Pengembangan Wisata Budaya, Bisa Warnai Wisata Sultra
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Sejatinya, pengembangan destinasi wisata di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) masih terfokus pada wisata yang bernuansa alam.
Padahal jika berkaca, Sultra memiliki sejarah yang panjang, mulai dari periode zaman prasejarah, zaman Islam, dan zaman kolonial. Dari rentetan periode ini, banyak meninggalkan jejak arkeologi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kepariwisataan.
Kadis Pariwisata Provinsi Sulawesi Tenggara, Syahruddin Nurdin, melalui Staf Bidang Sumberdaya Manusia (SDM), La Ode Ali Ahmad, mengungkapkan, destinasi wisata di Sultra seharusnya tidak tertuju pada wisata alam saja, namun sudah harus menonjolkan karakteristik wisata budaya.
Sebab, menurut dia, 17 kabupaten/kota yang tersebar di jazirah bumi anoa ini memiliki banyak peninggalan yang bisa dikembangkan sebagai potensi wisata budaya, yang memiliki keunikan tersendiri.
“Sebaiknya untuk pengelolaan destinasi pariwisata di Sultra sudah harus menentukan warna atau karakter budaya dari produk pariwisata yang bisa dijual,” ungkapnya, Kamis (27/12/2018).
Selain itu, kata lelaki lulusan S1 Arkeologi Universitas Hasanuddin (Unhas) ini, selain pengembangan wisata budaya yang dapat mendatangkan pendapatan daerah, juga disisi lain dapat menjaga estetika dan kelestarian arkeologis tersebut.
Lebih jauh, Ode sapaan akrabnya, mengatakan, setiap daerah jangan hanya menonjolkan wisata alamnya. Namun, daerah harus lebih berani menggali potensi – potensi keunikan budaya serta artefak ataupun peninggalan masa lalu yang bisa dipublikasikan untuk mendatangkan kunjungan wisata lokal, maupun mancanegara dengan nilai historis sebagai nuansa pengembangan pengetahuan.
“Sehingga dengan mengembangkan serta menghadirkan nuansa keunikan budaya sebagai icon destinasi wisata, dapat memberikan edukasi serta menambah pemasukan anggaran daerah (PAD) baru,” kata dia.
Tetapi, tambahnya, harus ditunjang dengan fasilitas pendukung sarana prasarana seperti home stay, kendaraan wisata, fasiltas keamanan untuk kenyamanan wisatawan, tour guide, pernak-pernik miniatur daerah, serta fasiltas pendukung lainnya.
Lebih lanjut, lelaki berdarah Buton ini menyebutkan, pengembangan wisata budaya banyak tersebar di Sultra seperti benteng eks Kesultanan Buton yang didaulat sebagai benteng terluas di dunia, layang-layang dan gua di Muna, Wakatobi bukan hanya lautnya tetapi juga terdapat benteng serta tariannya, kemudian Buteng dengan 1001 guanya.
Selain itu, juga benteng pertahanan yang tersebar di daratan Sultra seperti bunker, dan lainnya, dan masih banyak jejak-jejak peninggalan masa prasejarah hingga kolonial di Sultra yang dapat di manfaatkan sebagai penunjang wisata budaya.
“Karena produk ini mempunyai harga jual dan mempunyai khasanah budaya sebagai pembentukan karakteristik. Karena untuk di Indonesia mengenai gagasan kebudayaan sangat unik dan jarang dimiliki oleh negara lain,” pungkasnya.
Reporter: Sunarto
Editor: Rani