Moronene, Tolaki, Muna, dan Buton, Empat Etnik Lokal Suku Terbesar Sulawesi Tenggara
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Etnik lokal Suku Moronene, Suku Tolaki, Suku Buton, dan Suku Muna adalah empat etnik lokal suku penghuni awal masyarakat di Sulawesi Tenggara (Sultra) dan kini tersebar di 17 kabupaten-kota. Ke empat etnik besar ini merupakan bagian dari ragam suku di Indonesia, sebagai negara yang memiliki banyak ragam dengan corak yang sama, khusus, dan bersifat askriptif atau telah ada sejak lahir dan turun-temurun dari awal peradaban Sultra. Konsep sosioantropologi suku bangsa merupakan golongan manusia yang mengidentifikasi dirinya dengan sesama berdasarkan garis keturunan merujuk pada ciri khas seperti adat istiadat, budaya, bahasa, agama, dan perilaku.
Dari ke empat etnis besar di atas, hasil kontemplasi yang melihat Sultra sebagai masyarakat yang di dalamnya terbentuk kesepahaman bersama untuk memperkuat empat pilar etnik besar yang saling menopang keutuhan Sultra sebagai upaya menyatukan bangunan Sultra sebagai entitas kebangsaan yang perlu dijaga di Republik Indonesia.
Empat suku etnik terbesar tersebut pertama Suku Moronene. Merupakan salah satu suku terbesar yang berada di daratan Sultra. Suku asli pertama yang mendiami daerah Pulau Kabaena,Boepinang (Bombana), Kabupaten Konawe Selatan.
Mayoritas masyarakat dari Suku Moronene beragama Islam dan saat ini Suku Moronene juga dikenal sebagai suku yang memiliki peradaban dalam memelihara ekosistem lingkungan. Tak heran apabila di pemukiman mereka ada padang savana dengan keterampilan berburu hewan jonga (rusa) hingga burung kakatua jambul kuning dengan cara tradisional yang unik dan masih dipertahankan hingga saat ini. Sebagian besar masyarakat dalam kesehariannya menggunakan Bahasa Moronene.
Kedua, Suku Tolaki. Dapat dikatakan sebagai suku terbesar yang mendiami kawasan jazirah daratan Sultra. Mendiami seluruh wilayah bekas Kerajaan Mekongga dan Konawe seperti daerah Kota Kendari, Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, Kolaka timur, Kabupaten Konawe, Konawe Utara dan Konawe Kepulauan. Ada banyak sekali jejak peradaban yang dimiliki Suku Tolaki ini. Hal ini juga telah dibuktikan dengan adanya peninggalan arkeologi di beberapa goa atau kumapo.
Keseharian masyarakat suku tolaki menggunakan bahasanya sendiri yaitu Bahasa Tolaki dan memiliki beberapa dialek yang khas, misalnya seperti dialek Wiwirano, Asera, Konawe, Mekongga, dan Laiwui, dan mayoritas penduduk dari Suku Tolaki pemeluk agama Islam.
Ketiga, Suku Buton. Merupakan masyarakat yang tinggal dan hidup tepatnya di Pulau Buton dan sekitarnya seperti Kota Baubau, Buton Utara, Wakatobi, Kabupaten Buton, Buton Selatan dan Buton Tengah. Masyarakat dari Suku Buton sudah memiliki budaya pelaut. Maka tak heran, apabila banyak yang menyebut suku ini sebagai suku pelaut yang handal, penjelajah keseluruh Nusantara sebagai pelaut ulung sampai ke Australia. Sebagian besar masyarakat Buton merupakan pemeluk agama Islam. Sementara, bahasa yang digunakan oleh masyarakat Buton adalah bahasa dari Suku Buton sendiri, yaitu bahasa Wolio. Bahasa Wolio menjadi bahasa resmi di era pemerintahan Kesultanan Buton.
Suku Muna atau Suku Wuna, merupakan masyarakat yang tinggal dan hidup di tepatnya di Pulau Muna seperti Kabupaten Muna dan Muna Barat. Masyarakat dari Suku Wuna ini sudah dikenal sebagai masyarakatnya pekerja keras yang Ulet. Maka tak heran, apabila banyak yang menyebut Suku Wuna ini sebagai suku yang kuat dan perantau yang ulung. Sebagian besar masyarakat etnik suku Muna merupakan pemeluk agama Islam. Sementara, bahasa yang digunakan oleh masyarakat Muna adalah Bahasa Muna yang menjadi bahasa adat dan kesehariannya.
Selain keempat etnik lokal terbesar di Sultra juga dalam perkembangannya sampai dengan sekarang, masyarakat etnik suku di luar Sultra juga berkembang dan bertumbuh bersamaan dengan empat etnik lokal. Keberagaman etik perentauan ini datangnya ke Sultra dapat diketahui dengan dua pola migrasi. Antara lain, datang melalui program transmigrasi formal yg dimobilisasi melalui program transmigrasi seperti diantaranya dari daerah Bali, Jawa dan Jawa Barat.
Dalam perkembangan kekinian mereka berkembang dan tumbuh bersamaan masyarakat etnik lokal dalam kemajemukan dan kemajuan pembangunan Sultra. Kedua, datang sebagai transmigrasi spontan dengan motif ekonomi untuk mendapatkan kesempatan hidup yang layak di daerah baru. Mereka ini kebanyakan datang dari daerah Maluku, Nusa Tenggara dan Bugis Makassar. Kemudian dalam perkembangannya juga menjadi suatu eksistensial dan menyatu kedalam masyarakat Sultra yang hidup berdampingan, tumbuh dan berkembang meraih kesejahteraan bersama.(*LAK)