PT Midi Sebut Imbas Perkara Suap di Kota Kendari, Kepercayaan Konsumen Menurun
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – PT Midi Utama Indonesia (MUI) mengaku trust atau kepercayaan konsumen terhadap perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan umum, termasuk minimarket menjadi menurun.
Penyebabnya imbas dari perkara dugaan tindak pidana suap pendirian ritel modern atau gerai Alfamidi di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Hal itu disampaikan oleh Direktur Hukum dan Kepatuhan PT Midi, Hafid Hermely.
Pernyataan itu diungkapkan Hafid saat menghadiri sidang terdakwa kasus dugaan suap mantan Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kelas IA Kota Kendari, Selasa (5/12/2023) sore.
Di depan Ketua Majelis Hakim dan dua anggota Mejelis Hakim PN Tipikor Kota Kendari, Hafid Hermely terlebih dahulu menjelaskan rentetan atau kronologis hingga PT Midi terseret dalam pusaran suap pendirian gerai Alfamidi.
Berdasarkan informasi dari Manager Corporate Communication PT Midi, Arif Lutfian Nursandi, dia menyampaikan bahwa pada 2021, PT Midi miliki niat memperluas jaringan usahanya untuk mendirikan gerai Alfamidi di Kota Kendari.
Niatan tersebut akhirnya sampai di telinga Syarif Maulana (terdakwa vonis bebas) yang saat itu selaku tenaga ahli Wali Kota Kendari periode 2021-2022. Syarif Maulana kemudian memfasilitasi PT Midi bertemu dengan Sulkarnain Kadir.
Keduanya bertemu di Jakarta pada 16 Maret 2021. Dalam pertemuan itu, ada kesepakatan yang terjalin apabila ingin mendirikan gerai Alfamidi di Kota Kendari, PT Midi mesti membantu proses pembangunan kampung warna-warni di Kelurahan Peteoha, Kecamatan Bungkutoko, Kota Kendari.
“Dalam pertemuan itu terjadi komitmen bahwa PT Midi harus berpatisipasi dalam pembangunan kampung warna-warni,” kata Hafid.
Berselang beberapa pekan, PT Midi kembali bertemu Sulkarnain Kadir di Rumah Jabatan (Rujab) Wali Kota, tepatnya 25 Maret 2021. Pembahasannya, sama dengan pertemuan pertama, yaitu PT Midi harus berpatisipasi dalam pembangunan kampung warna-warni.
Pasca itu, Syarif Maulana kemudian menyodorkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) pembangunan kampung warna-warni yang nilainya kurang lebih Rp700 juta ke Arif Nursandi dengan maksud PT Midi bisa membantu lewat dana Corporate Social Responsibility (CSR).
Tetapi PT Midi menolak dengan alasan permintaan dana yang diajukan Syarif Maulana tidak sesuai mekanisme di dalam internal PT Midi. Sebab, pengajuan dana tanpa disertai surat pengantar dan nomor rekening pemerintah, hanya sebuah RAB dan nomor rekening milik Syarif Maulana.
Kemudian, Arif Nursandi menawarkan ke Syarif Maulana bahwa anggaran yang diminta dapat diberikan melalui Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhamdiyah (Lazismu), selaku mitra PT Midi.
“Sehingga anggaran itu dikirim ke rekening pribadi Syarif Maulana,” jelasnya.
Akibat perkara ini, Hafid Hermely menyampaikan perusahaan secara nasional sangat merugi, karena sejak saat itu kepercayaan konsumen terhadap perusahaan menurun.
“Pada dasarnya hal itu sangat merugikan perusahaan,” tandasnya. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Biyan