Bariun Duga Ada Korupsi Berjamaah Dana Desa Fiktif di Konawe
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Pengamat Hukum dan Tata Negara Sulawesi Tenggara (Sultra), DR La Ode M Bariun SH MH angkat bicara soal dugaan dana desa fiktif di Kabupaten Konawe, Sultra, yang kini ramai disorot publik nasional.
Dugaan Bariun ada korupsi berjamaah dana desa fiktif tersebut sehingga Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, berani mengungkap ke publik soal indikasi penyelewengan dana desa yang disalurkan dibeberapa desa siluman di Kabupaten Konawe.
Bariun menyebutkan pengusutannya dilihat dari alur usulan pembentukan desa, pengusulan desa itu dimulai dari camat kemudian ke BPMD, lalu usulan diteruskan ke pemerintahan, setelah itu baru ke bupati.
[artikel number=3 tag=”korupsi,konawe”]
“Dari hasil semuanya itu barulah dibawah ke DPRD untuk disetujui, nah ini mananya mekanisme pembentukan desa. Jadi sangat keliru jika misalnya hanya Bupati dan DPRD yang disorot, harusnya dari camat dan PMD dulu periksa, nanti dia yang menyanyi di pengadilan,” terangnya.
Direktur Pascasarjana Unsultra ini menilai potensi awal pemeriksaannya ke camat dan Kepala BPMD, sebab merekalah yang mengusulkan ke pemerintah kabupaten, kemudian dibawah dimeja bupati setelah selesai, dibawah ke DPRD untuk disetujui.
“Makanya bila tudingannya korupsi dana desa, ini yang dikatakan berjamaah,” tandasnya.
Ketua Granat Sultra ini menyatakan jika benar ada desa fiktif, maka efeknya sangat negatif pada daerah.
“Jika benar, ini menjadi kerugian besar secara publis bagi Sultra dengan memanipulasi desa. Tentu ini sangat berdampak negatif kepada daerah,” tutur dia saat ditemui Detiksultra.com, (6/11/2019).
Diapun menilai adanya desa fiktif ini diprediksi banyak pemangku kepentingan terlibat dalam pemanipulasian desa, karena dalam pengusulan desa, bukan hanya semata-mata pada Bupati ataupun DPRD, bahkan pendamping desa fiktif itu juga potensi terperiksa.
Justru kata dia, keliru jika aparat hukum misalkan menjerat hanya Bupati dan DPRD. Seharusnya Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), pemerintah desa, camat, statistik, BKKBN.
“Ini pemangku kepentingan semua yang mengantongi basis di desa, kalau begini harus mulai dari hulu sampai ke hilir, jadi saya pikir ini dilakukan secara berjamaah,” katanya.
“Bupati dan DPRD kan tidak mungkin menerima barang jadi. Tetapi yang begini harus menerima usulan dari bawah, nah yang dari bawah ini harus dicari siapa camatnya dan berada dimana itu desa, setelah itu baru PMD nya,” ucapnya.
Untuk diketahui, dari sumber kementerian desa, di Konawe terdapat 53 desa dinilai tidak memenuhi syarat dan 3 diantaranya desa fiktif.
Reporter: Sunarto
Editor: Dahlan