Opini

Tabe Inggomiu, Di Revolusi Industri 4.O, HMI, PMII dll Sudah TKO Lawan Anak Komunitas

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Inspirasinya datang dari tulisan Barid Hardiyanto berjudul “Disrupsi LSM” yang dimuat tempo.co edisi Jumat, 17 Januari 2020.

Dalam tulisan kandidat Doktor Ilmu Administrasi Publik UGM itu, membuka ruang kontemplasi kita tentang keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dulunya berfungsi sebagai lokomotif perubahan sosial, namun kian tidak signifikan menjadi pelopor utama.

Salah satu penyebabnya adalah disrupsi teknologi diberbagai sektor.

Kalau mau jujur, disrupsi ini sebenarnya tidak hanya terjadi pada LSM saja, organisasi mahasiswa ekstra kampus seperti HMI, PMII, GMKI, PMKRI dll juga mengalami gejala yang sama.

Saat ini kaun milenial lebih banyak mengenal macam-macam komunitas positif dibanding organisasi ekstra kampus UHO, Univ. Muhammadiyah, Unlaki dll.

Jadi ingat kata Gus Dur “Kalau HMI selalu menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, sementara PMII tidak pernah tahu tujuannya, apalagi caranya”.

Begitulah hidup, tidak bisa terus seindah kisah Aurora dalam film Maleficent sutradara Joachim Roanning, HMI, PMII dkk justru bernasib terbalik.

Mungkin karena ‘fashion’ yang terkesan auto-garang karena identik dengan masa perjuangan zaman orde baru. Dari dulu hingga kini gayanya kurang “fashionable” dengan kaum milenial.

Pola lama alisa kaku, layaknya mahasiswa UHO beralmamater kuning disiang bolong yang takut nyasar arah jalan pulang. Sementara kaum milenial ini suka santuy, kasual, chill-out, tidak kaku. Bagaimana mau berinteraksi kalau ‘gaya loe kurang asyik bro’.

Yang pasti organ ekstra kampus UHO saat ini cendrung tak mampu “menjual diri” bahkan mengidap semacam gejala post power syndrom.

Yang “dijual” paling kesuksesan senior masing-masing organisasi yang kenalpun mungkin tidak.

BACA JUGA :

Tiap menerima telepon dari senior “siap perintah kakanda!”. Sebaliknya, jika tidak ada perintah jadi “kakanda ‘mama minta pulsa’ atau ‘papa minta saham, masak dinda tidak boleh minta proyek?”

Berbeda dengan anak komunitas yang berhasil menciptakan branding tersendiri di era revolusi industri 4.O tapi organisasi ekstra kampus masih ramai bakar ban dijalanan raya.

Tentu sangat disayangkan, mereka yang ‘tidak berkapasitas’ tapi mampu meng’influence’ para penggemar mulai dari isu politik, sosial, ekonomi.

Atau jangan-jangan sudah waktunya para kader HMI, PMII dll diwajibkan banyak yang mem-follow Awkarin. Kalau redaksi Detiksultra.com kebetulan mem-follow Atta Halilintar.

Redaksi

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button