Penjual Ikan Keliling, Sekolahkan Anaknya hingga Raih Magister
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Teriknya matahari siang itu, tidak mengurangi semangatnya menjajakkan jualannya yang terakhir. Berbekal sebuah baskom berukuran sedang dan beralaskan kain, ia menjinjing jualannya berkeliling pemukiman warga.
Warunudi (59) memulai aktifitasnya sebagai pejual ikan keliling seusai melakukan solat Subuh. Dengan modal hasil jualan sehari sebelumnya, ia membeli ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Sodoha.
Setelah mendapatkan ikan, selanjutnya ikan tersebut dibuat menjadi beberapa ikat sebelum dijual kembali kewarga. Seperti itulah aktifitas sehari-hari warga Kelurahan Gunung Jati Kecamatan Kendari, memenuhi kehidupannya sebagai penjual ikan keliling.
[artikel number=3 tag=”penjual,pendidikan”]
Warnudi bercerita, setiap harinya, dia harus menempuh jarak kurang lebih 10 kilometer (KM) keliling berjalan kaki di sekitaran Kecamatan Kambu.
Belum lagi dia harus mengangkat beban ikan dagangannya hampir 20 kilogram (Kg) per harinya. Sesekali ia harus berhenti sejenak ketika keringat diwajahnya mulai bercucuran sambil menghapus rasa letihnya itu.
Profesi ini dalakoninya mulai tahun 1997, hingga sekarang. Namun siapa sangka hanya dari hasil menjual ikan, dan uang tambahan dari suaminya yang bekerja sebagai tukang becak, mampu menyekolahkan ketiga anaknya di perguruan tinggi hingga menyabet gelar sarjana.
Bahkan, anak kedua Warunudi baru saja meraih gelar magisternya di salah satu universitas di Kendari. Diapun telah menjadi salah satu dosen universitas swasta di Kolaka.
Tentu capain ini, begitu mengharukan dicampur bahagia oleh Warunudi dan suaminya. Bagaimana tidak jika ditarik kebelakang, ditengah segala keterbatasan ekonomi, pasangan suami istri ini pantang menyerah dan terus memperjuangkan agar ketiga anaknya bisa mengenyam pendidikan tinggi demi masa depan mereka.
“Alhamdulilah ini berkat kerja dan bentuk kesabaran saya dengan suami saya. Bagaimana tidak, hari – hari kami lewati begitu berat dengan segala keterbatasan ekonomi, tapi kami mampu melewatinya. Dan kini ketiga anak saya telah selesai sekolah. Anak pertama saya telah meninggal dunia. Tapi saya rasa ketiganya telah mencapai keinginan kuat mereka untuk bersekolah,” ucapnya kepada Detiksultra.com, Jum’at (5/7/2019).
“Pengahasilan saya jual ikan paling banyak Rp100.000 diluar dari modal saya. Hasil itulah yang saya buat untuk makan, dan menyisipkan sebagian untuk biaya sekolah anak – anak. Ditambah pengahasilan suami saya, ya intinya kami berdua harus mengatur bagaimana kami bisa makan dan juga tetap menyekolahkan ketiga anak saya,” jelasnya.
Warunudi pun mengaku, usahanya untuk menyekolahkan ketiga anaknya itu butuh kerja keras dan penuh kesabaran. Cobaan demi cobaan, rintangan demi rintangan dilaluinya, bahkan orang – orang disekitarnya pun selalu mencemoohnya.
Bahwa orang yang hanya penjual ikan keliling dan penarik becak tak akan mampu menyekolahkan anak – anaknya.
Namun cemoohan itu tak dihiraukannya malah kata dia, cemoohan itu adalah pil sebagai obat pemicu semangat dia untuk membuktikan kepada orang – orang, bahwa orang yang kerjanya hanya menjual ikan dan hanya menjadi tukang becak mampu melakukannya dengan usaha dan kerja keras.
“Kalau di cemooh sering, malah pernah ada seseorang tanya, itu anakmu sudah tamat saya jawab iyo. Terus dia berkata bagaimana mi sekarang, saya jawab tidak tahumi dia mau kuliah atau cari kerja. Diapun kembali berkata, anak tukang becak juga mau kuliah. Mendengar itu saya hanya terdiam dan menerima apa yang diucapkannya, sebab benar anak saya hanya seorang yang lahir dari tukang becak dan penjual ikan,” imbuhnya.
Kini bibit yang telah ia tanam sudah dapat dipanen. Mungkin kata itu cocok untuk diberikan kepada Warunudi, yang telah mendedikasikan dan pengorbankan banyak hal demi ketiga anaknya.
Namun Warunudi tak mau melakukannya, meski sekarang ketiga anaknya sudah memiliki pekerjaan masing – masing, tetapi kata dia, dirinya tak mau menggantungkan hidupnya di ketiga anaknya yang telah ia buat jadi sukses.
Dirinya lebih memilih menjual ikan dari rumah ke rumah, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta suaminya, ketimbang menunggu suapan dari anak -anaknya.
“Saya tidak mau menyusahkan mereka meski ketiganya telah bekerja, apalagi mereka baru mulai kerja. Juga satu alasan saya tidak mau berhenti menjual ikan, karena kalau saya tinggal diam dirumah pasti kambuh penyakit saya, mending saya jualan ikan supaya tubuh saya terasa bugar,” tandasnya.
Reporter: Sunarto
Editor: Sumarlin