KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Sekelompok petani yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pemerhati Investasi Pertanian (AMPIP) Sulawesi Tenggara, berdemonstrasi di Kantor Induk Bank Sultra, Senin (23/12/2019).
Massa AMPIP mendesak Bank Sultra segera mengganti rugi soal alihfungsi lahan petani di Kecamatan Sabulakoa, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) dari perkebunan lahan jambu mete, rambutan, jeruk, jati putih ke tanaman singkong gajah.
Massa AMPIP Sultra juga meminta Bank Sultra agar mengembalikan jaminan kredit petani berupa sertifikat tanah.
Jendral Lapangan AMPIP Sultra, Firman SH, dalam orasinya mengatakan bahwa proyek percontohan pengembangan tanaman singkong gajah dengan luas lahan 50 hektar oleh PT Bank Sultra, gagal total.
Firman mengungkapkan, dalam proyek tanaman percontohan pengembangan tanaman singkong gajah, ditengarai oleh PT Bank Sultra, bekerjasama dengan PT Singkong Gajah Indonesia (SGI) dan PT Sido Muncul Pupuk Nusantara (SMPN).
Sebagai fasilitator dalam pengembangan proyek tersebut, lanjut dia, PT. Bank Sultra memberikan bantuan modal investasi untuk penyediaan pupuk dan bibit kepada petani dengan besaran modal Rp25 juta per hektar.
Bahkan, PT Bank Sultra juga bekerja sama dengan pihak asuransi untuk menanggulangi jika ada hal-hal yang tak diinginkan seperti bencana alam dan lainnya, dimana pihak asuransi hanya menanggung asuransi jiwa dan asuransi kredit.
Selanjutnya, Bank Sultra juga menjamin hasil panen para petani nanti, akan dibeli atau ditampung oleh PT. SMPN, dengan harga yang telah disepakati bersama yakni Rp700 –750 perkilogram (Kg) dalam keadaan basah.
Selain itu, PT SGI berkomitmen bakal menyuplai bibit unggul dan menjamin keaslian varietas bibit singkong gajah, memberikan pendampingan, penyuluhan, supervisi dan dukungan penuh dan bakal membeli kembali bibit yang telah dibudidayakan petani dengan harga Rp800 per bibit.
Tetapi ditengah perjalanannya, PT SMPN dan PT SGI ternyata tidak bersedia membeli hasil panen para petani. Akibatnya petani rugi dan terpaksa hasil panen harus tersebut di jual ke pasar tradisional.
“Sebagai penanggung jawab pasar dalam hal ini Bank Sultra dan PT. SMPN tidak konsisten sebagaimana yang disampaikan pada saat sosialisasi dalam menangani pembelian hasil panen petani, sehingga petani berinisiatif mencari pasaran alternatif,” ujar dia.
“Dan hasil penjualan singkong gajah tersebut tidak mencapai 30 persen, dari pokok kredit yang harus dikembalikan ke pihak Bank Sultra,” sambungnya.
Lebih lanjut, Firman mengatakan petani tidak hanya merugi karena ketidaksiapan pihak terkait untuk membeli hasil panen, namun kerugian juga dialami petani akibat keterlambatan panen yang menyebabkan isi singkong gajah membusuk.
Dari kerugian tersebut belum ada tindakan atau solusi yang diberikan oleh pihak Bank Sultra dan tidak adanya asuransi gagal panen akibat bencana alam, seperti yang pernah disosialisasikan.
“Bahkan PT SGI tidak konsisten terhadap MoU yang telah disepakati dengan pihak petani pada saat penanaman perdana, bahwa pihak PT. SGI bersedia membeli kembali batang ubi dari petani,” teriaknya.
BACA JUGA :
- Inspektorat Sultra Gelar Pengawasan menuju Tata Kelola Pemerintahan Transparan dan Akuntabel
- Survei Archy: Elektabilitas Andi Nirwana-Haryanto Ungguli Dua Kandidat Jelang Pilbup Bombana 2024
- Pasien Katarak Rasakan Kemudahan Layanan Kesehatan Berkat Aplikasi Mobile JKN
- Pelantikan Eselon I Kemenkum, Supratman Harapkan Jadi Komitmen Baru dalam Penguatan Hukum dan Reformasi Birokrasi
- Terapi Berkala Tanpa Kendala, Program JKN Bawa Harapan Baru Bagi Ibu dan Anak
Akibat masalah tersebut, para petani diresahkan kredit yang tidak terselesaikan dan merasa terjerat utang kredit.
Untuk menyelesaikan persolan itu, para petani telah menemui pihak Bank Sultra selama tiga kali dan wakil kepala cabang Punggaluku untuk meminta solusi terhadap kredit petani yang sudah jatuh tempo.
“Tapi sampai saat ini tidak ada solusi yang diambil dari pihak Bank Sultra. Beberapa pertanyaan yang di sampaikan oleh petani pada saat pertemuan dengan Bank Sultra sebagian besar pertanyaan tidak terjawab, dengan alasan mereka bukan pemegang kebijakan, nanti selanjutnya akan disampaikan ke Direktur Bank Sultra,” ungkapnya.
“Direktur Bank Sultra sebagai penentu kebijakan, sampai sekarang belum ada jawaban ataupun solusi yang diberikan kepada petani, sementara rentang waktu kurang lebih dua tahun setelah panen,” imbuhnya.
Apabila tuntutan tidak dipenuhi, para petani akan menempuh jalur hukum.
“Bank Sultra justru hanya memperkaya PT. SGI dan PT. PSMN PT, dengan menjerat petani dengan utang bank alias modus penipuan,” tandasnya.
Reporter: Sunarto
Editor: Dahlan