Cerita

‘Wanita Sampan’, Mengais Rezeki di Perairan Teluk Kendari

Dengarkan

Wanita tua berkulit legam itu seperti tak perduli pada matahari yang nyaris membakar kulitnya. Bagaimana tidak, di musim kemarau seperti sekarang, dia masih melakoni pekerjaannya sebagai pencari plastik bekas di perairan Teluk Kendari.

Sampan tua yang sudah tampak rapuh menjadi kendaraannya. Itulah yang sehari-hari menemaninya mencari nafkah. Seorang diri. Ya, seorang diri. Karena suaminya tak mampu lagi membantunya karena sudah uzur.

Sambil mengayuh sampannya, Mangutta (50), wanita itu, dengan cekatannya memungut sampah botol plastik yang mengapung di atas teluk. Tentu saja, sampah yang tampak tak berguna itu, baginya justru adalah sumber rezekinya.

Wanita berkerudung itu menjual botol-botol plastik bekas yang telah dikumpulkannya selama seminggu pada pengumpul. Terkadang, dia hanya mendapatkan Rp 20 ribu setiap minggu.

“Dari pada kita minta-minta sama orang, saya tidak mau seperti itu. Ada anakku masih sekolah, apapun saya kerjakan yang penting halal, dan tidak menyusahkan orang lain,” tekadnya.

Jangan ditanya lelahnya. Namun wanita tangguh itu tak menyerah. Demi menyekolahkan anaknya yang kini duduk di bangku SMA, dia rela berlelah-lelah mencari nafkah dengan cara ini.

Setiap hari turun ke laut saat pagi buta dan menuju daratan sekitar pukul 12 siang, baginya tak masalah asalkan anak dan suaminya bisa makan. Tak jarang dia menerima pemberian ala kadarnya dari orang yang iba padanya.

Rasanya sangat pantas dia disebut ‘wanita sampan’. Setiap hari dia tak pernah absen memungut plastik bekas di laut dengan ditemani sampan tuanya.

Awalnya dia hanya mampu menyewa perahu kecil sebagai kendaraannya untuk mencari sampah plastik di laut.

“Pertama kali turun saya sewa kasian perahunya orang Rp 10.000 per hari. Baru pendapatannya sedikit sekali hanya Rp 20.000. Sekarang adami body (sampan) saya beli,” katanya dengan wajah murung.

Setelah memilah-milah plastik bekas yang berhasil dikumpulkannya hari ini, dia mengisahkan bagaimana dia berjuang hidup, dengan mencari barang bekas yang diambilnya di perairan Teluk Kendari.

“Saya ambil sampah kasian untuk dijual, ini yang saya kumpulkan hari ini. Masih ada disana yang saya simpan. Kalau sudah banyak saya jualmi sama mas,” ucapnya sambil membersihkan plastik bekas yang didapatnya.

Meski pekerjaan ini tergolong berbahaya bagi perempuan seperti dia, Mangutta tak bergeming.

“Sudah banyak saya lewati. Kalau lagi mencari kasian, hujan lebat sekali dan kadang juga ombak kalau ada kapal yang lewat besar sekali itu ombak, ngeri kasian,” ceritanya dengan dialek khas daerah ini.

Mangutta pun menceritakan pengalaman yang membuatnya merinding ketakutan saat sedang memulung di Teluk Kendari. Dari atas perahunya dia melihat sesuatu yang mengapung dari kejauhan. Setelah dia mendekat, ternyata sesosok mayat.

“Saya waktu memulung pernah lihat ada mayat di sekitar pelelangan ikan. Saya langsung teriak saja, “tolong, ada mayat!” Orang kaget saya teriak begitu. Nda lama datang polisi,” ucapnya dengan nada datar.

Ada kalanya Mangutta mendapatkan banyak sampah plastik, namun kadang juga sangat sedikit.

Kita mungkin tak pernah terpikir, betapa orang seperti Mangutta telah membantu menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah plastik, terutama di perairan Teluk Kendari.

Apalagi Manggutta adalah satu-satunya orang yang melakoni pekerjaan itu. Tapi dia tidak berharap muluk-muluk. Dia hanya ingin pemerintah membantunya dengan memberinya sampan yang lebih layak. Agar lebih mudah baginya mengumpulkan sampah plastik bekas di teluk kebanggaan Kota Kendari itu.

“Yah kalau mungkin didengar saya sangat bersyukur sekali. Kalau ada bantuan dikasih mungkin itu bagian dari perhatian mereka kepada masyarakat kecil seperti saya. Mau perahu atau bantuan lain saya terima,” harapnya.

Reporter: Muhammad Israjab
Editor: Rani

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button