KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Ombudsman RI Perwakilan Sultra melakukan inspeksi mendadak (sidak) di kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kendari beberapa waktu lalu. Salah satu yang menjadi temuan lembaga tersebut, yakni gedung kantor yang terlihat sempit, sehingga tidak layak digunakan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat Kota Kendari.
Merespon hal itu, Kadis Dukcapil Kota Kendari, Halili, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya mengaku, pengusulan untuk renovasi demi memperbesar gedung sudah sering disampaikan kepada Pemkot Kendari. Namun pemerintah tak pernah menanggapi itu.
“Sudah berkali-kali kita usulkan sejak wali kota masa Pak Asrun, baik secara tertulis maupun lisan, tapi tak pernah ditanggapi. Kita sering juga sampaikan pada saat rapat, ini pelayanan publik capil, pelayanan dasar yang harus diperhatikan kantornya,” ungkap Halili.
Halili menegaskan, pelayanan tidak akan berjalan baik kalau gedung tidak segera diperbesar. Karena butuh gedung yang representatif untuk melayani sebanyak 336.995 jumlah penduduk Kota Kendari.
Pada tahun ini juga, pihaknya sudah mengusulkan kepada Bappeda Kota Kendari. Namun dirinya tak tahu, apakah hal itu direspon atau tidak.
“Kami pernah mengusulkan secara tertulis dulu, waktu masih sekda lama Pak Alamsyah Lotunani, juga solusi untuk menggunakan aset provinsi yang layak banyak di Kota ini. Tapi ternyata surat juga itu tidak direspon, karena di provinsi masih pengaturan OPD baru, sehingga kami tidak diberi kesempatan,” beber Halili.
Kadis Dukcapil Kota Kendari yang baru setahun lebih menjabat ini membeberkan, bahwa gedung yang ditempati saat ini adalah aset Pemprov Sultra. Hal itu yang membuatnya dilema. Pihaknya sendiri yang akan merenovasi atau pihak pemprov.
“Masih aset pemprov, tidak jelas dokumennya ada dimana, saya tidak tau, kalau mau di APBDkan, mau direnovasi, salah juga karena tidak jelas kepemilikannya. Kita mau renovasi juga uang darimana, kita kan disini pelayanan gratis semua,” jelasnya.
Halili menyebutkan, anggaran dari APBD Kota Kendari tahun 2018 hanya Rp700 juta, dimana Rp300 juta lebih digunakan untuk honor pelayanan operator dalam satu tahun. Apalagi untuk membeli kertas, bayar listrik dirasa berat dengan anggaran sebesar itu.
Sehingga ia menganggap tidak rasional untuk memperbesar gedung tersebut. Maka ia pun tak bisa berbuat apa-apa, selain hanya mengusulkan dan merencanakan.
Reporter: Fadli Aksar
Editor: Ann