Dikbud Sultra Bantah Tudingan SK Pencopotan Kepala Sekolah Cacat Hukum
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sulawesi Tenggara (Sultra) membantah SK Gubernur Nomor 231 tahun 2023 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Sekolah cacat hukum. Kepala Dikbud Sultra, Yusmin mengatakan, pelantikan dan pencopotan Kepala Sekolah (Kepsek) berawal dari rapor merah pendidikan di wilayah Sultra tentang kepemimpinan intruksional. Kepemimpinan ini adalah bagian dari Kepsek sebagai pimpinan di satuan pendidikan untuk meramu serta membangun kerja sama guru dan stakeholder di sekolah.
“Berdasarkan hal tersebut maka diambilah langkah untuk melakukan assesmen kepala sekolah. Berdasarkan hasil tersebut maka didapatkan sejumlah Kepsek yang tidak direkomendasikan,” katanya di kantornya, Rabu (24/5/2023).
Terkait tuduhan tentang Kepsek yang dilantik tidak memenuhi syarat, ia menegaskan semua dijelaskan dalam Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021.
Dimana jika di dalam suatu daerah belum tersedia guru yang memiliki sertifikat Calon Kepala Sekolah (Cakep) ataupun sudah memiliki sertifikat sebagai guru penggerak maka dapat diangkat guru yang belum memenuhi syarat.
Misalnya saja di Tomia, belum ada guru penggerak, dari hasil assesmen Kepsek disana tidak disarankan, maka digantikan dengan guru walaupun tidak memenuhi syarat.
Sementara itu, Kabid GTK Dikbud Sultra, Husrin menjelaskan, bahwa tuduhan terkait cacat prosedural, dalam Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021 telah diatur adalah Tim Pertimbangan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Sekolah.
“Jadi bukan Baperjakat, kalau yang itu maka Sekretaris Dikbud Sultra, saya selaku Kabid GTK dan bersama anggota lainnya tidak masuk dalam Baperjakat, kalau kita masuk berarti salah, sehingga ini diatur adalah tim pertimbangan bukan Baperjakat,” ujarnya.
Dalam assesmen tersebut juga bukan hanya sekedar mengangkat dan memberhentikan kepala sekolah, melainkan menata Kepsek untuk mendekatkan tempat tinggal dengan jarak sekolahnya.
“Hal ini untuk memaksimalkan tugas-tugas kepala sekolah,” katanya.
Sementara itu sebelumnya, salah satu kepala sekolah yang dinonjobkan yakni Safruddin sebagai Mantan Kepala Sekolah SMK 4 Konawe meminta Gubernur Sultra agar segera mencopot Yusmin dari jabatannya.
Ia juga meminta agar SK Gubernur ini dicopot dan mengembalikan Kepsek yang dinonjobkan karena SK tersebut cacat hukum. Selain itu, akibat dari pencopotan ini Kepsek tidak memiliki SK Tugas.
“Karena kami tidak memiliki SK tugas maka kami tidak tahu ditempatkan dimana, Yusmin selaku kadis juga mengangkat kepsek yang tidak profesional,” pungkasnya.
Kuasa Hukum Kepsek SMA/SMK yang di nonjob, Sulaiman menilai bahwa SK tersebut cacat hukum, cacat prosedural, cacat substansi.
Sulaiman menjelaskan ada dua tuntutan dalam memperjuangkan hak Kepsek yang dicopot dari jabatannya yakni DPRD Sultra harus membatalkan SK Gubernur Nomor 231 Tahun 2023 tersebut.
Katanya, pada 20 Maret 2023 lalu SK tersebut diusulkan Kepala Dikbud Sultra ke Gubernur Sultra. Setelah empat hari kemudian atau 24 Maret 2023, SK tersebut sudah langsung ditandatangani gubernur.
“SK tersebut tanpa ada penggodokan di Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) yang diketuai Sekda Sultra,” ucapnya.
Sulaiman menambahkan tentunya hal itu merupakan cacat prosedur dan pelanggaran lainnya adalah melanggar Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021 tentang guru jadi kepala sekolah. Selain itu adanya dugaan pelanggaran pelantikan Kepsek yang tidak memiliki sertifikat yang layak untuk memimpin satuan pendidikan atau sekolah. (bds)
Reporter: Muh Ridwan Kadir
Editor: Wulan