Hukum

PT Cinta Jaya dan PT Tristaco Diperiksa Kejati Sultra Soal Korupsi Tambang Blok Mandiodo

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Penyidik tindak pidana korupsi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali memeriksa sejumlah perusahaan tambang bijih nikel di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara (Konut) untuk diperiksa hari ini, Rabu (26/7/2023). Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sultra, Ade Hermawan mengatakan, penyidik sementara masih memeriksa pihak-pihak yang diundang untuk menghadiri panggilan penyidik.

Ade menyebut, dua perusahaan tambang nikel yang diperiksa yakni Kuasa Direktur PT Cinta Jaya inisial AS dan Direktur PT Tristaco Makmur Mandiri inisial RT.

“Pemeriksaannya masih berlangsung sejak pukul 09.00 pagi tadi,” ujarnya kepada awak media.

Ditanya soal apakah materi pemeriksaan kedua perusahaan tambang tersebut terkait penggunaan dokumen terbang, Ade tidak menerangkan secara rinci karena masih dalam penyidikan. Ade membeberkan, kedua perusahaan diperiksa perihal kasus dugaan tindak pidana korupsi tambang di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam di Blok Mandiodo.

“Itu masuk materi penyidikan, penyidik masih memeriksa para terkait, nanti rampung baru dibuka ya,” jelasnya.

Perihal penetapan tersangka baru, setelah tujuh tersangka ditetapkan, Ade menegaskan tergantung hasil pemeriksaan.

“Sabar ya, itu kewenangan penyidik,” pungkasnya.

Sejauh ini penyidik Kejati Sultra telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tambang di WIUP PT Antam, Blok Mandiodo, Kabupaten Konut.

Dimana diketahui PT Antam berkerja sama dengan PT Lawu dan Perumda untuk menggarap 22 hektar lahan milik PT Antam melalui Kerja sama Operasional (KSO) Mandiodo sejak tahun 2021-2023.
Setelah itu, PT Lawu merekrut 39 perusahaan atau kontraktor mining untuk menambang biji nikel di area WIUP PT Antam. Namun dalam perjalanannya, ternyata tidak sesuai kesepakatan yang dimuat dalam kontrak kerja sama.

Justru para penambang ini memperluas jangkauan penggalian hingga menerobos kawasan hutan lindung sekitar 157 hektare. Padahal luasan yang hanya boleh digarap berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) PT Antam seluas 40 hektare.

Kemudian, yang seharusnya biji nikel yang sudah ditambang PT Lawu melalui perusahaan kontraktor mining dijual ke PT Antam, namun kenyataannya hanya sebagian kecil dari hasil penambangan
diserahkan ke PT Antam dan sisahnya dijual ke perusahaan smelter.

Motif penambangan ilegal ini, dimana PT Lawu mengakalinya dengan memakai atau menggunakan dokumen PT KKP dan beberapa perusahaan untuk menjual ore nikel, seolah-olah ore nikel tersebut berasal dari WIUP perusahaan tersebut. (bds)

 

Reporter: Sunarto
Editor: Wulan

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button