KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) semakin dekat. Pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sultra juga akan segera dibuka pada tanggal 8 Januari 2018, sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Kurang lebih sepekan pendaftaran di KPU, namun figur bakal calon (Balon) gubernur masih sedikit, bahkan nyaris tunggal. Artinya, jika balon yang maju hanya Asrun-Hugua, maka Pilkada di Sultra akan mengulang sejarah Pilkada Buton yakni melawan kotak kosong.
Ketua KNPI Sultra Umar Bonte menuturkan, bahwa dengan Pilkada melawan kotak kosong akan sangat mempengaruhi partisipasi pemilih, bahkan tujuan demokrasi yang sesungguhnya akan tercapai dengan kotak kosong.
“Justru pilkada melawan kotak kosong semakin baik, demokrasi kita akan semakin sehat karena semua partai bersatu untuk tujuan mulia,” katanya kepada Detiksultra.com, Minggu (31/12/2017).
Umar Bonte yang saat ini memimpin organisasi kepemudaan di Sultra justru melihat sisa lain dari kotak kosong, termasuk dampak yang akan dirasakan bagi pemilih, utamanya pemilih pemula. Menurutnya, dengan adanya kotak kosong rakyat akan semakin bersatu, dimana demokrasi yang ada saat ini tidak bisa dipisahkan dari Partai Politik (Parpol).
“Parpol itu bagian dari demokrasi, setiap parpol pasti memiliki dukungannya masing-masing. Artinya suara rakyat juga telah terwakili, jadi jika semua partai bersatu untuk mendukung satu calon, itu sama saja rakyat telah bersatu, sehingga pilihan sudah jelas,” tuturnya.
Dikatakannya pula bahwa jika dalam Pilgub Sultra hanya melahirkan satu figur, maka makna musyawarah dalam demokrasi telah tercapai. Ia juga menambahkan bahwa melawan kotak kosong tidak akan melukai demokrasi. “Pilihannya tetap ada, figur tunggal dan kotak kosong, artinya jika rakyat tidak menghendaki meskipun figur tunggal pasti kalah,“ tukasnya.
Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Halu Oleo, Najib Husein yang juga terlibat sebagai ketua tim riset 2017 tentang partisipasi masyarakat dalam pemilihan mengatakan, bahwa ada tujuh faktor yang mempengaruhi partisipasi pemilih, antara lain kesadaran politik, situasi, vote buying, afiliasi politik, kinerja penyelenggara pemilu, kinerja pemerintah dan figur itu sendiri.
Dijelaskannya saat Pilpres Tahun 2014, partisipasi pemilih dibandingkan dengan pilcaleg mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan tidak adanya figur dari Sultra.
“Figur pilpres yang maju saat 2014, tidak ada dari Sultra, sehingga kedekatan emosional tidak ada. Ini yang menjadi salah satu faktor menurunnya partisipasi pemilih di Sultra,“ katanya.
Selain figur kata Najib, kotak kosong juga mengambil peranan besar dalam partisipasi pemilih. Pasalnya, balon yang gagal maju akan mendukung dan memenangkan kotak kosong.
“Ada peranan dari calon gagal untuk mengampanyekan kepada masyarakat agar memilih kotak kosong, sehingga figur yang tampil tetap bisa dikalahkan. Begitu juga partisipasi pemilih bisa bertambah jika terus disosialisasikan agar melawan kotak kosong,” pungkasnya.
Salah seorang balon Gubernur Sultra Supomo, juga angkat bicara terkait kotak kosong dengan jumlah partisipasi pemilih. Menurutnya, pilkada melawan kotak kosong memang merupakan hal yang wajar, namun jika hal tersebut terus dibiarkan, maka akan buruk jadinya.
“Apakah kita akan membiarkan rakyat tidak memiliki pilihan, sehingga hanya dihadapkan dengan satu figur saja. Seharusnya ada beberapa figur yang bisa membuat rakyat memilih,” katanya.
Sebuah pilkada juga kata Supomo menjadi tidak menarik jika hanya dengan kotak kosong. “Sepertinya pilkada menjadi kurang menarik, seperti pertandingan tanpa ada lawan. Namun semuanya kembali lagi kepada rakyat. Rakyat yang akan merasakan dampaknya. Seharusnya dari masa ke masa kita semakin maju dan modern,” tukasnya.
Reporter: Ilmi
Editor: Ann