Metro Kendari

PT GKP: Lucu Pemda Keluarkan PBB di Kawasan Hutan Negara

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Isu penyerebotan lahan di Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepuluan (Konkep), dengan tegas dibantah PT Gema Kreasi Perdana (GKP).

Direktur Oprasional PT GKP, Bambang Sutioso mengatakan, tudingan soal penerobosan lahan disebutnya tak berimbang. Pihaknya selalu dipersalahkan sebagai pihak yang salah dan dianggap menerobos.

Dirinya menjelaskan, dalam kegiatan pertambangan ada tiga hal penting yakni area pin tambang, area jalan holing dan area jetty.

“Nah kalau kita mau nambang kan kita punya yang namanya izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), alhamdulilah PT GKP sudah dilengkapi IPPKH nya,” kata dia saat ditemui awak media di Kendari, Jum’at (23/8/2019).

Soal proses negosiasi antar pemilik lahan dan PT GKP, kata dia pihaknya telah berulangkali melakukan pendekatan demi pendekatan kepada ketiga warga yang belum mau membebaskan lahannya, yakni Labaa, Waana dan Amin.

Dia mengaku, pihaknya telah melakukan pertemuan selama 12 kali sejak 12 September 2018 lalu.

“Kami baik – baik kerumahnya, secara kekeluargaan, kami datangkan juga dari dinas kehutanan, bawah anda ini berkebun di hutan negara. Boleh ngga sih berkebun dihutan negara,” bebernya.

“Apalagi sampai membuka lahan untuk dilakukan penanaman di hutan negara apalagi sampai memanfaatkan hasil, ini ngga boleh ini menerobos hutan negara namanya. Ya ini jelas pelanggaran di kawasan hutan,” jelasnya.

Meski demikian, pihaknya tetap melakukan kewajibannya untuk mengganti rugi tanam tumbuh lahan warga, tetapi ketiga warga dimaksud enggan untuk membebaskan lahannya.

Sehingga, lanjut Bambang mau tidak mau pihaknya harus membuka jalan holing, karena kata dia pihaknya sudah memiliki IPPKH dan disaat perusahaan yang dipimpinya sudah mau berorpasi.

“Alat kami harus berproduksi, ya kami terbentur dengan jalan yang belum dibebaskan . Ya kami tidak bisa bergerak ke pin tambangnya ,terpaksa kami lewati, saya langkahi dengan alat berat yang ada. Kalau ngga begitu saya nda bisa nambang disaat izin kami sudah lengkap,” sebutnya.

Dikatannya pula, PT GKP melakukan penambangan di kawasan hutan tersebut, karena pihaknya telah memiliki IPPKH sebagai legal standing untuk melakukan kegiatan penambangan.

“Kalau kami sudah memiliki hak dan sudah legal, kami punya hak dong untuk menggunakan. Dimana letak penerobosannya gitu, apa yang kami terobos, kadang – kadang kami disebut arogan karena menerobos lahan warga. Jadi tudingan ini ngga benar. Saya luruskan ini ngga benar,” tegas dia.

“Saya masuk disana karena hak kami, yang sudah saatnya kami gunakan lahan ini untuk membuat jalan holing kami,” sambungnya.

Terkait soal warga yang memiliki Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), justru beber Bambang agak unik ketika Pemerintah Daerah (Pemda) atau Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) mengeluarkan PBB di wilayah hutan negara.

“Ini kontradiktif, dimana ada PBB di hutan negara, PBB yang dimiliki sudah tidak relevan dengan titik kordinat lahan yang ada. Jadi agak lucu. Apalagi hutan ini belum diturunkan fungsinya sebagai area penggunaan lain, masih merupakan kawasan hutan Wawonii,” cetusnya.

Bahkan ujar Bambang program Tanah Objek Reformasi Agraria (Tora) saja belum berjalan. Artinya masyarakat yang mengaklaim bahwa itu lahan milikinya namun mereka belum memiliki sertifikat.

“Porgram Tora kan belum jalan ya, itu nanti akan diturunkan statusnya baru bisa masyarakat memiliki lahan itu dan dibuatkan sertifikat. Nah sekarang ngga ada yang punya surat distu. Jadi kalau secara legal, kami dianggap menerobos ini agak lucu kami sedih saja,” ngakunya.

Bambang pun menambahkan, PT GKP bukan perusahaan tambang abal – abal yang baru kemarin sore, menambang dua tiga tahun lalu gulung tikar.

“Kami bukan tambang abal – abal,” tukasnya.

Sebelumnya, PT GKP diduga kembali melakukan penyerobotan lahan milik warga Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konkep Kamis (22/8/2019) dinihari.

Lahan warga yang diserobot PT GKP atas nama Wa Ana, Labaa, Amin dan Nurbabaya.
Warga mengetahui kalau lahannya diserobot pada pukul 06:00 Wita.

Menurut Kordinator Lapangan (Korlap) Front Rakyat Sultra Bela Wawonii (FRSBW), Mando Maskuri warga yang pertama kali mendatangi lahannya Laririn yang tak lain merupakan anak kandung dari Amin dan Lamuhu yang merupakan suami dari Wa Ana.

“Padahal, malam sebelumnya, Laririn, sebagaimana warga lainnya, menjaga lahannya masing-masing, dan pulang ke rumah sekitar pukul 23:00 Wita. Jadi penyerobotan itu dipastikan terjadi diatas pukul 23:00 Wita semalam, pasca Laririn pulang ke rumah untuk beristirahat malam,” ungkap Mando Maskuri.

Lebih lanjut, Mando Maskuri menjelaskan di lokasi kejadian warga mendapti sepuluh orang karyawan PT GKP dan 18 bulldozer dan excavator yang tengah menggusur lahan masyarakat.

Akibatnya, tanaman warga seperti kelapa, pala, dan coklat tumbang dan hancur. Penyerobotan ini dilakukan PT GKP untuk membangun jalan tambang (holling) menuju konsesi tambang milik perusahaan.

Selain sepuluh karyawan dan 18 alat berat di lokasi kejadian, warga juga mendapati polisi yang jumlahnya lebih dari sepuluh orang, yang diketahui berasal dari Polda Sultra di Kendari.

“Polisi-polisi itu tampak hanya berdiam diri, dan setelah ditanyai warga, polisi-polisi itu menjawab jika keberadaannya di lokasi tambang hanya untuk mengantisipasi terjadinya konflik,” tukasnya.

Untuk diketahui, penyerobotan lahan ini bukan yang pertama kali. Berdasarkan keterangan warga, PT GKP tercatat sudah berulang kali melakukan penyerobotan, masing-masing terjadi pada Selasa 9 Juli 2019, sekitar pukul 11:00 Wita di lahan milik Marwah. Selanjutnya pada hari Selasa, 16 Juli 2019, sekitar pukul 15:00 di lahan milik Idris.

Lahan-lahan yang diserobot PT GKP ini adalah milik sah masyarakat yang telah dikelola selama lebih dari 30 tahun. Para pemilik lahan tidak pernah menyetujui, apalagi menjual lahannya kepada perusahaan. Sebab, lahan-lahan ini adalah ruang produksi masyarakat, di dalamnya terdapat jambu mente, kelapa, pala, pinang, kopi, dan pisang.

Reporter: Sunarto
Editor: Sumarlin

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button