Metro Kendari

DPR Sahkan RKUHP, AJI dan IJTI Kendari Tolak Pasal-pasal Bermasalah

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP) menjadi Undang-Undang (UU).
Pengesahan itu dilakukan dalam rapat paripurna yang dilaksanakan di Gedung DPR RI di Jakarta, Selasa 6 Desember 2022. Dalam pengesahan, seluruh fraksi menyetujui termasuk Fraksi PKS, hanya dengan catatan.

Pengesahan ini membuat organisasi wartawan seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kendari, menolak  pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP yang memasukan sengketa pers dalam pidana umum.

Sekretaris AJI Kendari, Ramadhan menjelaskan setidaknya ada 17 pasal bermasalah dalam draf RKUHP versi 30 November 2022 yang berpotensi mengkriminalisasi jurnalis, mengancam kebebasan pers, kemerdekaan berpendapat dan berekspresi.

Adapun pasal yang bermasalah, Ramadhan menyebut, Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran komunisme/marxisme-leninisme.

Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.

Lalu, Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong. Pasal 264 yang mengatur tindak pindana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.

Kemudian, Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan. Pasal 300, Pasal 301 dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.

Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan. Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran. Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati dan Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

“17 pasal itu yang jadi sorotan kami selama ini untuk kami minta komitmen DPRD Sultra untuk mendengarkan apa yang kami perjuangkan dan bersama-sama dengan kami demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia,” ujar Ramadhan saat ditemui di Gedung DPRD Sultra usai menggelar aksi demonstrasi penolakan RKHUP bersama puluhan jurnalis di Kendari.

Sementara itu, Koordinator Aksi, La Ode Kasman menjelaskan bahwa 17 pasal bermasah itu di dalamnya ada yang mengancam kebebasan pers, kebebasan berpendapat, maupun kebebasan dalam berdemokrasi.

Menurutnya, dalam pasal-pasal  bermasalah ini substansinya masih multitafsir. Banyak pasal karet yang di dalamnya dapat melanggar HAM, sebab masyarakat sipil tidak bisa lagi melakukan kritik terhadap pemerintah, pemangku kebijakan.

“Kita akan dibungkan dengan semua itu bahkan jurnalis juga akan terbungkam,” tuturnya.

Menyikapi hal tersebut, Abdurrahman Shaleh mengaku DPRD turut mendukung gerakan tersebut. Menurut dia, pers tidak boleh dikekang karena memiliki peran untuk melakukan cek dan ricek terhadap kebenaran.

Sebagai tindak lanjut, DPRD akan membuat surat yang akan dikirimkan ke pusat yang berkaitan dengan pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP. Hal ini sekaligus menandakan bahwa masyarakat Sultra memiliki hak untuk menyuarakan kepentingan-kepentingan yang terjadi di Indonesia.

“Semoga perjuangan ini tidak pernah lelah dan kita yakin bahwa perjuangan ini tidak akan sia-sia. Kita akan sebarkan se-Indonesia bahwa Sultra konsisten dan komitmen untuk melawan hal-hal yang tidak benar,” katanya.

Dari 17 pasal yang ditemukan bermasalah menurut Abdurrahman Shaleh maka pemerintah dan DPR harus mencermati bahwa ada problem. Yang harus dipikirkan adalah dampak ke depan dari adanya pasal-pasal dalam RKUHP tersebut.

Dia yakin bahwa RKUHP ini masih banyak rakyat Indonesia yang tidak paham, padahal di dalamnya harus dipastikan tidak melanggar hak asasi manusia, dan pelanggaran terhadap keadilan. Dengan adanya kelompok masyarakat sipil yang memahami dan tahu ada pasal-pasal bermasalah di dalamnya, maka DPRD Sultra mendukung aspirasi ini.

“Dengan adanya undang-undang ini bukan hanya untuk memberikan kesadaran hukum kepada masyarakat malah bisa menjadi bumerang bagi kita semua dalam berbangsa dan bernegara. Dengana adanya aksi ini, kita mencermati dan melihat itu harus ditolak dan harus diterima oleh DPR RI bahwa ada sesuatu yang keliru sehingga harus bisa dibenahi dengan baik,” pungkasnya. (bds)

Reporter: Sunarto
Editor: Wulan

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button