Regional

Kantor Bahasa Sultra Gelar Webinar Bertajuk Kebudayaan sebagai Basis Pendidikan Nasional

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Hari Pendidikan Nasional tahun 2021 diperingati oleh Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara (KBST) dengan menyelenggarakan webinar bertajuk “Pendidikan Berbasis
Kebudayaan Memperkuat Identitas Bangsa,” pada Rabu (5/5/2021).

Kepala KBST Herawati mengatakan bahwa
tema ini digunakan karena sejalan dengan tema besar Hari Pendidikan Nasional 2021, yaitu “Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar”.

“Esensi dari merdeka belajar adalah kemandirian dan kemerdekaan. Dua hal tersebut merupakan esensi pendidikan yang diterapkan oleh Ki Hajar Dewantara. Sudah sepatutnya esensi dari merdeka belajar itu
menginspirasi kita dalam mengupayakan perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan,” jelas Herawati.

Menurut Herawati, bangsa Indonesia dihadapkan pada beberapa persoalan, seperti krisis identitas, konflik horizontal dan multikultur, kriminalitas, degradasi moral, dan memudarnya nilai-nilai kebangsaan yang mengakibatkan ketidakstabilan di berbagai aspek kehidupan.

Untuk mengatasi persoalan tersebut maka pendidikan berbasis kebudayaan memiliki peran yang strategis sebagai penguat identitas bangsa melalui eksplorasi dan elaborasi nilai-nilai budaya lokal.

Tujuan dari hal tersebut adalah mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran kewarganegaraan multikultural.

Penguatan identitas bangsa melalui pendidikan berbasis kebudayaan dapat dilakukan dengan integrasi pendidikan berbasis kebudayaan dalam desain kurikulum serta optimalisasi pendidikan kewarganegaraan berbasis kebudayaan.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Aminudin Aziz membuka webinar sekaligus memaparkan materi yang bertajuk “Bahasa, Pola Pikir, dan Kebudayaan”.

Aminudin menjelaskan tentang kaitan bahasa sebagai bagian dari pendidikan dengan kebudayaan pemahaman masyarakat setempat.

Penamaan objek-objek yang “dekat” dan banyak di lingkungan masyarakat tertentu akan memiliki banyak
sebutan/penamaan, misalnya saja salju. Bagi masyarakat Indonesia, salju itu fenomena yang jauh.

Sehingga, kita menamai “butiran uap air yang membeku” sebagai salju, sedangkan orang yang hidup dikelilingi salju memiliki banyak sebutan untuk “butiran uap air yang membeku”.

Menurut Aminudin, kebudayaan juga memengaruhi konstruksi wacana masyarakat penuturnya. Di wilayah
Asia, rata-rata masyarakatnya berwacana dengan pola sirkular (memutar). Beda dengan orang Inggris yang berwacana dengan pola linear sehingga jelas apa yang mau dikatakan.

Berbeda lagi dengan masyarakat Jerman yang bertutur dengan pola digresif (berpendar) yang melebar dan Arab yang
berwacana dengan pola paralel.

Dalam kaitannya dengan pendidikan di Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya, diperlukan pemahaman awal mengenai monokultural dan multikultural.

Kemudian diversifikasi kurikulum dan asesmen keberhasilan pembelajaran yang relevan dengan latar budaya juga sebaiknya diupayakan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Narasumber webinar selanjutnya, yaitu Arief Rachman dan Abdullah Alhadza adalah sosok yang dikenal aktif di dunia pendidikan.

Arief Rachman pernah menjabat sebagai kepala sekolah dan dosen. Saat ini, Arif Rachman menjabat sebagai Ketua Harian Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sedangkan, Abdullah sampai saat ini masih mengajar aktif di Universitas Muhammadiyah Kendari.

Menurut Arief, pendidikan yang berhasil adalah yang mampu mengantarkan peserta didik menjadi insan yang bertakwa, berkepribadian matang, berilmu mutakhir dan berprestasi, memiliki rasa kebangsaan, dan berwawasan global dan kebudayaan sebagai kemudi yang memungkinkan terjadinya pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam pemaparan kedua, Abdullah menjelaskan mengenai kebudayaan lokal Sulawesi Tenggara yang sekiranya dapat diadopsi sebagai bahan pembelajaran dalam pendidikan.

Setiap suku memiliki kearifan lokalnya masing-masing. Ia mencontohkan bagaimana orang Bajo begitu terinspirasi dengan hidup dan petualangannya hidup di laut sehingga mereka berkeyakinan bahwa ilmu orang Bajo itu sedalam air di laut dan setinggi bintang di langit.

Di akhir acara, Kepala KBST mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu terselenggaranya acara ini dan berharap acara ini dapat menambah wawasan dan kesadaran akan pendidikan berbasis kebudayaan. (bds/*)

Reporter: Sesra
Editor: J. Saki

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button