Metro Kendari

Diduga Lakukan Penambangan Ilegal, PT. AML Adukan PT. Panca Logam ke Polda Sultra

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – PT. Panca Logam (PLM) yang beroprasi di Kabupaten Bombana, diduga telah melakukan aktivitas penambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. PLM sendiri.

Hal ini dikemukakan oleh PT. Ayuta Mitra Sentosa (AMS) yang merupakan salah satu pemilik saham di PT.PLM sebesar 31.6 persen, dari tiga pemilik saham berbadan hukum dan satu pemilik pribadi.

Komisaris Utama (Komut) PT. ALM, Adi Warman menyebut bahwa mengapa PT.PLM diduga telah melalukan akitvitas penambangan ilegal, karena sejatinya IUP PT.PLM sediri telah berakhir sejak 2015 lalu.

Dimana dijelaskannya awal mulanya PT. PLM diberikan surat kuasa pertambangan (KP) eksploitasi pada tanggal 24 Desember 2008 sampai 2015.

Kemudian, tahun 2010 Bupati Bombana mengeluarkan surat keputusan (KP) nomor 91 tantang penyesuaian KP eksploitasi menjadi IUP oprasi produksi kepada PT.PLM selama tujuh tahun, dan berakhir pada 23 Desember tahun 2015.

Lalu sebelum berakhir masa aktiv IUP, lanjut Adi PT.PLM kemudian megajukan permohonan perpanjangan IUP pada 5 Juli 2015 lalu. Hanya secara, normatif permohonan perpanjangan IUP ini akan dikabulkan pemrintah melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (PDM-PTSP) dalam waktu 14 hari, dengan persyaratan yang telah ditentukan.

Namun dalam perjalannya, kata Adi PT. PLM tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditentukan dalam peraturan pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2010. Sehingga otomatis pengajuan perpanjangan IUP PT. PLM tidak diterbitkan.

“Artinya permohonan yang diajukan tidak diamini pemerintah, karena persyaratan tidak dipenuhi oleh PT.PLM,” ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Kendari, Jum’at (17/7/2020).

Dengan tidak diperpanjangnya IUP PT.PLM, maka pihaknya mengirimkan surat penghentian aktivitas pertambangan pada 21 Januari 2016 lalu, namun hal itu tak dilakukan pihak DPM-PTSP Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra),

Selanjutnya, PT.AMS kembali melayangkan surat untuk penghentian aktivitas PT. PLM, namun pihak DPM-PTSP tak kunjung juga melakukan pemberhentian, kembali tak diindahkan, padahal masa berlaku IUP-nya sudah berakhir.

Anehnya, lanjut Adi Warman, tiba-tiba saja ada perpanjangan IUP yang dikeluarkan pihak DPM-PTSP pada 23 Oktober 2019 yang diditandatangani oleh Kepala DPM-PTSP, Masmuddin.

“Jelas kami kaget, kok tiba-tiba ada perpanjangan IUP di tahun 2019. Dokumen dan syarat perpanjangan yang digunakan adalah dokumen yang diserahkan pada 2015 lalu,” tuturnya.

Setelah dipelajari, ternyata ada penyimpangan norma hukum dalam surat persetujuan perpanjangan IUP operasi produksi PT. PLM nomor : 672/DPMPTSP/X/2019.

Bagaimana tidak, dalam surat tersebut dijelaskan bahwa, keputusan perpanjangan itu mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Sementara pada Diktum kedua dijelaskan, IUP operasi produksi itu tersebut berlaku selama 10 tahun, terhitung dimulai sejak 24 Desember 2015.

“Berarti perpanjangan itu berlaku surut. Inikan sudah menyalahi regulasi yang ada,” ucapnya.

Menurutnya, SK Kepala DPMPTSP tersebut bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945, Pasar 1 ayat (1) KUHP dan Pasal 58 ayat (6) UU nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.

“Karena berlaku surut, sehingga konsekuensi yuridisnya adalah SK tersebut menjadi tidak sah, batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Karena adanya konsekuensi yuridis tersebut, maka IUP operasi produksi juga tidak sah, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, batal demi hukum dan dianggap tidak ada,” jelas Adi Warman.

BACA JUGA:

Dia juga menduga, bahwa SK perpanjangan tersebut yang dijadikan senjata bagi oknum yang ada di PT. PLM untuk meyakinkan pihak ketiga, agar masuk melakukan aktivitas pertambangan di kawasan tersebut.

Begitu pula kepada pihak aparat kepolisian, oknum tersebut melakukan modus yang sama, sehingga bersedia melakukan pengamanan di lokasi pertambangan PT. PLM.

“Jadi, SK tersebut dibuat seakan-akan benar, sehingga pihak-pihak terkait percaya dan bersedia melakukan kerja sama,” ungkapnya.

“Dan ini jelas melanggar UU pertambangan. Berdasarkan informasi PT.PLM ini melakukan produksi di kawasan hutan, dan sudah pasti tidak ada izinnya, dan saya yakin royalti atau pajak juga tidak membayar kepada pemerintah setempat,” sambungnya.

Terakir, PT.AMS telah melaksanakan ralat dengan Gubernur Sultra, Ali Mazi, dan saat itu juga Gubernur memerintahkan kepada Kepala DPM-PTSP untuk mencabut iup tersebut, tapi ternyata tidak diindahkan juga.

“Karena kami mempunyai tanggung jawab moral kepada masyarakat Bombana dan seluruh masyarakat Sultra, sehingga kami menuyrati DPM-PTSP Sultra untuk dicabut IUP-nya yang seolah-olah benar, tapi ternyata tidak dilakukan,” imbuhnya.

Olehnya itu, karena sampai saat ini belum ada tindakan DPM-PTSP untuk mencabut IUP PT.PLM, maka melalui kuasa hukum PT. ALM, mengadukan PT.PLM perihal dugaan konspirasi kejahatan lingkungan tersebut ke Mapolda Sultra.

“Kami berharap pihak Polda secepatnya memberikan tindakan hukum, misalnya melakukan police line dan menarik aparat hukum yang ada di PT.PLM dan mengosongkan tempat tersebut, karena sudah jelas menabarak aturan,” tukasnya.

Reporter: Sunarto
Editor: Yais Yaddi

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button