Orang Miskin Juga Bisa Berkeputusan Rasional Dalam Pemilihan Barang Ekonomis

Orang Miskin Juga Bisa Berkeputusan Rasional
Dalam Pemilihan Barang Ekonomis
Oleh: DRLAK|Amijaya Kamaluddin
Di tengah tantangan ekonomi yang semakin penuh dengan ketidak pastian di masyarakat, khususnya mereka yang belum beruntung yang berpenghasilan rendah, sering kali muncul anggapan bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan atau kemampuan untuk membuat keputusan ekonomi yang rasional. Namun, kenyataannya, masyarakat kita, meskipun miskin, menunjukkan bahwa mereka tetap memiliki rasionalitas dalam memilih barang yang akan dibeli. Salah satu contohnya dapat kita lihat dalam pembelian LPG 3 kg, yang menjadi kebutuhan pokok bagi banyak rumah tangga miskin.
Mari kita mengikuti alur piker mereka dimana harga LPG 3 kg di pangkalan resmi Pertamina adalah Rp 16.000 per tabung. Namun, ketika LPG 3 kg ini dijual di tingkat eceran, harganya bisa mencapai Rp 20.000 hingga Rp 25.000 per tabung. Dalam konteks ini, masyarakat memiliki pilihan untuk membeli di pangkalan resmi atau di pengecer terdekat. Menurut teori ekonomi kekinian, hal ini seharusnya memberikan kebebasan kepada konsumen untuk memilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka.
Namun, dalam praktiknya, keputusan untuk membeli LPG 3 kg tidak semudah itu. Emak-emak di setiap rumah tangga dan pelaku usaha kecil, seperti pedagang kaki lima (PKL) atau usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pasti mempertimbangkan berbagai factor diatas sebelum memutuskan untuk membeli.
Orang Miskin Berfikir QSEE (Quality, Speed, Efficiency, Dan Effectiveness)
Salah satu faktor yang sering kali kita abaikan dalam menganalisis sesuatu kondisi dalam ekonomi industry adalah biaya transportasi waktu dan tenaga kecepatan. Untuk mencapai pangkalan LPG 3 kg yang resmi, emak-emak harus mengeluarkan biaya transportasi minimal Rp 15.000 hingga Rp 20.000 untuk perjalanan pulang-pergi. Dengan harga LPG 3 kg di pangkalan sebesar Rp 16.000, maka total biaya yang dikeluarkan untuk membeli satu tabung gas bisa mencapai Rp 31.000. Di sisi lain, jika mereka membeli dari pengecer dengan harga Rp 25.000, total biaya yang dikeluarkan menjadi Rp 25.000.
Dari sini, kita dapat melihat jelas bahwa meskipun harga LPG 3 kg di pengecer lebih tinggi, namun dari total biaya yang dikeluarkan untuk membeli LPG 3 kg dari pengecer bisa jadi lebih efisien. Kecerdikan emak-emak kali ini tidak hanya mempertimbangkan harga barang semata, tetapi juga menghitung akumulasi dari total biaya yang harus dikeluarkan, termasuk biaya transportasi murah. Hal ini menunjukkan bahwa mereka lebih smart dan tidak bodoh, melainkan sangat rasional mampu berfikir QSEE dalam pengambilan keputusan, sangat jauhkedepan dan lebih predictable dari apa yang di goreng pers selama ini.
Berfikir Rasionalitas Dan Ekonomis Bagi Masyarakat Miskin
Masyarakat miskin sering kali dianggap tidak mampu berpikir rasional dalam pengelolaan keuangan. Namun, kenyataannya, mereka justru lebih cermat dalam menghitung setiap pengeluaran. Dalam situasi yang sulit, mereka harus membuat keputusan yang bijak untuk memastikan kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi. Pada kelompok emak-emak rumahan, misalnya, adalah sosok yang sangat kuat dan digdaya memiliki daya juang yang tangguh. Mereka tidak hanya berusaha memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi juga mencari cara untuk menghemat pengeluaran.
Mengapa Memilih Pengecer?
Ada beberapa alasan mengapa emak-emak lebih memilih membeli LPG 3 Kg dari pengecer meskipun harganya lebih tinggi:
- Kemudahan Akses: Pengecer sering kali lebih dekat dengan tempat tinggal mereka, sehingga mengurangi waktu dan usaha yang diperlukan untuk mendapatkan elpiji.
- Penghematan Waktu: Dalam kehidupan sehari-hari yang padat, emak-emak sering kali tidak memiliki waktu untuk pergi jauh ke pangkalan. Membeli dari pengecer menghemat waktu yang berharga.
- Keterbatasan Pembelian: Di pangkalan resmi, pembelian dibatasi maksimal dua tabung. Jika kebutuhan mereka lebih dari itu, mereka harus melakukan beberapa perjalanan, yang tidak efisien secara waktu dan biaya.
- Ketersediaan: Pengecer sering kali memiliki stok yang lebih mudah diakses, sedangkan pangkalan resmi mungkin tidak selalu menyediakan LPG 3 Kg, terutama pada jam-jam tertentu.
Siapa Yang Diuntungkan?
Dalam situasi ini, ada beberapa pihak yang mendapatkan keuntungan:
- Pengecer: Pengecer atau pedagang keliling mendapatkan keuntungan dari selisih harga yang lebih tinggi. Mereka memanfaatkan kebutuhan masyarakat akan kemudahan akses dan kecepatan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
- Pertamina: Meskipun harga di pangkalan resmi lebih murah, Pertamina tetap mendapatkan penjualan yang stabil karena masyarakat tetap membeli elpiji, baik dari pangkalan maupun pengecer.
- Masyarakat: Masyarakat, terutama emak-emak rumah tangga, mendapatkan kemudahan dan efisiensi dalam memenuhi kebutuhan mereka. Meskipun mereka membayar sedikit lebih banyak, mereka merasa lebih nyaman dan tidak perlu repot.
Namun, Di Balik Keuntungan Tersebut, Ada Juga Kerugian Yang Harus Diperhatikan:
- Kenaikan Harga: Kenaikan harga elpiji di tingkat eceran bisa menjadi beban tambahan bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang sudah berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
- Kualitas Pelayanan: Pengecer yang tidak terdaftar atau tidak resmi mungkin tidak memberikan pelayanan yang baik, bahkan bisa menjual barang yang tidak berkualitas.
- Ketidakpastian Pasokan: Ketergantungan pada pengecer dapat menyebabkan ketidakpastian pasokan, terutama jika ada masalah distribusi.
Dari analisis permasalahan di atas, dapat kita rangkum bahwa masyarakat kita, meskipun berada dalam kondisi ekonomi yang sulit, tetap menunjukkan rasionalitas dalam pengambilan keputusan ekonomi. Mereka mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk harga barang dan biaya transportasi, sebelum memutuskan untuk membeli. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tidak meremehkan kemampuan mereka dalam mengelola ekonomi keluarga.
Masyarakat bukanlah objek yang pasif, melainkan subjek yang aktif dalam ekonomi, meskipun kondisi mereka sering kali dipandang sebelah mata. Dalam hal ini, kita perlu lebih memahami dan menghargai perjuangan mereka untuk bertahan hidup di tengah keterbatasan. Pemerintah dan pihak terkait perlu melakukan upaya untuk meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan barang kebutuhan pokok, serta memberikan edukasi ekonomi yang lebih baik kepada masyarakat agar mereka dapat membuat keputusan yang lebih menguntungkan bagi diri mereka sendiri.
Dengan demikian, kita dapat menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua lapisan masyarakat. Masyarakat yang rasional dan cerdas dalam pengambilan keputusan ekonomi adalah kunci untuk membangun perekonomian yang lebih kuat dan berkelanjutan.LAK