by name by address dipadukan data BKKBN yang potensi stunting,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Sekretaris BKKBN Suktra, Muslimin menyampaikan di Bulan Juni, pemerintah melaksanakan pengukuran dan intervensi serentak pencegahan stunting tahun 2024.
Kegiatan pengukuran dan intervensi serentak ini dilakukan secara nasional di 38 provinsi, sehingga diperoleh data akurat by name by address yang nantinya sebagai dasar pemberian program intervensi yang semakin terarah dan tepat sasaran.
“Pengukuran dan Intervensi serentak sebagai gerakan bersama yang melibatkan seluruh kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, hingga pemerintah desa untuk mencegah lahirnya anak stunting baru,” ucapnya.
Lanjut muslimin mengatakan sasaran pengukuran dan intervensi serentak ini adalah semua calon pengantin, ibu hamil, dan balita yang diharapkan datang ke posyandu untuk dilakukan pendataan, penimbangan, pengukuran, edukasi, validasi, dan intervensi.
“Untuk itu kesiapan sarana dan prasarana seperti antropometri yang terstandar, kader yang kompeten, dan tenaga kesehatannya juga harus dipersiapkan dengan baik,” pungkasnya. (kjs)