Alih-Alih Tuntut Hak Atas Kepemilikan Tanah, Tiga Warga Konut yang Dilaporkan PT BNN Divonis Bersalah

KONAWE, DETIKSULTRA.COM – Tiga warga Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) harus menerima kenyataan, setelah divonis bersalah Hakim Pengadilan Negeri (PN) Unaaha, Kamis (22/5/2025). Tiga terdakwa kasus merintangi jalan umum yang dilaporkan perusahaan tambang ore nikel PT Bumi Nikel Nusantara (BNN) 2024 lalu di Polda Sultra, menjalani sidang putusan di PN Unaaha.
Ketua Hakim PN Unahaa, Halim Jatining Kusumo membacakan hasil putusan yang memvonis Restu Al Qodri Hidayat tiga tahun penjara, Sahrir empat tahun penjara, dan Basamanto enam tahun penjara.
Pertimbangan hakim dalam putusan ini, tidak lain ketiga terdakwa dianggap melakukan perintangan jalan umum, dengan cara memblokade jalan tempat PT BNN melakukan aktivitas hauling, sehingga hakim memutuskan ketiganya terbukti bersalah dan melanggar Pasal 192 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Vonis yang terbilang berat ini sontak memicu luapan emosi dari keluarga para terdakwa, setelah menyaksikan dan mendengarkan putusan Hakim PN Unaaha.
“Ternyata hukum bisa dibeli, tidak adil kalian,” teriak salah satu anggota keluarga dengan nada geram, sembari meneteskan air mata.
“Kami akan tutup jalan itu, sudah terlanjur mi, kita ini kayak pembunuh saja, kita akan usir itu perusahaan (PT BNN),” seru mereka.
Basman, salah satu terdakwa, tak mampu menahan kekesalannya. Ia mengatakan, dirinya bersama dua terdakwa lainnya bukan seorang pembunuh, ataupun koruptor.
Mereka hanya menuntut hak atas lahan yang mereka kuasai sejak puluhan tahun, dibuktikan dengan alas hak berupa surat keterangan tanah (SKT) yang diterbitkan Kepala Desa Mandiodo tahun 2007, dan kembali diubah status kepemilikan menjadi surat penguasaan fisik.
“Kami ini bukan pembunuh, kami menuntut hak kami, hukum di Indonesia sudah tidak adil. Semua bisa dibeli,” katanya.
Ia pun begitu kecewa dengan putusan pengadilan. Dimana berkaca dari kasus perintangan jalan umum lainnya, mereka diputus hanya tiga bulan penjara. Tetapi, hal tersebut tidak berlaku bagi mereka.
“Ada teman di Rutan, dia cerita kasus yang sama, tetapi vonisnya cuman tiga bulan. Ini yang kemudian kami sesalkan atas penegakkan hukum di negara kita. Lagipula yang kami tuntut adalah hak dari tanah kami, yang dilewati PT BNN untuk hauling,” imbuhnya.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Nastum, mengungkapkan kejanggalan di balik putusan tersebut. Ia menyoroti Surat Keputusan (SK) Bupati Konut nomor 199 tahun 2022 tentang penetapan ruas jalan kabupaten sepanjang 12,46 kilometer.
Namun, kata Nastum, SK itu tidak merinci lebar jalan. Sementara lahan kliennya yang disengketakan justru masuk dalam jalan hauling PT BNN.
Nastum juga membeberkan bahwa jalan tersebut, yang dulunya dikenal sebagai Jalan Belanda, diperluas pada tahun 2013 oleh PT Karya Murni Sejati (KMS) 27 dengan komitmen bagi hasil 10 persen untuk pemilik lahan jika jalan itu disewakan atau digunakan oleh pihak manapun.
“Yang dituangkan dalam akta perjanjian yang juga merupakan bukti yang diajukan oleh jaksa di persidangan, tapi hakim buta untuk melihat itu,” ucap Nastum penuh kekecewaan.
Tak tinggal diam, tim kuasa hukum menyatakan akan segera mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Lebih jauh, mereka berencana melaporkan majelis hakim yang memimpin sidang atas dugaan ketidakprofesionalan ke Komisi Yudisial dan menyurat ke Komisi III DPR RI.
“Ini lucu, kasus perdata tapi larinya ke pidana. Klien saya menuntut hak mereka. Pada pokoknya, kami akan membawa kasus ini hingga ke tingkat pusat agar mereka semua yang diduga turut bermain mata dalam kasus ini segera dipanggil dan mendapat sanksi tegas,” tegas Nastum. (cds)
Reporter: Sunarto
Editor: Wulan